Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

8 Alasan Travelling Itu Penting

Picture taken by: Bagus "Dunia ini bagaikan buku raksasa. Dan mereka yang tidak melakukan perjalanan, hanya membaca satu halaman saja.” –St. Agustine. Kamu suka travelling ? Kalau begitu kita tos dulu. Siapa tahu kita nanti bisa jadi travelmate . Bicara tentang travelling mengingatkan saya pada satu ide gila yang pernah saya punya: “Menjadi jurnalis yang bisa keliling dunia”. Sebuah ide yang kala itu (masih maba) tercetus saat menjawab pertanyaan dosen tentang apa yang akan kamu lakukan setelah lulus kuliah. Saya sebut ide gila karena saat itu daya feasible -nya rendah. Keliling dunia itu harus punya finansial yang kuat kan? (normalnya sih begitu). Coba bayangkan: perempuan, baru lulus kuliah, belum punya penghasilan tetap, tapi mau keliling dunia, sebagai jurnalis pula. Terdengarnya sih asik, tapi perusahaan media mana gitu yang mau merekrut dan membayar perempuan unik ini untuk travelling ? Haha absurd sekali. Ya Hal baiknya adalah pertanyaan dan kontradiksi ini ja

Mendidik Dengan Kekuatan Fitrah

Setelah mengikuti matrikulasi institut ibu professional hingga pekan ke empat, ada satu pelajaran penting yang aku  dapatkan: menjadi jujur pada diri sendiri. Kadang jujur dengan diri sendiri adalah hal yang tidak mudah. Pada pekan ke empat ini tugasnya adalah menilik kembali tugas-tugas NHW sebelumnya. Tugas minggu pertama tentang memilih jurusan ilmu di universitas kehidupan, kali ini ditanyakan kembali apakah tetap fokus pada pilihan tersebut atau pindah jurusan lain? Maka jawabanku adalah tetap pada pilihan tersebut tapi memang perlu dispesifikkan pada jurusan ibu profesional, karena apabila wisuda dari universitas kehidupan nanti aku ingin cumlaude sebagai salah satu ibu peradaban, dan bisa menghadap Rabb semesta alam dengan sebuah kebanggan menjadi seorang perempuan, seorang istri, dan seorang ibu. Aamiin. Review tugas minggu kedua yang agak berat, secara aku ini orangnya memang agak sulit disiplin dan sullit menuliskan perencanaan secara detail. Sejujurnya ada banyak bagian t

Teman yang baik

Saat saya diminta untuk mendefinisikan tentang teman terbaik, jujur agak sulit untuk menyebutkan satu nama. Karena pasti nanti banyak teman lain yang cemburu, haha. Tapi kalau diminta untuk menyebutkan teman-teman baik, selalu ada beberapa nama yang menemati ruang-ruang tertentu di hati saya. Saat ditanya apa definisi teman yang baik, saya jadi ingat tentang sebuah pesan kurang lebih begini isinya: “Teman baik adalah saudara yang tulus mendoakan dan mengingatkan kepada Allah, yang senantiasa menjalin hubungan, memberi ketenangan saat bersamanya. Ada inspirasi amal shalih saat melihatnya. Dalam diamnya, ia mendoakan. Dalam senyumnya, ia menenangkan. Dalam tawanya, ia tumbuhkan keceriaan. Dalam nasihatnya, ia bangkitkan semangat dan kerinduan. Hadiah terbaik dari seorang teman adalah ketulusan dan kepercayaan.” Bagi saya pesan itu sangat dalam dan menyentuh. Semacam cermin yang membuat saya berkaca diri apa saya sudah menjadi teman yang baik bagi orang disekitar. Yah meskipun masi

