Langsung ke konten utama

Jilbab dan Pendakian Pertamaku (#Pelangi Jilbab)

Siapa bilang akhwat itu lemah? Siapa bilang jilbab itu akan menyusahkan dan mempersempit ruang gerak setiap muslimah yang memakainya? Heeyyy… akan kubuktikan padamu. Janji Allah tidak ada yang sia-sia.

Malam itu, aku dan kedua belas temanku dari Pecinta Alam berangkat menuju stasiun Bogor untuk melakukan pendakian ke gunung Gede. Hampir dua jam kami menunggu kereta kearah Bogor. Kereta malam itu hening, sepi penumpang. Dari tiga belas orang dikelompok ini, hanya ada lima perempuan. Dari lima itu, hanya kami bertiga yang tetap setia menjalani aktivitas ditemani jilbab; aku, ridha, dan asma.

Walaupun ruang ber-ikhtilat dalam perjalanan ini cukup besar, tapi kami tahu batasan-batasannya. Dini hari kami tiba di pos Gunung Putri. Kami bermalam sejenak, karena pendakian baru boleh dilakukan pagi harinya.

Inilah jalan kami. Pendakian dari jalur Gunung putri memang terkenal lebih singkat, namun terjal. Awalnya kami melewati perkebunan bawang, wortel, sungai kecil yang airnya begitu jernih, dan akhirnya kami memasuki hutan. Subhanallah, menakjubkan! Sinaran mentari yang menembus pepohonan, kicauan burung, dan wangi tanah dalam setiap helaan napas terasa sangat menyejukkan hati. Inilah kuasa Allah, namun seringkali manusia melupakannya.

Semakin ke atas, perjalanan semakin sulit. Batu-batu besar dan cadas, serta lumut yang licin menjadi tantangan yang menghadang. Setiap orang mulai kelelahan dan mengeluarkan egonya. Tapi disinilah sebuah kesolidaritasan di uji. “Sedikit lagi! Sedikit lagi sampai.” Dan harapan mencapai puncak menjadi penyemangat kami.

Sudah delapan jam kami berjalan. Lalu ada sebuah jalan kecil,  agak gelap seperti lorong yang terbuat dari pepohonan rindang, lurus saja, kami ikuti jalan itu. Di ujung jalan ada sebuah cahaya : jalan keluar. Alhamdulillah sebuah tanah lapang yang dipenuhi dengan edelweiss. Kami tiba di Surya Kencana. Kabut putih mulai menghalangi pandangan kami. Jarak pandang hanya sekitar tujuh meter. Hari menjelang petang, dan kami terpaksa bermalam.

Mentari pagi hangat menyapa, meruntuhkan hawa dingin yang menyelimuti kami semalaman. Tinggal sedikit lagi jarak antara kami dengan puncak. Bau belerang mulai menyengat dari setiap langkah yang kami daki. Dan inilah puncak! Dengan kawah kehitaman dibawahnya. Awan putih seperti kapas disetiap penjuru mata memandang. Kelelahan kami sirna dalam sekejap.

Atas izin Allah, kubuktikan! jilbab bukanlah penghalang seorang muslimah untuk menjalani hari-hari atau mencapai sesuatu yang ia inginkan. Trust me, Janji Allah tiada yang sia-sia.
------------------------------------------------

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IBNU KHALDUN

Biografi Ibn Khaldun, nama lengkapnya adalah Abdu al-Rahman ibn Muhamad ibn Muhamad ibn Muhamad ibn al-Hasan ibn Jabir ibn Muhamad ibn Ibrahim ibn Khalid ibn Utsman ibn Hani ibn Khattab ibn Kuraib ibn Ma`dikarib ibn al-Harits ibn Wail ibn Hujar atau lebih dikenal dengan sebutan Abdur Rahman Abu Zayd Muhamad ibnu Khaldun. Abdurrahman Zaid Waliuddin bin Khaldun, lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H atau 27 Mei 1332 M.  

Sebuah Nasihat yang (Tidak) Perlu Dimasukkan ke Hati

Jarang-jarang temanku berpendapat sebegini panjangnya. "Ning, selama berhubungan dengan manusia; ketulusan itu utopis banget. Apalagi zaman sekarang. Naif namanya kamu percaya dengan hal itu. Nih ya, mungkin kamu engga sadar; sebenernya orang-orang yang memberi kebaikan mereka ke kamu diam-diam mereka sedang menganggapmu seperti celengan. Suatu saat mereka pasti akan meminta kembali kebaikan itu darimu dalam bentuk yang lain. Lalu ketika kamu tidak bisa atau memilih untuk tidak ingin mengembalikan itu; mereka mulai mengungkit-ungkit aset apa yang sudah ditanamkannya  kepadamu. Kemudian dengan bias, kamu dianggap tidak sadar diri, tidak tahu balas budi, tidak tahu caranya bersyukur pada mereka. See??? Waspada saja kalau banyak orang baik yang terlalu baik disekitarmu, ingat ya; di dunia ini tuh gak ada yang mananya gratisan. Jangan percaya, bohong! Mungkin mulanya kamu sulit melihat ujungnya, tapi pasti ada yang tersembunyi dibalik itu. Terserah sih ma...

Itinerary Gunung Papandayan 2018

Pendakian saya ke Gunung Papandayan kali ini ditemani oleh 4 orang. Pertama Amir, dia adalah teman sekelas saya ketika S1 di jurusan komunikasi. Kedua ada Ajeng, teman satu kampus, satu organisasi, juga teman mengaji bareng. Ketiga Esa, Esa adalah teman sekelasnya ajeng di jurusan teknik informatika. Dan terakhir ada Ryan. Ryan adalah temannya Amir. Kami berlima janjian untuk bertemu di titik kumpul Terminal Kampung Rambutan. Saya datang pertama, kemudian Ajeng dan Esa. Sambil menunggu Amir dan Ryan, kami bertiga makan malam dahulu dengan nasi padang. Tak lama kemudian Ryan tiba. Setelah Amir datang dan semua anggota lengkap kami langsung naik bis ekonomi AC meluncur ke Garut.  Kami berangkat sekitar jam sembilan malam. Tiba di Terminal Guntur-Garut jam setengah tiga pagi. Udara dingin mulai terasa menusuk kulit. Di sini saya dan teman-teman sempat diminta oleh seorang pemuda untuk memberinya sekian uang. Sepertinya ia mabuk, terlihat dari pupil matanya dan mulutnya ya...