Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label iseeeeeng doang

Seandainya Saja

Mari kita berandai-andai Seandainya saja hidup kita masing-masing berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan Seandainya kamu lulus tepat waktu, menikah lebih cepat, pun punya pekerjaan yang sesuai dengan impianmu Tanpa harus melalui hari-hari gelap Begitupun denganku Seandainya aku lulus tepat waktu, bekerja sebagai jurnalis internasional, berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat Tanpa pernah melalui hari-hari buruk nan berat Seandainya semua itu terjadi Kupikir aku tak akan jadi bagian dari episode hidupmu Pun bagiku, tak akan ada jejak tentangmu tak akan paham dengan duniamu Mungkin ujungnya tak ada cerita tentang kita Maka, seandainya saja hidup bergulir sesuai dengan apa yang kita harapkan Bagian diri kita yang mana kah yang akan lebih banyak bersyukur?

Luar Negeri

Pernah suatu kali kuajukan pertanyaan padamu, Kak. Masih ingat kah? Mungkin saat dirimu membaca tulisan ini, Kakak akan senyum-senyum sendiri. Ahh iya aku tahu, waktu itu aku terlalu percaya diri, terlalu naif. Haha.. tak apalah, seiring waktu aku justru menemukan jawaban dengan caraku sendiri. “Kakak, aku sudah apply beasiswa ke Jepang! Doakan ya” “Aamiin.. Kamu seriusan Ning?” “Hehe.. Iya kak coba-coba aja.. Kakak gimana? Ummn, nanti tujuan kakak mau kemana?” “Ummn.. Kemana ya? Pengen sih ke luar negeri. Tapi nanti aja deh, kalau udah ada suami. Hehe” Alisku terangkat, keheranan atas jawabannya. Suami? Sesuatu yang sama sekali tak pernah terpikirkan olehku. Kakak perempuanku ini, entah bisa dibilang polos atau penurut ya? Hanya terkadang aku sulit mengerti pikirannya. “Tapi kak, emang nanti suami kakak mengizinkan untuk belajar lebih tinggi? Melihat dunia yang lebih luas? Atau pergi kemana pun yang kakak suka?” dan diriku masih terlalu hijau, mengkel, sedikit liar, dan...

Seleramu VS Seleraku

“Saya suka tulisan di buku ini, alurnya menarik.” Pendapatku antusias. “Kalau saya malah lebih suka buku yang ini. Menurut saya lebih...” jelasmu begitu. Ah iya, ini soal selera. Tak apa, tak perlu diperpanjang. Seleramu dan seleraku berbeda, tak perlu mendebat selera siapa yang lebih baik. Seperti kopi, kalau semuanya sepakat, tentu ia hanya akan menjadi kopi pahit. Namun menarik bukan? Ketika kreativitas dan selera yang berbeda mengkolaborasikan sebuah kopi menjadi minuman kopi jenis lain; tubruk, espresso, latte, white coffee, moccachino, cappuchino, brown coffee, dan jenis minuman lainnya. Hey teman, betapa indahnya jika masing-masing bisa saling menghargai keunikan masing-masing.

Utuh

jika kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah; kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Untuk memahami seseorang, kita harus melihatnya dalam konteksnya, dalam lingkungannya, dalam masalah yang dihadapinya. Ibarat mencintai seseorang, meskipun hal itu disimpan dalam ruang yang sunyi, sejauh mana kita bisa menerima orang itu lengkap dengan keseluruhan hidupnya. Atau jangan-jangan selama ini kita hanya kagum pada kebaikannya kemudian menutup mata pada kehidupannya yang lebih luas. Melihatnya dengan kacamata terpisah, melihatnya hanya sebagai individu. Namun menolak untuk melihat tentang orang-orang dan segudang pengalaman yang lebih dahulu mengisi kehidupannya.

