“Suatu hari saya bermaksud membuat sebuah
biografi diri saya sendiri sebagai kado untuk calon istri saya nantinya. Karena
saya tahu, untuk sekian lama waktu kebelakang saya baginya adalah orang asing. Niatnya
saya ingin agar dia tahu, dia kenal saya. Tapi begitu saya menulisnya, biografi
itu tak pernah selesai. Rasanya kata-kata yang saya tulis tidak cukup untuk
menggambarkan kehidupan saya selama ini. Tentang keluarga saya, ayah saya, ibu,
adik, dan orang-orang lain disekitar saya.”
Pria itu diam sejenak, “Dulu ayah saya tidak
mendukung hobi saya sebagai animator, dia menganggap hobi ini tak bisa memenuhi
kebutuhan finansial saya. Dia berharap anaknya bisa jadi pegawai negeri atau
bekerja di kantor kecamatan. Maklum saya hidup dipedesaan. Tapi saya suka
animasi, lalu pelan-pelan saya buktikan pada ayah saya. Sampai tetangga saya
yang cerita sendiri pada ayah saya. Wah pak,
anakmu hebat lho! Karyanya dapat penghargaan. Ayah saya mulai luluh, dan
perlahan menerima prinsip saya. Dan itu hanya sebagian kecil cerita dalam hidup
saya. Jadi buat kalian, yang masih muda masih banyak waktu luang, cobalah
menulis, minimal nge-blog. Nge-blog itu lebih ringan daripada membuat sebuah
biografi. Mirip catatan harian terbuka.”
“Yaa, siapa tahu, nanti ketika bertahun-tahun
kemudian, ada anak/cucumu atau keturunanmu yang melihat blogmu. Dan dia bilang
: wahh ini cerita ibu/nenek saya, dan ohhh ohhh ohhh yang lain. Kan siapa yang
tahu?”
Begitu cerita seorang tutor animasi pada kami,
memotivasi untuk terus konsisten menulis, dan mengikuti impian-impian yang kami
punya. Sebuah epilog singkat di akhir pelatihan animasi.
Komentar
Posting Komentar