Langsung ke konten utama

Luar Negeri

Pernah suatu kali kuajukan pertanyaan padamu, Kak. Masih ingat kah? Mungkin saat dirimu membaca tulisan ini, Kakak akan senyum-senyum sendiri. Ahh iya aku tahu, waktu itu aku terlalu percaya diri, terlalu naif. Haha.. tak apalah, seiring waktu aku justru menemukan jawaban dengan caraku sendiri.

“Kakak, aku sudah apply beasiswa ke Jepang! Doakan ya”
“Aamiin.. Kamu seriusan Ning?”
“Hehe.. Iya kak coba-coba aja.. Kakak gimana? Ummn, nanti tujuan kakak mau kemana?”
“Ummn.. Kemana ya? Pengen sih ke luar negeri. Tapi nanti aja deh, kalau udah ada suami. Hehe”
Alisku terangkat, keheranan atas jawabannya. Suami? Sesuatu yang sama sekali tak pernah terpikirkan olehku. Kakak perempuanku ini, entah bisa dibilang polos atau penurut ya? Hanya terkadang aku sulit mengerti pikirannya.
“Tapi kak, emang nanti suami kakak mengizinkan untuk belajar lebih tinggi? Melihat dunia yang lebih luas? Atau pergi kemana pun yang kakak suka?” dan diriku masih terlalu hijau, mengkel, sedikit liar, dan terlalu optimis pada waktu itu. Sekaligus takut kalau-kalau suami yang akan menjadi imam sampai akhir hayat kita adalah orang yang kolot, Kak. Aaahhh, dan aku tak sanggup untuk membayangkannya ketika mimpi-mimpi yang kita punya harus berbatas. Mimpi yang dipagari pasti mati, begitu pikirku. Selagi masih menjadi burung yang bebas, bukan kah lebih baik dimanfaatkan untuk terbang setinggi-tingginya? Sebelum nanti akan tiba masanya pulang ke sarang dan menetap selamanya.
“Ahaha.. gak tahu juga Ning.”
“Kalau suami kakak gak mengizinkan bagaimana? Bukannya lebih baik sekarang-sekarang? Mumpung bebas? Ya kan...”
Kakak balas rasa penasaranku hanya dengan senyuman, yang malah membuatku semakin penasaran. Aku pikir, tak ada salahnya menjelajah sendiri, semuanya pasti teratasi.

Tiga tahun setelah pertanyaan itu, banyak hal yang berubah Kak. Kudapati fakta bahwa perjalanan akan terasa sepi jika dijalani sendiri. Tanpa teman untuk sekadar berbagi cerita, atau pun seseorang yang mampu menjaga. Yah, sebagai perempuan semakin ke sini justru kutemukan sisi lain, bahwa perjalanan mungkin tak seindah yang dibayangkan. Kakak benar, mungkin kita perlu partner untuk menjelajah dunia yang lebih luas, dan partner halal yang mampu menjaga adalah suami. Dan tentu sekarang kita tak akan tahu, imam seperti apa yang akan menentukan arah hidup kita nanti.
========================================
Nb: beasiswanya belum diterima, haha mungkin waktu itu hanya sekedar mau, belum benar-benar dengan kemauan yang sepenuh hati. Jawaban kakak kala itu layaknya rem. Yah mungkin jawaban kakak bisa dipertimbangkan untuk ke depannya. Doa untuk kakak: semoga segera menemukan partner yang sekufu ya kak. Doakan aku juga yah, bara mimpi belajar di luar negeri masih ada kak, semoga terwujud suatu hari nanti. Hahaha...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IBNU KHALDUN

Biografi Ibn Khaldun, nama lengkapnya adalah Abdu al-Rahman ibn Muhamad ibn Muhamad ibn Muhamad ibn al-Hasan ibn Jabir ibn Muhamad ibn Ibrahim ibn Khalid ibn Utsman ibn Hani ibn Khattab ibn Kuraib ibn Ma`dikarib ibn al-Harits ibn Wail ibn Hujar atau lebih dikenal dengan sebutan Abdur Rahman Abu Zayd Muhamad ibnu Khaldun. Abdurrahman Zaid Waliuddin bin Khaldun, lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H atau 27 Mei 1332 M.  

Sebuah Nasihat yang (Tidak) Perlu Dimasukkan ke Hati

Jarang-jarang temanku berpendapat sebegini panjangnya. "Ning, selama berhubungan dengan manusia; ketulusan itu utopis banget. Apalagi zaman sekarang. Naif namanya kamu percaya dengan hal itu. Nih ya, mungkin kamu engga sadar; sebenernya orang-orang yang memberi kebaikan mereka ke kamu diam-diam mereka sedang menganggapmu seperti celengan. Suatu saat mereka pasti akan meminta kembali kebaikan itu darimu dalam bentuk yang lain. Lalu ketika kamu tidak bisa atau memilih untuk tidak ingin mengembalikan itu; mereka mulai mengungkit-ungkit aset apa yang sudah ditanamkannya  kepadamu. Kemudian dengan bias, kamu dianggap tidak sadar diri, tidak tahu balas budi, tidak tahu caranya bersyukur pada mereka. See??? Waspada saja kalau banyak orang baik yang terlalu baik disekitarmu, ingat ya; di dunia ini tuh gak ada yang mananya gratisan. Jangan percaya, bohong! Mungkin mulanya kamu sulit melihat ujungnya, tapi pasti ada yang tersembunyi dibalik itu. Terserah sih ma...

Itinerary Gunung Papandayan 2018

Pendakian saya ke Gunung Papandayan kali ini ditemani oleh 4 orang. Pertama Amir, dia adalah teman sekelas saya ketika S1 di jurusan komunikasi. Kedua ada Ajeng, teman satu kampus, satu organisasi, juga teman mengaji bareng. Ketiga Esa, Esa adalah teman sekelasnya ajeng di jurusan teknik informatika. Dan terakhir ada Ryan. Ryan adalah temannya Amir. Kami berlima janjian untuk bertemu di titik kumpul Terminal Kampung Rambutan. Saya datang pertama, kemudian Ajeng dan Esa. Sambil menunggu Amir dan Ryan, kami bertiga makan malam dahulu dengan nasi padang. Tak lama kemudian Ryan tiba. Setelah Amir datang dan semua anggota lengkap kami langsung naik bis ekonomi AC meluncur ke Garut.  Kami berangkat sekitar jam sembilan malam. Tiba di Terminal Guntur-Garut jam setengah tiga pagi. Udara dingin mulai terasa menusuk kulit. Di sini saya dan teman-teman sempat diminta oleh seorang pemuda untuk memberinya sekian uang. Sepertinya ia mabuk, terlihat dari pupil matanya dan mulutnya ya...