Tentang Keikhlasan

Ah aku tahu, tak patut bagiku bertanya tentang keikhlasan. Pahamku bahwa kerelaanmu itu tersimpan dalam hatimu. Bahwa samudra hatimu pun hanya kamu dan Allah yang mengerti. Takut-takut semakin ditanya, maka ada sisa-sisa keikhlasan yang belum kamu ikhlaskan. Tapi izinkan aku, setidaknya mengetahui bahwa dalam hubungan sesama manusia antara aku, kamu, dia, mereka; antara kita, hatimu benar telah rela. Setidaknya izinkan aku, untuk memastikan rasa, untuk meyakinkan diri sendiri, tak ada duri yang kutinggalkan. Karena aku sungguh khawatir bila tanpa ku sadari, duri itu kau pelihara dalam hatimu. Membuat hatimu meradang. Setid aknya izinkan aku tahu hatimu benar telah rela, agak aku tidak terbenam pada rasa bersalah.

Yang Lain Mana?

“Yang lain mana?” Satu orang bertanya tentang itu. “Teman kamu mana?” Dua orang yang bertanya. “Kok sepi, teman-teman kakak (adik- kalau yang bertanya usianya lebih tua) yang lain gak dateng?” Tiga orang bertanya lagi. Empat, lima, dan seterusnya dengan pertanyaan yang intinya sama. Gak salah kok, mereka gak salah bertanya begitu, mungkin mereka ingin tahu kabar yang lain atau hanya sedang heran karena melihatku (atau mungkin siapa pun yang kebetulan sedang sendirian, cuma berdua, atau bisa dibilang minoritas dibanding yang lain). “ohh si A lagi sibuk ini, si B lagi bantu ibunya, si C lagi sakit, si D, si F, si G blablablabla...” kalau menjelaskan alasan satu atau dua orang sih gak masalah, tapi kalau harus menjelaskan keabsenan 10 orang lebih kepada si penanya yang berbeda-beda dan berulang-ulang, males juga -_____-“ Semakin ditanya begitu kok jadi ngerasa aneh sendiri, lama-lama kok jadi berasa sepi sendiri. Lama-lama merasa jadi kayak orang yang gak amanah, gak bisa...

Dalam Mihrab Cinta

Ini lagu gak sengaja nemu pas lagi jalan-jalan di tumblr orang. Biasanya sih saya ga terlalu ngeh sama lagu-lagu, apalagi yang temanya cinta. Soalnya mainstream banget temanya. Hehehe.. Ehh tapi pas didengerin, yang ini beda. Hmmmn.. jadi mikir, ada gak ya orang yang kayak begini. Umnn maksudnya dia cinta tapi ikhlas banget, rela banget gitu. Kalau ada hebat banget kali ya itu orang. Kan umumnya dimasyarakat kalau cinta atau suka sama orang trus nembak trus jadian trus putus nyambung deh. Basi banget alurnya, udah gitu belum halal lagi (*sotoy mode on). Oiya ini lagu juga merupakan soundtrack film dengan judul yang sama: Dalam Mihrab Cinta. Saya juga belum pernah nonton filmnya sih, haha padahal waktu itu sempet disuruh teman untuk nonton. Tapi lupa mulu~ Demi cinta kupergi Tinggalkanmu relakanmu Untuk cinta Tak pernah kusesali Saat ini Kualami, kulewati Suatu saat ku kan kembali Sungguh sebelum aku mati Dalam mihrab cinta kuberdoa Semoga Suatu hari kau ...

Tulisan Abadi

Diri ini hanya seorang penulis, bukan penyair apalagi sastrawan. Mungkin itu yang membedakan. Diri ini hanya seorang penulis amatir yang mencoba meletakkan pemikiran dan mengekspresikan perasaan dalam kata sebagai catatan. Bahkan terkadang tak pandai memilih diksi. Tulisan ini mungkin masih jauh... jauh sekali dari kategori “bagus” atau semacamnya. Mungkin tulisan ini pun belum mampu menggetarkan jantung, atau menggerakkan hati-hati pembacanya. Hanya tulisan sederhana, iseng, polos dan nyeleneh. Tulisan ini menjadi sebagian rangkaian catatan perjalanan hidup penulisnya. Di sisi lain, tulisan ini adalah sebuah perenungan. Memang, bisa jadi perenungan yang dangkal dan terkesan sepihak. Acapkali terasa, diri ini menulis bukan untuk bercerita pada yang lainnya, tapi untuk berbincang dengan pikiran dan mendengarkan nurani sendiri. Dan ada semburat asa menyenangkan apabila tulisan-tulisan sederhana dapat bermanfaat untuk orang lain. Karena.... tulisan abadi, sedang l...

