Langsung ke konten utama

A Battleship and a Lighthouse

Would you read this story?
I think this is funny story about our perception, which is think that we are always true.  But…… let’s check this story first.

                Two battleships assigned to the training squadron had been at sea on maneuvers in heavy weather for several days. I was serving on the lead battleship and was on watch on the bridge as night fell. The visibility was poor with patchy fog, so the captain remained on the bridge keeping an eye on all activities.
                Shortly after dark, the lookout on the wing of the bridge reported, “light, bearing on the starboard bow.”
                “is it steady or moving astern?” the captain called out.
                Lookout replied, “ steady, captain,” which meant we were on a dangerous collision course with that ship.
                The captain then called to the signalmen, “signal that ship : we are on a collision course, advise you change course 20 degrees.”
                Back came a signal. “advisable for you to change course 20 degrees.”
The captain said, “send, I’am a captain, change course 20 degrees.”
                “I’m a seaman second class,” came the reply. “you had better change 20 course 20 degrees.”
                By that time, the captain was furious. He spat out, “send, I’m a battleship. Change course 20 degrees.”
                Back came the flashing light, “I’m a lighthouse.”
                We changed course.

Principles are like lighthouses. They are natural laws that cannot be broken. Individuals may look at their own lives and interactions in terms of paradigms or maps emerging out of their experience and conditioning, these maps are not territory. They are “subjective reality” only an attempt to describe the territory. Subjective reality is our perception.

The “objective reality” or the territory itself is principles or natural laws. It is impossible for us to break the law. We only can break ourselves against the law.
To sum up this story, I just want to say: keep check our perception, is it right perception or wrong perception? Because live in wrong perception just damage our life.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IBNU KHALDUN

Biografi Ibn Khaldun, nama lengkapnya adalah Abdu al-Rahman ibn Muhamad ibn Muhamad ibn Muhamad ibn al-Hasan ibn Jabir ibn Muhamad ibn Ibrahim ibn Khalid ibn Utsman ibn Hani ibn Khattab ibn Kuraib ibn Ma`dikarib ibn al-Harits ibn Wail ibn Hujar atau lebih dikenal dengan sebutan Abdur Rahman Abu Zayd Muhamad ibnu Khaldun. Abdurrahman Zaid Waliuddin bin Khaldun, lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H atau 27 Mei 1332 M.  

Sebuah Nasihat yang (Tidak) Perlu Dimasukkan ke Hati

Jarang-jarang temanku berpendapat sebegini panjangnya. "Ning, selama berhubungan dengan manusia; ketulusan itu utopis banget. Apalagi zaman sekarang. Naif namanya kamu percaya dengan hal itu. Nih ya, mungkin kamu engga sadar; sebenernya orang-orang yang memberi kebaikan mereka ke kamu diam-diam mereka sedang menganggapmu seperti celengan. Suatu saat mereka pasti akan meminta kembali kebaikan itu darimu dalam bentuk yang lain. Lalu ketika kamu tidak bisa atau memilih untuk tidak ingin mengembalikan itu; mereka mulai mengungkit-ungkit aset apa yang sudah ditanamkannya  kepadamu. Kemudian dengan bias, kamu dianggap tidak sadar diri, tidak tahu balas budi, tidak tahu caranya bersyukur pada mereka. See??? Waspada saja kalau banyak orang baik yang terlalu baik disekitarmu, ingat ya; di dunia ini tuh gak ada yang mananya gratisan. Jangan percaya, bohong! Mungkin mulanya kamu sulit melihat ujungnya, tapi pasti ada yang tersembunyi dibalik itu. Terserah sih ma...

Itinerary Gunung Papandayan 2018

Pendakian saya ke Gunung Papandayan kali ini ditemani oleh 4 orang. Pertama Amir, dia adalah teman sekelas saya ketika S1 di jurusan komunikasi. Kedua ada Ajeng, teman satu kampus, satu organisasi, juga teman mengaji bareng. Ketiga Esa, Esa adalah teman sekelasnya ajeng di jurusan teknik informatika. Dan terakhir ada Ryan. Ryan adalah temannya Amir. Kami berlima janjian untuk bertemu di titik kumpul Terminal Kampung Rambutan. Saya datang pertama, kemudian Ajeng dan Esa. Sambil menunggu Amir dan Ryan, kami bertiga makan malam dahulu dengan nasi padang. Tak lama kemudian Ryan tiba. Setelah Amir datang dan semua anggota lengkap kami langsung naik bis ekonomi AC meluncur ke Garut.  Kami berangkat sekitar jam sembilan malam. Tiba di Terminal Guntur-Garut jam setengah tiga pagi. Udara dingin mulai terasa menusuk kulit. Di sini saya dan teman-teman sempat diminta oleh seorang pemuda untuk memberinya sekian uang. Sepertinya ia mabuk, terlihat dari pupil matanya dan mulutnya ya...