Langsung ke konten utama

Kualitas VS Kuantitas

Kualitas vs Kuantitas

“Sangat logis bila pergerakan Islam berusaha merangkul dan merekrut sebanyak-banyaknya simpatisan dan kader yang akan memperkokoh barisan dengan berbagai metode yang sah dan legal. Namun kondisi ini tidak menjadikan pergerakan mampu mengumpulkan kader dalam jumlah besar yang memiliki kesamaan misi dan orientasi. Karena memang pada hakikatnya, kualitas mesti menjadi prioritas utama dibanding kualitas.

Pergerakan dakwah pernah memusatkan konsentrasi pada upaya perekrutan individu- tentunya butuh waktu yang lumayan panjang. Semua itu dilakukan demi harapan pengkaderan mereka untuk siap memikul amanah-amanah strategis dalam organisasi yang sesuai dengan kecenderungan dan bakatnya, sehingga demikian ia dapat mempertanggung jawabkan kerjanya. Namun dalam perjalanan, jamaah tak mampu mempertahankan dan menjamin para anggota yang sangat banyak tersebut agar tetap menyatakan kesetiaan sepanjang usianya (atau minimal sebatas masa kerjanya).

Karena individu bahkan terkadang kelompok orang yang belum menyadari daya gunanya lebih sering mendatangkan mudharat dibandingkan manfaat.
“Dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu) maka jumlah yang banyak itu tidak memberikan manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai berai.” (QS. At-Taubah: 25)

Kondisi mayoritas bukanlah jaminan mutlak dan harga mati, karena yang terpenting ialah keberadaan komunitas yang beriman kepada Allah serta memiliki komitmen tinggi untuk selalu berusaha berada dalam jalan kebenaran di segala kondisi.  Bahkan dalam satu waktu, jumlah yang banyak terkadang jadi penyebab kekalahan. Alasannya karena bisa jadi sebagian orang yang tergabung adalah mereka yang belum memahami esensi sesungguhnya dari Islam serta tidak memiliki komitmen utuh dalam menjalankan Islam sehingga di saat-saat kritis dan sulit mereka menjadi bimbang dan ragu. Lebih parah lagi kebimbangan, keraguan, dan perasaan ‘kalah’ tersebut ditularkan pada orang-orang sekitar dan barisan jamaah lainnya.

Oleh karena itu, merupakan keniscayaan bila dalam tubuh organisasi dakwah diperlukan sorting, evaluasi, dan pengujian terhadap anggota dan kader sehingga mereka benar-benar menjadi kader yang teruji keimanannya.”

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (begitu saja) mengatakan, ‘kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-‘Ankabut: 2-3)

kualitas lebih prioritas dibanding kuantitas yag tersurat dalam firman Allah:
“Wahai Nabi (Muhammad)! Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan seribu orang kafir, karena orang kafir itu adalah kaum yang tidak mengerti. Sekarang Allah telah meringankan kamu karena Dia mengetahui ada kelemahan padamu. Maka jika di antara kamu ada seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus (orang musuh); dan jika di antara kamu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah. Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 65-66)

memang hingga saat ini kuantitas yang memadai dengan kualitas tetaplah menjadi cita-cita yang selalu ingin dicapai.

#baca artikel ini jadi merasa wa-was, apakah diri ini termasuk yang lebih banyak memberikan mudharat atau manfaat dalam jamaah?
#bersabarlah dengan kesabaran yang baik, karena hanya orang-orang yang sabar yang dicukupkan pahala tanpa batas.
#introspeksi diri sendiri
#kontempelasi syiar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IBNU KHALDUN

Biografi Ibn Khaldun, nama lengkapnya adalah Abdu al-Rahman ibn Muhamad ibn Muhamad ibn Muhamad ibn al-Hasan ibn Jabir ibn Muhamad ibn Ibrahim ibn Khalid ibn Utsman ibn Hani ibn Khattab ibn Kuraib ibn Ma`dikarib ibn al-Harits ibn Wail ibn Hujar atau lebih dikenal dengan sebutan Abdur Rahman Abu Zayd Muhamad ibnu Khaldun. Abdurrahman Zaid Waliuddin bin Khaldun, lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H atau 27 Mei 1332 M.  

Sebuah Nasihat yang (Tidak) Perlu Dimasukkan ke Hati

Jarang-jarang temanku berpendapat sebegini panjangnya. "Ning, selama berhubungan dengan manusia; ketulusan itu utopis banget. Apalagi zaman sekarang. Naif namanya kamu percaya dengan hal itu. Nih ya, mungkin kamu engga sadar; sebenernya orang-orang yang memberi kebaikan mereka ke kamu diam-diam mereka sedang menganggapmu seperti celengan. Suatu saat mereka pasti akan meminta kembali kebaikan itu darimu dalam bentuk yang lain. Lalu ketika kamu tidak bisa atau memilih untuk tidak ingin mengembalikan itu; mereka mulai mengungkit-ungkit aset apa yang sudah ditanamkannya  kepadamu. Kemudian dengan bias, kamu dianggap tidak sadar diri, tidak tahu balas budi, tidak tahu caranya bersyukur pada mereka. See??? Waspada saja kalau banyak orang baik yang terlalu baik disekitarmu, ingat ya; di dunia ini tuh gak ada yang mananya gratisan. Jangan percaya, bohong! Mungkin mulanya kamu sulit melihat ujungnya, tapi pasti ada yang tersembunyi dibalik itu. Terserah sih ma...

Itinerary Gunung Papandayan 2018

Pendakian saya ke Gunung Papandayan kali ini ditemani oleh 4 orang. Pertama Amir, dia adalah teman sekelas saya ketika S1 di jurusan komunikasi. Kedua ada Ajeng, teman satu kampus, satu organisasi, juga teman mengaji bareng. Ketiga Esa, Esa adalah teman sekelasnya ajeng di jurusan teknik informatika. Dan terakhir ada Ryan. Ryan adalah temannya Amir. Kami berlima janjian untuk bertemu di titik kumpul Terminal Kampung Rambutan. Saya datang pertama, kemudian Ajeng dan Esa. Sambil menunggu Amir dan Ryan, kami bertiga makan malam dahulu dengan nasi padang. Tak lama kemudian Ryan tiba. Setelah Amir datang dan semua anggota lengkap kami langsung naik bis ekonomi AC meluncur ke Garut.  Kami berangkat sekitar jam sembilan malam. Tiba di Terminal Guntur-Garut jam setengah tiga pagi. Udara dingin mulai terasa menusuk kulit. Di sini saya dan teman-teman sempat diminta oleh seorang pemuda untuk memberinya sekian uang. Sepertinya ia mabuk, terlihat dari pupil matanya dan mulutnya ya...