Tentang Perempuan

Jika berpikir sejenak tentang perempuan, memori ini selalu muncul ke permukaan. “teman-teman tahu? Perempuan itu racun dunia!...” kata-kata seorang adik kelas tingkat 2 SMA yang begitu menggelegar dan bergelora dalam mushola. Adik kelas yang secara tingkatan berada di bawahku, kendati secara fakta umurnya dia yang lebih tua. Mungkin dia sedang diskusi atau memberi arahan pada adik-adik tingkat 1 yang juga laki-laki. Kata-kata itu begitu nyaring dan menggebu-gebu, hingga mampu menembus dinding-dinding mushola. Pun tidak sengaja nyangkut di telingaku dan Yat yang kebetulan lewat di depan mushola. Yat dan aku saling pandang, hening beberapa saat dan meneruskan perjalanan menuju kelas 3 IPA. Sepulangnya dari kelas IPA, kata-kata itu masih terngiang. Sedikit nyelekit di hati. “yat, emang kita itu racun dunia ya?” tanyaku penasaran. Sebegitu rendahnyakah martabat perempuan di dunia? “gak tahu Jo.. mungkin dia KETU, kecil-kecil tua. Pemikirannya itu...” “hahahaha....” kami berdua...

Apa Maksud 'Lapar'?

Apa maksud ‘lapar?’ Apakah lapar yang dimaksud orang-orang sama dengan pengertian lapar dalam slogan-slogan puasa Ramadhan: marilah kita berpuasa untuk dapat merasakan penderitaan lapar dan dahaga saudara duafa kita? Apakah lapar sama dengan data statistik yang mengatakan bahwa angka penderita gizi buruk meningkat? Apakah lapar adalah identifikasi dari beras miskin, keluarga miskin, jaring pengaman sosial, antrian minyak tanah, laporan-laporan di media massa dan elektronika? Lapar adalah ketika sepekan berturut tak ada makanan layak yang masuk ke perut. Lapar adalah ketika sedikit uang untuk membeli beras, terpaksa bergilir memakannya. Lapar adalah ketika lauk tempe, tahu, kecap, sayur kangkung, tak bisa beriringan. Jika siang memakan tahu dan sayur taoge, jangan harap malam bisa makan lagi. Lapar adalah tumpukan utang di warung keliling. Lapar adalah rasa malu, hina, dan harga diri. Lapar adalah rasa melilit, mata berair menyaksikan orang-orang di televisi masih...

Keterbukaan Tanpa Beban

“Pada topeng, kita paling tidak belajar satu hal, ada wajah kita yang sejati, diri kita yang asli tersembunyi di sana. Untuk menemukan itu kembali, kita hanya perlu melepas topeng, sesederhana itu…” -Muhammad Akhyar Relasi yang baik, dibentuk dengan komunikasi yang baik pula. Semakin kita terbuka dengan orang lain, kepercayaan semakin terbangun. Semakin meningkatnya kepercayaan dalam sebuah relasi, semakin terasa nyaman pula kita untuk membuka siapa sejatinya diri kita. Tentu orang yang berharap menjalin relasi yang baik tidak dibangun dengan jalan kepura-puraan dan saling mencurigai. Hambatan terbesar sebenarnya bukan terletak pada bagaimana kita mengungkap dan coba memahami sosok asli di balik topeng lawan bicara kita. Tapi di awali dari sejauh mana kita berani untuk melepas topeng kita sendiri. Sejauh mana kita berusaha untuk terbuka dan merasa nyaman menjadi diri kita sendiri. Memang bukan hal yang ringan ketika kita mencoba melepas topeng. Kita sering malu bersikap, men...

Meresahkan

Mungkin ia tengah berpikir lebih dari dua kali, Atau mungkin puluhan kali, ratusan, atau juga ribuan kali Sehingga pertanyaanku yang sederhana itu membutuhkan waktu lama untuk dijawab. Atau mungkin akunya yang tidak sadar, Bahwa kepolosan pertanyaanku itu bisa menyeretnya ke dasar neraka. Umn, tapi seingatku, aku tidak bertanya tentang halal, haram, atau syubhat di antara keduanya. Keterdiamannya itu meresahkan.

