Langsung ke konten utama

Bersiap untuk Mendengar

Semua orang yang memiliki telinga sehat mampu mendengar. Mendengarkan kelihatannya adalah hal yang biasa dan begitu mudah dilakukan oleh manusia. Tapi tahu kah kamu bahwa tidak semua orang mampu mendengar dengan hatinya. 

Mencari telinga terpercaya untuk bisa berbagi hal-hal terdalam juga sulit. I wanna self proclaimed first. Yes I have trust issue. Saya punya semacam naluri untuk menebak kapan seseorang mau benar-benar mendengarkan, pura-pura mendengar atau hanya mau kepo saja. Karena dampak setelahnya jelas akan berbeda.

Bersiap untuk mendengar bukanlah hal yang mudah. Apalagi kalau kamu merasa bahwa beban yang dia pikul belum ada apa-apanya dibanding bebanmu, belum ada apa-apanya dibanding lukamu, belum seberapa dibanding beratnya perjuanganmu.

Coba hitung, ketika seseorang menceritakan masalahnya padamu seberapa sering kamu berkata:
“yaelah, baru segitu aja masalahnya.. cengeng banget..”
“udahlah gak usah ngeluh terus, masalah kamu cuma segini doang, aku tuh pernah blab la bla..” yang ujungnya malah curhat colongan.
“itu terus yang diceritain, gak ada yang lain?”
Atau
Kamu mendengar perkataannya, tapi fokusmu pada hal lain. Dan kamu mengangguk-angguk tanpa pernah mengerti apa yang disampaikan.

Kalau pernah, atau sering berarti yang kamu lakukan ketika itu adalah sedang meremehkannya. Kamu sedang menolak emosinya, kamu menyia-nyiakan kepercayaannya. Meskipun masalah kita lebih berat, bukan berarti kita berhak untuk meremehkan masalah orang lain. Bisa saja level kelapangan hatinya belum sekuat hatimu. Bisa saja penampang ketabahannya belum seluas yang kamu punya. Kamu tahu kan bagaimana rasanya tidak benar-benar didengarkan?

Kita semua punya latar belakang yang berbeda. Kita tidak bisa menilai (judge) orang hanya berdasarkan lakar belakang diri kita sendiri. Mendengarkan adalah menyediakan sebagian ruang di hati kita untuk orang lain berdasarkan perspektifnya. Sebab dengannya kita akan lebih bisa seimbang dalam menimbang.

---------------------------------
Tulisan ini merupakan bagian dari #sabtulis. Apa itu sabtulis? Sabtulis adalah gerakan menulis di hari Sabtu bagi sobat yang ingin menjadikan malam minggunya lebih produktif, melatih kemampuan menyampaikan gagasan atau mengekspresikan diri melalui tulisan, serta membentuk kebiasaan baik dalam menulis. Mari ikutan!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selaman...

Sebuah Nasihat yang (Tidak) Perlu Dimasukkan ke Hati

Jarang-jarang temanku berpendapat sebegini panjangnya. "Ning, selama berhubungan dengan manusia; ketulusan itu utopis banget. Apalagi zaman sekarang. Naif namanya kamu percaya dengan hal itu. Nih ya, mungkin kamu engga sadar; sebenernya orang-orang yang memberi kebaikan mereka ke kamu diam-diam mereka sedang menganggapmu seperti celengan. Suatu saat mereka pasti akan meminta kembali kebaikan itu darimu dalam bentuk yang lain. Lalu ketika kamu tidak bisa atau memilih untuk tidak ingin mengembalikan itu; mereka mulai mengungkit-ungkit aset apa yang sudah ditanamkannya  kepadamu. Kemudian dengan bias, kamu dianggap tidak sadar diri, tidak tahu balas budi, tidak tahu caranya bersyukur pada mereka. See??? Waspada saja kalau banyak orang baik yang terlalu baik disekitarmu, ingat ya; di dunia ini tuh gak ada yang mananya gratisan. Jangan percaya, bohong! Mungkin mulanya kamu sulit melihat ujungnya, tapi pasti ada yang tersembunyi dibalik itu. Terserah sih ma...