Langsung ke konten utama

Kenapa di sini?

Tengah malam itu, kami berdua ditugaskan untuk menjaga pos satu dalam jelajah “jihadul lail”. Ini pertama kalinya kami berdua saja, berbincang mengisi kekosongan waktu. Tentang gelap, cahaya, garis, arah, hingga alasan. Alasan mengapa kami disini.
“kamu kenapa gabung disini?” tanyaku penasaran.
“kalau kamu ning? Kamu kan lebih dulu disini.”
“umnn, aku mau tahu alasan kamu dulu.”
“emn... kamu tahu kan ning. Dulu aku belum berjilbab. Trus adikku yang berjilbab duluan. Suka ditanyain sama guru-guru sih, adiknya berjilbab kok kakaknya engga. Hidupku hedonis, mikirnya masih tentang dunia aja. Zaman jahiliyyah dulu mah. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk berjilbab. Pas awal-awal aku nyari informasi, browsing-browsing tentang jilbab dan islam. Dikelas ada beberapa teman yang berjilbab, tapi lingkungannya yaa... masih gitu deh. Akhirnya aku mentoring.”
“pas mentoring emang diajakin gabung di organisasi ini?”
“engga. Bahkan kakak mentoringku gak pernah ngajak-ngajak ikutan organisasi ini. Kita mentoring ya mentoring aja.”
“ohhh...”
“aku gabung disini emang karena aku pengen tahu lingkungan yang baik, kayak di surat Al-Asr. Yang saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.”
Terhenyak. Saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, kata-kata itu seperti baru pertama kali ku dengar (lagi). Padahal anak kecil pun hafal surat Al-Asr. Mendengar  alasannya, meninggalkan tanda tanya besar bagi diriku sendiri. Tentang alasanku di sini. Tidak, bahkan lebih dari itu. Untuk apa ada di sini, sudahkah melakukannya dengan optimal? Dan alasan-alasan untuk bertahan dari setiap keluhan.
Jadi, Kenapa kamu disini ning?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selaman...

Sebuah Nasihat yang (Tidak) Perlu Dimasukkan ke Hati

Jarang-jarang temanku berpendapat sebegini panjangnya. "Ning, selama berhubungan dengan manusia; ketulusan itu utopis banget. Apalagi zaman sekarang. Naif namanya kamu percaya dengan hal itu. Nih ya, mungkin kamu engga sadar; sebenernya orang-orang yang memberi kebaikan mereka ke kamu diam-diam mereka sedang menganggapmu seperti celengan. Suatu saat mereka pasti akan meminta kembali kebaikan itu darimu dalam bentuk yang lain. Lalu ketika kamu tidak bisa atau memilih untuk tidak ingin mengembalikan itu; mereka mulai mengungkit-ungkit aset apa yang sudah ditanamkannya  kepadamu. Kemudian dengan bias, kamu dianggap tidak sadar diri, tidak tahu balas budi, tidak tahu caranya bersyukur pada mereka. See??? Waspada saja kalau banyak orang baik yang terlalu baik disekitarmu, ingat ya; di dunia ini tuh gak ada yang mananya gratisan. Jangan percaya, bohong! Mungkin mulanya kamu sulit melihat ujungnya, tapi pasti ada yang tersembunyi dibalik itu. Terserah sih ma...