Langsung ke konten utama

Takhta Awan

Takhta Awan

Takudar kembali & memulai hari baru sebagai Kaisar Mongol. Ia sering berpikir, nasib baik yang membawanya duduk di puncak setinggi awan. Keberuntungan dan kesempatan. Sementara teman-temannya yg lain melanjutkan hidup di tempat yang jauh dengannya, juga Almamuchi. Ia mulai berdamai dengan kenyataan bahwa seorang pemimpin akan selalu dielukan, berlimpah sanjungan, ditaati tanpa bantahan. Tapi juga berarti kesendirian, kesunyian, dan kekhawatiran akan banyak kehilangan nyawa.

Watak kepemimpinan Takudar amat berbeda dengan Arghun. Takudar menyadari sesungguhnya Arghun punya kharisma sebagai pemimpin sejati: lihai, cerdas, penakluk ambisius, punya keyakinan tak tergoyahkan, mampu menghimpun kekuatan & ditakuti para bangsawan serta perwira. Tapi satu titik gelapnya, pandangannya tak cukup jeli untuk menilai sesuatu, sehingga mudah dihasut oleh panglima Albuqa yang licik. Kontras dengan Takudar sebagai pemimpin; tekun, pekerja keras, nyaris tak punya waktu untuk diri sendiri, tapi juga terlalu banyak berpikir, terlalu baik hati, pengalamannya belum matang, orang-orang kepercayaannya masih segelintir, juga dukungan akar masih belum menguat sementara ia harus bisa menjalankan roda pemerintahan dengan Dewan Kurultai yg diisi oleh orang dari berbagi klan dengan banyak kepentingan.

Sungguh, menduduki takhta membutuhkan lebih dari sekedar semangat & kebaikan hati. Mongolia, singgasana, & kemusliman dirinya semakin jauh dari titik pertemuan.

Sementara itu bekas selir Raja Tuqluq, Selir Han Shiang juga menginginkan kekuasaan. Ia mendekati panglima Albuqa, kemudian menikah dengannya. Perpaduan yang amat berbahaya. Han Shiang sangat pandai mengambil hati Albuqa, dan ia juga yang menginisiasi konspirasi pembunuhan Takudar & menaikkan kembali Arghun. Tentunya dengan syarat kekuasaan Arghun harus berada di bawah bayang-bayang Han Shiang.

Takudar menghilang, menyelamatkan diri dari pembunuhan. Mongolia kembali kacau balau. Mengetahui hal itu, Almamuchi segera mencari Takudar & teman-temannya dengan membawa bayinya. Naas, Rasyiduddin meninggal di tangan Tomorbataar yg sedang mengejar Takudar.

Cerita selanjutnya bersambung dalam Sneak Peek.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selaman...

Ruhiyah dan Dakwah

Assalamua’alaykum, silahkan dibaca, Semoga bermanfaat.. :D Materi 1 : ma’rifatu dakwah Secara bahasa, ma’rifat artinya mengenal dan dakwah artinya menyampaikan. Pengertian dakwah menurut fiqih dakwah yaitu : a)       Dakwatunnas illallah, yaitu mengajak manusia kepada Allah. Melakukan sesuatu dengan tujuan ridho Allah, bukan karena figuritas seseorang. b)       Bil hikmah wal ma’uizzatil hasanah, yaitu dilakukan dengan hikmah dan dengan pelajaran yang baik. c)       Hatta ya’furu bitthagut wa yu’minubillah, yaitu sampai yang diajak mengingkari yang thagut (sesembahan selain Allah). d)       (afwan, yang ini lupa bahasa arabnya apa...hehe), pokoknya agar manusia keluar dari kegelapan (jahilliyah) dan menuju kepada cahaya (islam).

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran ...