Bagi
kita-kita yang sering keBANGETan
keponya tentang sesuatu,
yang
sering SOTOY atas pengetahuan yang
dimiliki (walau sebenarnya pengetahuan yang kita miliki relatif kecil
dibandingkan dengan yang lain),
yang
seringnya NYAMBER aja kayak kabel
listrik padahal orang lain belum selesai dengan kalimat-kalimatnya, lantas
dengan tidak sabar kita potong dengan komentar-komentar pribadi yang kita
anggap benar,
atau
kita yang justru memperunyam masalah dengan minimya pengetahuan tapi masih saja
berlagak ‘SOK IYE’ dan pengen banget
dianggap EKSIS dengan penghormatan
orang lain atas diri kita,
Maka
ada baiknya kita memperhatikan sepenggal kisah Musa a.s dengan Khidr a.s. yang
diceritakan dalam Al Qur’an:
Musa
berkata kepadanya, “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku
(ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?”
Dia
menjawab, “Sungguh, engkau tidak akan
sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana
engkau akan dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan
yang cukup tentang hal itu?”
Dia
(Musa) berkata, “Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku
tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun.”
Dia
berkata, “jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku
tentang sesuatu apa pun, sampai aku menerangkannya kepadamu.”
Maka
berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia
melubanginya. Dia (Musa) berkata, “mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah
untuk menenggelamkan penumpangnya?” Sungguh, engkau telah berbuat sesuatu
kesalahan yang besar.
Dia
berkata, “bukankah sudah kukatakan, bahwa engkau tidak akan mampu sabar
bersamaku?”
Dia
(Musa) berkata, “janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah
engkau membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.”
Maka
berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda,
maka dia membunuhnya. Dia (Musa) berkata, “mengapa engkau bunuh jiwa yang
bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh engkau telah melakukan
sesuatu yang sangat mungkar.”
Dia
berkata, “bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu
sabar bersamaku?”
Dia
(Musa) berkata, “jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka
jangan lagi engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah
cukup (bersabar) menerima alasan dariku.”
Maka
keduanya berjalan, hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri,
mereka berdua meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka (penduduk negeri
itu) tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang
hampir roboh (di negeri itu), lalu dia menegakkannya. Dia (Musa) berkata, “jika
engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.”
Dia
berkata, “inilah perpisahan antara aku dengan engkau; aku akan memberikan
penjelasan kepadamu atas perbuatan yang engkau tidak mampu sabar terhadapnya.
Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja dilaut; aku bermaksud
merusaknya, karena dihadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap
perahu. Dan adapun anak muda (kafir) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami
khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan
kekafiran. Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya
dengan (seorang anak lain) yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan
lebih sayang (kepada ibu bapaknya). Dan adapun dinding rumah itu adalah milik
dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya
Tersimpan
harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang saleh. Maka Tuhanmu menghendaki
agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai
rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat
bukan menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang
engkau tidak sabar terhadapnya.”
(QS.
Al-Kahf: 66-82)
Dalam
sejarah yang lain, pernahkah kita merenungkan, bagaimana jadinya saat
Rasulullah pulang ke rumah setelah menerima wahyu yang membuatnya menggigil
hebat, kemudian istrinya, Bunda Khadijah r.a tidak mampu bersabar dan hal
pertama yang dilakukannya adalah memaksa bertanya pada Rasulullah “ada apa
sebenarnya?” entah apa jadinya riwayat kenabian, dakwah, dan etika pergaulan
kini.
Ya
Allah, jauhkanlah diri ini dari sifat tergesa-gesa, dari sifat ketidakjelian
dalam memahami keadaan, dan dari ketidakmampuan untuk menahan diri sendiri.
#NoteToMySelf
Komentar
Posting Komentar