Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Kutipan Menarik dari Buku PhD Parents' Stories

Halo pembaca, kali ini saya ingin berbagi mengenai salah satu buku yang telah selesai saya baca pada bulan ini. Judulnya: PhD Parents’ Stories, Menggapai Mimpi Bersama Pasangan Hidup. Judul yang amat sangat menarik menurut saya pribadi.  Okay, pertama kali tahu buku ini dari hasil scrolling di linimasa facebook. Saya tersentuh dengan cuplikan cerita buku yang berisi mengenai dukungan penuh suami pada istrinya untuk menggapai mimpi (dalam hal ini pendidikan formal). It’s a very rarely thing . Di dunia saya, pendidikan bagi perempuan masih menjadi sesuatu yang kontroversial. I mean , di satu sisi perempuan boleh mengakses haknya terhadap pendidikan, tapi di sisi lain stigma negatif masyarakat tentang perempuan yang berpendidikan tinggi masih melekat erat. Nah, mari kita bedah buku ini. Secara garis besar Phd Parents’ Stories terdiri dari 4 bagian utama, yakni bagian: memilih pasangan hidup, perjuangan perempuan semesta, dunia parenting, dan belajar dari mereka. Pada bagian memi

Berhenti

I can quit, can't I? Kalau dipikir selama ini aku cuma bisa memulai tapi tak tahu bagaimana caranya menyudahi sesuatu dengan baik. Waktu memulai aku pun tidak pernah berpikir untuk berhenti dan kapan harus berhenti. Sekarang-sekarang,  kata berhenti semakin kuat bergaung di telinga. Can I stop now?

Hujan & Kenangan

Sore itu, hujan turun amat deras. Langit abu-abu sesekali memuntahkan kilat dan guntur yang gemuruhnya bisa membuat anak kecil bersembunyi di balik bantal. Air hujan menggenang hingga meluap dari selokan membuat banjir kecil di sepanjang jalan.  Ketika hujan jatuh selebat ini, apa yang sedang kamu lakukan? Duduk manis sambil menikmati cokelat panas tentu bisa terasa sungguh nikmat. Bulan-bulan seperti ini, hujan sering turun kala sore. Aku ingin pulang, tapi daripada menunggu lama aku memilih untuk hujan-hujanan. Hanya dengan bermodal jas hujan, aku lanjut menembus badai di jalanan. Rasanya dingin juga. Kulit tanganku pun berubah mengkerut kalau terlalu lama terkena air hujan. Musim hujan terasa sungguh nostalgik. Entah bagaimana hujan mampu membawa seseorang terhanyut kenangan. Aku teringat pada musim hujan beberapa tahun yang lalu. Seorang laki-laki paruh baya terburu-buru memindahkan kardus yang ada di punggung motornya ke dalam rumah. Sesegera mungkin menghindari basah. Se

Muslim Milenial & Toleransi

Sabtu ini teman saya mewawancarai seseorang sebagai informan dalam risetnya. Dia meminta bantuan saya dan satu teman lain untuk menemaninya melakukan wawancara tersebut. Tema besar yang sedang ia teliti berkenaan dengan toleransi dalam beragama. Fokus penelitian ini menurut saya menarik, karena amat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.  Seperti yang sudah kita ketahui, Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak keragaman suku dan agama. Gesekan sosial yang dilatarbelakangi fanatisme kesukuan, pemahaman yang keliru, dan arogansi antara pemeluk agama yang berbeda sempat menorehkan luka yang cukup mendalam bagi bangsa ini. Dengan adanya media digital, kebencian dan bibit-bibit permusuhan juga merambah dan menyebar secara cepat serta masif di dunia maya. Lalu bagaimana generasi muslim (yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin ) muda zaman sekarang (muslim milenial) bisa mengkonstruk Indonesia yang lebih baik melalui media baru (internet)? Kurang lebih seperti itu r

Inspirasi Kebaikan dari yang Gratisan

Siapa sih yang tak senang kalau dapat promo? Apalagi gratisan, termasuk soal makanan. Ya itulah yang saya rasakan setelah dua kali mendapat promo makan gratis di salah satu restoran Korea yang tersertifikasi halal.  What? Waittttt…. Iya halal sih, tapi gimana ceritanya muslimah yang kerudungnya lebar makan di restoran korea dengan setelan lagu ala budaya pop korea yang hype abis? girls bandnya saja pakaiannya kurang bahan, kan bertolak belakang sekali dengan nilai-nilai Islam. Jangan-jangan makan di sana karena ngefans sama artis koreanya? Tak malu apa sama kerudung? Mungkin ada yang bertanya-tanya seperti itu. Buat saya pribadi, saya tidak merumitkan  itu. Dibilang ngefans tidak juga. Murni karena promonya menarik, makanannya halal dan rasanya enak. Saya berpikir positif, barangkali dengan semakin banyaknya muslim/ah yang datang ke restoran itu budaya popnya bisa sedikit bergeser ke arah yang lebih ramah dengan nilai Islam. Atau setidaknya customer muslim punya pengaruh terha

Menyederhanakan Hidup

Karena aku sadar bahwa cara berpikirku sedikit rumit, maka aku perlu menyerhanakannya, dengan membuang variabel-variabel rumit yang membebani. Suatu ketika aku pernah bertanya perihal sesuatu yang membuatku bingung pada seseorang. Ketika aku mulai membuka mulut, kata-kata keluar secara tidak beraturan dan melompat-lompat. Pikiranku berjalan lebih cepat dan lebih sibuk daripada kemampuan mulutku mengeluarkan kata. Kawan bicaraku memandangku aneh dan ikut kebingungan. Akhirnya ia mengangkat tangan dan bilang "kamu itu sebenarnya ngomong apa sih?" Oh ya ampun! Terasa seperti habis tertembak peluru di kepala. Okay aku berhenti bicara dan mengatur napas. Menyusun ulang kerangka pikir, membuang yang tidak perlu dan mulai bicara perlahan dengan lebih rileks. Barulah kemudian kawan bicaraku bisa mengerti apa isi kepalaku. Dan jawabannya sungguh di luar dugaan. Singkat, padat dan jelas. Dia membantuku menyadari bahwa aku perlu keluar dari kesemrawutan pikiranku sendiri.

Donat Kok Gitu

Sebelum cerita panjang lebar, saya ada pemberitahuan terlebih dahulu. Di dalam tulisan ini akan banyak bahasa gaul dan ejaan yang mungkin tidak sesuai, so mohon dibawa santai. Oke sist, oke bro? Hehe Dipostingan kali ini saya mau cerita tentang eksperimen bikin donat kemarin. Sebelum-sebelumnya sudah pernah bikin donat, tapi hasilnya selalu berubah-ubah, belum ada yang mantap. Kali ini saya mencoba resep baru yang saya temukan dari salah satu media yang khusus memuat resep kue. Berhubung saya ga punya alat takar di rumah, jadi dikira-kira aja deh takaran bahan-bahannya. Pas semua bahan udah dicampur adonannya engga kalis, masih lengket-lengket gimana gitu. Sepertinya air yang saya masukkan terlalu banyak. Yasudah abis itu  ditambahin terigu sedikit demi sedikit. Eh tetep masih lengket. Niatnya cuma mau bikin seperempat kilo. Nyatanya kebablasan sampai setengah kilo terigu abis untuk bahan adonan 😂. Trus pas bikin donat tadi, hasil adonannya bagus. Alhamdulillah bisa m

Bersiap untuk Mendengar

Semua orang yang memiliki telinga sehat mampu mendengar. Mendengarkan kelihatannya adalah hal yang biasa dan begitu mudah dilakukan oleh manusia. Tapi tahu kah kamu bahwa tidak semua orang mampu mendengar dengan hatinya.  Mencari telinga terpercaya untuk bisa berbagi hal-hal terdalam juga sulit. I wanna self proclaimed first. Yes I have trust issue. Saya punya semacam naluri untuk menebak kapan seseorang mau benar-benar mendengarkan, pura-pura mendengar atau hanya mau kepo saja. Karena dampak setelahnya jelas akan berbeda. Bersiap untuk mendengar bukanlah hal yang mudah. Apalagi kalau kamu merasa bahwa beban yang dia pikul belum ada apa-apanya dibanding bebanmu, belum ada apa-apanya dibanding lukamu, belum seberapa dibanding beratnya perjuanganmu. Coba hitung, ketika seseorang menceritakan masalahnya padamu seberapa sering kamu berkata: “yaelah, baru segitu aja masalahnya.. cengeng banget..” “udahlah gak usah ngeluh terus, masalah kamu cuma segini doang, aku tuh pernah

Itinerary Gunung Papandayan 2018

Pendakian saya ke Gunung Papandayan kali ini ditemani oleh 4 orang. Pertama Amir, dia adalah teman sekelas saya ketika S1 di jurusan komunikasi. Kedua ada Ajeng, teman satu kampus, satu organisasi, juga teman mengaji bareng. Ketiga Esa, Esa adalah teman sekelasnya ajeng di jurusan teknik informatika. Dan terakhir ada Ryan. Ryan adalah temannya Amir. Kami berlima janjian untuk bertemu di titik kumpul Terminal Kampung Rambutan. Saya datang pertama, kemudian Ajeng dan Esa. Sambil menunggu Amir dan Ryan, kami bertiga makan malam dahulu dengan nasi padang. Tak lama kemudian Ryan tiba. Setelah Amir datang dan semua anggota lengkap kami langsung naik bis ekonomi AC meluncur ke Garut.  Kami berangkat sekitar jam sembilan malam. Tiba di Terminal Guntur-Garut jam setengah tiga pagi. Udara dingin mulai terasa menusuk kulit. Di sini saya dan teman-teman sempat diminta oleh seorang pemuda untuk memberinya sekian uang. Sepertinya ia mabuk, terlihat dari pupil matanya dan mulutnya yang t

