Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2013

Jadi Cantik?

Taman kota siang ini tak begitu ramai.  Sembunyi dibalik dahan rindang pohon beringin dari ganasnya terik matahari memang terasa lebih nyaman. Apalagi ditemani segelas es doger merah muda kesukaan Rara. Tapi entah dari mana suara seseorang tiba-tiba mengejutkan keheningan taman itu. “Raraaaa!” “Huhuhu mau cerita. Emnn.. tapi darimana ya?” Gea, perempuan tomboy dengan potongan rambutnya yang pendek setelan kemeja dan jeans duduk disamping Rara dengan wajah mirip layangan singit. Cemberut. “cerita apa? Haha, lucu banget sih kamu, Ge. Datang-datang bikin gempar.” “ihh, lagi sebel tahu! Sruupp... sruppp” sambil meneguk es doger milik Rara tanpa permisi. “iya, yasudah. Cerita aja. Tapi esnyaaaa.....” “hehe, maaf Ra, panas banget, haus jadinya. Jadi ceritanya tadi tuh...” Gea mulai serius bercerita. *** Pagi hari di rumah Gea. “Gea, kamu itu perempuan! Jadilah perempuan yang semestinya. Yang lemah lembut, yang cantik, ehhh ini mah kelakuan mirip anak laki-laki. Hobinya

Bunyi Lisan Kita

Daging tak bertulang itu bernama lidah. Lunak memang, tapi ia mampu menembus apa yang tidak bisa ditembus oleh jarum. Sekali lisan terucap, maka ia bak anak panah yang tak bisa diulur kembali ke dalam busur. Tanpa disadari ternyata lisan inilah yang seringkali menjadi boomerang bagi diri sendiri. lisan seseorang menentukan derajatnya. Derajat pertama adalah orang yang berkualitas, bicaranya selalu bermanfaat, sarat dengan hikmah, ilmu, solusi, atau dzikir. kedua, derajat orang yang biasa-biasa, cirinya mudah mengomentari apapun yang dilihat atau didengarnya, walau tidak ada manfaatnya. Ketiga, orang rendahan, ia mudah mencela, mengeluh, dan selalu memandang dari sisi negatif. Sedangkan keempat, orang yang dangkal, selalu menceritakan kelebihannya dan ingin terus dihargai. Juga tidak layak apabila ingin orang lain memahami isi pembicaraan kita, namun kita tidak peduli apakah itu menyinggungnya atau tidak. Sebelum bicara, perhatikan perasaan atau ekspresi wajah lawan bicara. Jik

Bukan Malaikat

Bagaimana jika, ternyata : Dirimu bukan seperti yang mereka sangka? Bukan seidealis harapan-harapan mereka? Jika nyatanya ada peran yang tak mampu lagi kau mainkan, Masihkah mereka akan tetap ada disampingmu? Mendukungmu dengan tulus? Ah ya, aku tahu. Kau bukan malaikat. Jadi biarkan saja mereka. Mengapa harus takut dengan apa yang mereka pikir? Kalau mereka cerdas, Tentu akan bertanya padamu Tentang apa yang sebenarnya terjadi. Bukannya bebas sesuka hati menghakimi.

Logo MaMen