Langsung ke konten utama

Abang Kondektur Pandai Baca Gestur

Sore itu naik bis jurusan Kampung Rambutan-Bogor untuk pulang ke rumah.
“Ayo neng, kosong kosong kosong. Bisa duduk.” Promosi dari abang kondekturnya. Kosong memang, tapi hanya bangku bagian belakang. Dan disanalah aku duduk, dekat abang kondektur yang berdiri (kadang gelayutan) di dekat pintu bis. Tak lama kemudian diambilnya sebatang rokok dari kantung depan kemejanya. Rokok itu dinyalakan, dan asapnya mengepul bebas dibawa angin. Tentunya aku pun kecipratan sebagian debu dan asap rokok itu. Hadeeeh, jujur aku merasa terganggu. Dan juga aku tidak begitu menyukai asap rokok, bau! Baunya itu loh nempel ke jilbabku. Padahal sudah wangi dicuci dengan cairan pewangi tapi harus tercemar dengan asap rokok, tak rela.

Wajahku mulai masam, kututupi hidung dengan jilbabku. Abang kondektur sesekali menoleh ke arahku. Akhirnya dia berkata,”neng, kalau gak tahan, berdiri aja noh di depan, biar gak kena asap.”
Waahhh keren juga nih abangnya bisa tahu kalau aku terganggu. Namun kalau ditantang begitu, siapa takut. Tanpa kata, tanpa basa basi, aku langsung bangkit berdiri ke tengah bis menghindari asap rokok. Tak apalah berdiri, toh sudah biasa, lagi pula masih bisa bersandar ke bangku yang lain. Setidaknya ini lebih nyaman daripada harus tercemar polusi rokok. Menurut penelitian, perokok pasif itu lebih besar resikonya daripada perokok pasif.
Karena mengantuk, aku tidur sambil berdiri di bis.

Selang beberapa waktu kemudian, abang kondektur itu memanggilku kembali. “Neng duduk lagi nih neng.” Baiklah, aku kembali duduk ke tempat semula. Abang kondektur melanjutkan kembali kata-katanya, namun dengan nada pembicaraan yang lebih rendah. “sebenernya nih neng, abang juga gak tega nyuruh neng berdiri. Tapi abang tuh emang pengen ngerokok. Seharian narik dari kampung rambutan hujan mulu, sewa jadi sepi. Nih mulut abang jadi pahit. Pengennya ngerokok.” Sambil bicara, matanya menerawang ke jalan. Tidak secara langsung menatap mataku. Padahal lazimya dalam konteks komunikasi, kontak mata itu  berarti menghormati lawan bicara. Aku mendengarkan saja, ekspresi datar. Ohh ternyata begitu, rokok memang adiktif. Kalau saat itu aku punya permen, mungkin akan kuberikan padanya. Paling tidak agar dia tidak merokok di depanku. Orang yang merokok di tempat umum itu : minus minus minus. Pokoknya poinnya minus.  Sebenarnya bukannya benci dengan rokoknya atau abang kondektur yang punya kebiasaan merokok, tapi tak suka dengan asap rokok plus racun-racun yang terkandung di dalamnya. Aneh ya, mayoritas orang Indonesia hidup dengan racun, lantas bagaimana mau sehat? Kalau mau ngerokok, ya sendirian saja. Tak perlu bagi-bagi racunnya ke orang lain. Padahal kan udara bersih itu sumber kehidupan, dan hidup itu hak asasi manusia. Betul gak?

Aku agak tegas memang tentang itu, tapi disatu sisi kagum juga sama abang kondekturnya. Dia pandai membaca gestur orang, bahkan sebelum orang itu mengeluarkan isyarat verbal. Dia punya kemampuan lain, tidak semua orang bisa tahu apa yang orang lain pikir atau rasakan kecuali mereka menyatakannya dengan kata-kata.
Hebat.
#another communication experiences

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selaman...

Jelajah Batu-Malang

Tulisan kali ini merupakan kelanjutan dari cerita tentang jelajah Malang. Destinasi utama hari terakhir di Batu-Malang adalah Museum Angkut. Berhubung Sabtu ternyata jam operasionalnya siang, akhirnya saya dan sahabat saya putar haluan ke destinasi lain setelah itu baru kembali ke sini.  Tempat yang kami kunjungi yaitu Coban Rondo. Dalam bahasa Indonesia, coban artinya air terjun dan rondo berarti janda. Maka bila digabung menjadi air terjun janda, entah sejarahnya bagaimana sehingga diberi nama demikian. Menariknya di kawasan juga ini terdapat beberapa air terjun lain, namun karena musim hujan dan jalanannya belum baik jadi kami urung lihat-lihat ke sana. Jarak dari pintu masuk ke air terjun sendiri cukup jauh kalau ditempuh dengan berjalan kaki. Selama perjalanan kita bisa melihat banyak pepohonan di sisi kanan dan kiri. Tempat ini cukup ramai dikunjungi oleh wisatawan. Ada juga hewan yang berkeliaran di sini, beberapa monyet hutan yang sepertinya jinak dan sudah terbias...

Jihad dan Tauhid sebagai Etos kerja (bag.1)

                Jihad atau mujahadah yang berasal dari kata jahada-yujahidu, yang mempunyai makna bersungguh-sungguh dalam mengerahkan seluruh potensi untuk mencapai suatu tujuan atau cita-cita. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an :                 “Dan barang siapa berjuang sekuat tenaga (jahada) sesungguhnya ia telah berusaha (yujahidu) untuk dirinya sendiri.” (Q.S. Al Ankabuut : 6)                 “Dan orang-orang yang berjihad di jalan Allah, maka Allah akan memberikan jalan baginya.” (Q.S Al Hajj : 77)                 Hanya orang-orang yang berpikiran sempit yang mengartikan dan menafsirkan jihad hanya dengan pengertian perang. Makna  jihad bila dikaitkan dengan bekerja atau berikhtiar adalah satu k...