Keliling Malang Dengan Teman Baru

Hidup itu banyak kejutan, salah satunya bertemu dengan orang ini. Orang asing yang entah dari mana tiba-tiba muncul diantara ribuan teman facebook padahal relasi pertemanan diantara kami bisa dibilang sedikit. Random sekali. Buat saya yang introvert , menyapa orang asing tanpa tujuan tertentu (sekedar basa-basi misalnya) adalah pilihan terakhir yang akan saya lakukan. Apalagi kalau lawan bicara yang saya sapa lama balasnya, sekalinya menjawab, jawabannya singkat saja seperti menjaga jarak dan kurang antusias. Mengingat karakter manusia digital zaman sekarang yang cenderung ingin mendapatkan respon dengan cepat, maka saya bisa bilang bahwa orang ini punya potensi unik. Orang yang sabar menunggu dan tetap antusias menyapa. Pun kalau saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang kadang bisa dikategorikan “tidak biasa”, orang ini punya jawaban dengan perspektif lain, semacam otentik. Oke orang ini berhasil melewati satu gerbang dunia introvert yang saya punya.  Welcome friend! Nah hari

Seandainya Saja

Mari kita berandai-andai Seandainya saja hidup kita masing-masing berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan Seandainya kamu lulus tepat waktu, menikah lebih cepat, pun punya pekerjaan yang sesuai dengan impianmu Tanpa harus melalui hari-hari gelap Begitupun denganku Seandainya aku lulus tepat waktu, bekerja sebagai jurnalis internasional, berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat Tanpa pernah melalui hari-hari buruk nan berat Seandainya semua itu terjadi Kupikir aku tak akan jadi bagian dari episode hidupmu Pun bagiku, tak akan ada jejak tentangmu tak akan paham dengan duniamu Mungkin ujungnya tak ada cerita tentang kita Maka, seandainya saja hidup bergulir sesuai dengan apa yang kita harapkan Bagian diri kita yang mana kah yang akan lebih banyak bersyukur?

Beranda Galaksi Lain

Aku menemukan sebuah beranda dengan pintu terbuka Bagi orang lain mungkin biasa Tapi aku merasa sedikit terganggu Dan lagi-lagi di lain waktu aku kembali ke beranda itu Aku penasaran Sebuah beranda dengan lubang hitam Sampai sekarang aku belum memutuskan Apakah akan memasuki pintu beranda itu Yang mungkin saja ada banyak dimensi & isinya seluas galaksi yang belum kuketahui Dan apakah tuan rumah akan mengizinkan? Atau aku seperti orang lain saja yang hanya menumpang berteduh di beranda itu kala terlalu terik atau hujan terlalu deras Atau akan seperti orang kebanyakan yang sekadar numpang melintas tanpa harus peduli terlalu jauh (?)

Meet The Stranger (1)

1 Februari 2018 adalah perjalanan pertama saya menghirup udara di tempat baru di tahun ini. Rencana awalnya bakal duo trip bareng Izzah ke Malang. Sebuah kota yang jaraknya kurang lebih 660 Km dari rumah saya di Depok. Tapi berhubung doi sedang dikejar deadline skripsi yang tak bisa diganggu gugat, akhirnya batal ikut. Sempat ngajakin adik untuk ikutan jalan, tapi jadwalnya belum cocok karena dia juga ada laporan awal tahun perusahaan. Coba ajak Rani, tapi dia juga lagi persiapan untuk purna tugas di kantornya. Mau ajak kak Dany, tapi katanya bosan ke Malang. Sudah bingung mau ajak siapa lagi, yasudah Oke fix-lah perjalanan ini menjadi solo trip terjauh pertama saya sepanjang sejarah. Sebulan sebelumnya sudah bilang ke Bagus kalau akan ke Malang. Alhamdulillah-nya dia bersedia meluangkan waktu Sabtu-Minggu menemani saya menjelajah selama di sana, padahal dia kerja di Surabaya (kan lumayan jauh yaa). Rani sempat tanya kok saya bisa sih traveling tanpa rasa khawatir, dan itu membua