Pion Kecil

Kadang ia merasa ia lebih mirip pion kecil dalam bidak percaturan Pion kecil yang tak punya banyak pilihan Pion kecil yang langkahnya harus selalu maju, maju, maju satu langkah Pion kecil yang berada dalam barisan terdepan Ia bertanya-tanya, pertanyaan yang memburu Siapa sih yang menempatkan dirinya diposisi ini? Dan mengapa ia harus menjadi pion yang hanya punya pilihan untuk melangkah maju? Bukannya tidak ngeri Bukannya jantung tidak bergetar hebat Apabila berhadapan dengan benteng, kuda, ster, ratu, dan raja pihak lawan Mereka... petinggi yang lebih fleksibel langkahnya Mereka... lebih powerful Pion kecil ini bisa saja mendapat serangan dari arah yang tak terduga Pion ini rentan luka, dan bisa tewas kapan saja Sesekali nyali pion ini mengerdil Tapi apakah pantas mereka yang lebih powerful di dunia percaturan lebih ia takuti dari pada Tuhannya? Bila ketakutan menjalar meremas hati Pion kecil ini hanya bisa menutup mata dan tetap berjalan Kemampuan...

Masakan Nyokap

Suka makan di tempat mahal? Resto bermerek? Atau cafe bergengsi? Kalau saya sih bukan tipe orang yang sering dan suka makan di tempat itu. Hahaha, uang jajan satu bulan langsung jebol kalau sering-sering pergi ke tempat seperti itu. Apabila diminta memilih menghabiskan waktu antara belanja baju, aksessoris, sepatu, atau hang out di resto? Saya mendingan ke toko buku, kalau belum ada buku yang ingin dibeli, setidaknya bisa baca-baca. Mengenyangkan pikiran itu lebih tahan lama daripada mengenyangkan perut. Tapi sesekali iseng nyobain makan di salah satu resto pinggir jalan Margonda bareng teman. Foto makanan yang terpampang besar di dinding resto kelihatannya menarik. Pas lihat daftar harganya lumayan.  Akhirnya memilih order nasi goreng karena kelihatan difotonya yummy banget. Jeng jeng... pas mbak waitress -nya meletakkan nasi goreng itu ke meja, saya terenyuh. Kok tidak seperti yang difotonya? Ini porsinya lebih sedikit dan tampilannya sederhana sekali. Pas dicobain, yaaah...

Sepele Sih

Sepele sih. ini menyangkut kehidupan sehari-hari. Tapi setiap kali berurusan dengan hal-hal ini, hati saya tidak nyaman, pikiran saya selalu bilang: seharusnya tidak begini, dan akhirnya kesal sendiri. Yeah, walaupun itu belum menghasilkan apa-apa secara realistis. 1. Orang yang merokok ditempat umum, apalagi di depan anak kecil. Tahu kan bahaya rokok itu apa? Well , kita juga tahu kan anak kecil itu belajar dengan cara meniru? Dan biasanya ingatan masa kecil itu lebih lekat terekam. Nah perilaku gini nih yang tanpa sadar ditularkan orang dewasa ke anak kecil. Dan satu lagi yang saya tidak suka, rokok itu bau! 2. Yang ini masalah klasik banget, melempar sampah sembarangan. Contoh kecilnya, sering banget lihat orang buang sampah di dalam angkot (duuuh, emang ini angkot tempat sampah ya? Dan itu berarti sepangjang perjalanan ditemani oleh sampah) yang membuat saya sangat tidak nyaman. Dan lagi-lagi, seringnya yang melakukan hal ini adalah orang dewasa. Pengen banget tereeeaak : ...

kata cinta Umar

Ekstrem, tapi sungguh eksotis. lima kata cinta Umar bin Khattab, ”Ya Rasulullah, izinkan kupenggal lehernya” Inilah kata cinta Umar, pria yang dikenal dengan karakternya yang keras Menghunuskan pedang ke leher musuh-musuh Allah Membutuhkan lebih dari sekedar keberanian, Tapi juga keimanan kuat yang menghujam ke dada, mengiringinya Dan niat yang benar-benar bersih dari hawa nafsu dan amarah Ia tidak sekali-kali membiarkan cintanya menjadi liar tanpa ridha Allah, ridha Rasulullah