Langsung ke konten utama

Ternyata Orang Tua Pernah Sedih

Hujan deras mengguyur Margonda sore itu. Buru-buru aku naik ke dalam angkot D11, karena gak bawa payung. Yang naik angkot ini hanya empat orang. Memasuki jalan akses UI, penumpangnya tinggal aku seorang. Hujan masih belum mau berhenti. Teringat pesan salah satu bapak dosen : coba sekali-sekali kalau naik kendaraan, ngobrol sama supirnya. Kebanyakan orang mah cuek-cuek aja sama sekitarnya. Padahal mereka kan juga manusia, bukan robot yang kerjanya nyupir semata. Daripada iseng bengong, coba nanya-nanya sama bapak supir angkot ini.

“pak kalau narik pas musim hujan gini sepi ya?”
“iya neng. Yaah namanya juga udah musimnya.”
“oohhh.”
“Neng kuliah apa kerja?”
“Masih kuliah pak.”
“Wah, bersyukur deh. Zaman sekarang mah pendidikan mahal.”
“Iya pak. Mahal”
“nih neng, saya perhatiin anak-anak kuliah zaman sekarang mah gaya-gayaan doang. Gak bener-bener kuliahnya. Mereka mah kagak tahu susahnya orang tua nyari uang buat ngebiayaiinnya. Mudah-mudahan mah si Eneng kagak kayak gitu.”
“doain aja pak.”
“moga-moga saya juga bisa ngebiayain pendidikan anak saya nantinya.”
“aamiin, emang anak bapak kelas berapa sekarang?”
“semester tiga.”
“semester tiga?”
“hahaha. kelas tiga SD Neng. Dia sekolah di kampung. Saya ngerantau nyari nafkah disini. Sebenernya mah kangen anak istri dikampung. Ntar dah kalau udah jadi orang tua, Neng ngerasain sendiri.”
“uuummmnn..”
“rasanya tuh sedih Neng, jarang-jarang bisa ketemu anak. Sedih Neng kalau jadi orang tua tapi gak bisa ngasih apa-apa, gak bisa nurutin kepengenannya si anak”
“ooohhh begitu ya pak.”
Dan bla bla bla..

Intinya sih, dapat nasehat dari bapak supir ini.
Apa iya orang tua itu sedih kalau gak bisa mengabulkan keinginan anaknya? Masa sih?
Penasaran dengan pertanyaan itu, akhirnya kutanya pada mama.
“ma, emang mama sedih ya kalau gak bisa nurutin permintaan Ning?”
“kenapa mendadak nanya gitu?”
“pengen tahu.”
“ya sedihlah. Orang tua mana yang gak sedih! Pengennya tuh semuanya dikabulin, semuanya buat anaknya. Orang tua kerja banting tulang, buat siapa kalau bukan buat anaknya? Kalau misalnya udah dikabulin, tapi si anak masih bandel, itu anaknya aja yang gak tahu diri namanya”
“ohh jadi sedih ya?”
“iya. Mama bela-belain nyisihin uang buat kamu sama adikmu, buat bayar uang sekolah. Sedikit-sedikit nabung buat beliin kamu laptop. Mama itu khawatir kalau kamu tiap hari pulang malem, jam dua belas nyampe rumah abis ngerjain tugas dari rental. Mama itu tidurnya gak pules, gak bisa merem kalau kamu belum di rumah, apalagi kamu perempuan.” Ternyata aku baru tahu, diam-diam mama takut anaknya kenapa-kenapa. Terharu, tapi tetap saja wajahku datar. Gak bisa menitikkan air mata di depan mama. Kalau diingat-ingat lagi, ya ampun, jangan-jangan banyak dosaku, jangan-jangan banyak prasangka-prasangka burukku ketika orang tua melarangku melakukan ini, melakukan itu.
“kalau bapak, apa sedih juga?”
“gak tahu deh, kamu tanya aja sendiri.”
“yaahh.. boro-boro nanya, duduk di sampingnya sebentar aja, belum ngomong, udah disuruh-suruh pasti. Gimana mau ngomong?”
Hingga saat ini aku gak tahu, apa bapak pernah sedih. Bapak itu bukan tipe orang yang mudah mengartikulasikan perasaannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IBNU KHALDUN

Biografi Ibn Khaldun, nama lengkapnya adalah Abdu al-Rahman ibn Muhamad ibn Muhamad ibn Muhamad ibn al-Hasan ibn Jabir ibn Muhamad ibn Ibrahim ibn Khalid ibn Utsman ibn Hani ibn Khattab ibn Kuraib ibn Ma`dikarib ibn al-Harits ibn Wail ibn Hujar atau lebih dikenal dengan sebutan Abdur Rahman Abu Zayd Muhamad ibnu Khaldun. Abdurrahman Zaid Waliuddin bin Khaldun, lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H atau 27 Mei 1332 M.  

Sebuah Nasihat yang (Tidak) Perlu Dimasukkan ke Hati

Jarang-jarang temanku berpendapat sebegini panjangnya. "Ning, selama berhubungan dengan manusia; ketulusan itu utopis banget. Apalagi zaman sekarang. Naif namanya kamu percaya dengan hal itu. Nih ya, mungkin kamu engga sadar; sebenernya orang-orang yang memberi kebaikan mereka ke kamu diam-diam mereka sedang menganggapmu seperti celengan. Suatu saat mereka pasti akan meminta kembali kebaikan itu darimu dalam bentuk yang lain. Lalu ketika kamu tidak bisa atau memilih untuk tidak ingin mengembalikan itu; mereka mulai mengungkit-ungkit aset apa yang sudah ditanamkannya  kepadamu. Kemudian dengan bias, kamu dianggap tidak sadar diri, tidak tahu balas budi, tidak tahu caranya bersyukur pada mereka. See??? Waspada saja kalau banyak orang baik yang terlalu baik disekitarmu, ingat ya; di dunia ini tuh gak ada yang mananya gratisan. Jangan percaya, bohong! Mungkin mulanya kamu sulit melihat ujungnya, tapi pasti ada yang tersembunyi dibalik itu. Terserah sih ma...

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selaman...