5 Kemudahan Mendaki Gunung Papandayan

Gunung Papandayan merupakan salah satu gunung berapi yang masih aktif. Bagi saya pribadi, keinginan untuk mendaki gunung ini sudah lama ada, tapi baru bisa terealisasi secara random tanggal 3-5 Agustus 2018 lalu. Mengapa random? Sebab awalnya memang tak ada niatan untuk naik gunung di bulan ini, hingga membaca salah satu instastory teman yang sedang mencari teman jalan. Destinasi awal pun bukan Papandayan, tapi gunung yang ada disekitar kawasan Dieng semisal Gunung Prau. Setelah mempertimbangkan jumlah anggota yang ikut, waktu persiapan dan semacamnya; kami putar arah ke Papandayan. Pemandangan di Gunung Papandayan Gunung Papandayan terletak di Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Ketinggian Gunung ini sekitar 2665 mdpl. Untuk para pendaki pemula, gunung ini amat cocok dimasukkan dalam list pendakian awal. Berikut ini beberapa kemudahan yang bisa kamu dapatkan di Gunung Papandayan . 1. Trek yang landai.  Medan pendakian di gunung papandayan bisa terbilan

Jejaring Pertemanan: SAP

Pada edisi sabtulis pekan ini, aku hendak menuliskan tentang satu sosok teman yang berarti bagiku. Namanya Sri Ayu Pajarwati. Seharusnya Fajarwati, tapi karena salah cetak di ijazah dan kalau ganti jadi ribet urusannya maka dipakailah huruf P. Sabar ya yu, senasib kok sama aku yang harusnya Rahmawati jadi Rohmawati. Aku bertemu Ayu saat kami SMA. Kami satu kelas. Saat kelas dua SMA, kelas berubah sesuai dengan penjurusan. Ternyata takdir mempertemukan kami kembali di kelas yang sama. Saat kelas tiga, susunan kelas kembali diubah. Mungkin kami jodoh, karena tiga tahun sekelas bareng. Yup, She's my adorable deskmate. How do I describe her? Hemmnn... - She's pretty, her smile like a sweet candy - tidak terlalu tinggi, well aku senang sekali saingan tinggi badan sama Ayu. Kita selalu tidak sepakat tentang siapa yang lebih tinggi badannya diantara kita. Haha - Hatinya baik - Cerdas - Seorang introvert, yang kadang sulit mengungkapkan ketidaknyamanannya di lingku

Dimulai dari Nol

Waktu saya kelas dua SMA, saya pernah tidak masuk sekolah karena sakit. Kemudian pekan depannya ada ujian fisika. Saya tidak tahu kalau saat itu akan ada ujian. Ditambah pula saya juga belum belajar tentang materi yang terlewat itu. Jreng jreng… alhasil nilainya NOL besar. Pertama kali dalam sejarah selama saya duduk di bangku SMA dapat nilai nol. Bahkan nilai telor ceplok itu ada di mata pelajaran yang saya suka. Bila mendapat nilai jelek di mata pelajaran lain yang tidak begitu saya suka bisa dimaklumi. Coba bayangkan bagaimana perasaan seorang anak yang biasa ikut OSN fisika (ikut doang, menang mah engga, haha); yang selama hidupnya baik-baik saja dengan fisika; bisa dibilang fisika itu mata pelajaran andalannya… tapi hasilnya begitu mencengangkan. Salah semua. Rasa percaya diri langsung remuk. Seperti habis terjun bebas dari langit. Rasanya malu sekali. Malu sama diri sendiri yang merasa sombong. Sempat terbersit perasaan tidak terima, lalu ingin menyalahkan faktor ekstern

Yang Diprioritaskan

Berapa kali dalam sehari kiranya kita memikirkan tentang orang tua kita? Tentang kebutuhannya? Atau tentang bahagianya? Beberapa waktu yang lalu ketika hendak ke kampus Salemba, saya bertemu dengan seorang ibu paruh baya yang berprofesi sebagai pengemudi ojek online. Ini pertama kalinya saya mendapat pengemudi seorang perempuan. Ibu ini lumayan aktif membuka obrolan sepanjang perjalanan. “Neng, mau kuliah ya?” tanya si Ibu “iya bu. Ke kampus Salemba ya.” Sengaja saya iyakan, sudah biasa dikira masih mahasiswa (hehe). “mau lewat mana Neng? Kanan atau kiri?” “kanan aja bu, biar ga kena macet di RSCM.” “oke neng, kita lewat arah jalan pramuka ya.” “neng, sekarang biaya kuliah berapa ya?” “kalau sekarang bisa lebih dari 10 juta bu persemester, itu juga tergantung jurusannya apa. Kalau yang berkaitan dengan jurusan IT biasanya lebih mahal.” “oohh.. kalau dulu pas Neng masuk, berapa bayarnya?” “kalau dulu zaman saya masuk ditotal semuanya sekitar 50 jutaan bu.” “

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Maksimalkan Fungsi Otak

Memaksimalkan fungsi otak saat dewasa, memang bisa? Setelah seseorang memasuki usia dewasa, apakah otak masih bisa berkembang? Jumlah sel otak manusia paling banyak adalah semasa bayi. Golden age otak ada di masa balita. Seiring dengan bertambanya usia, jumlah sel otak akan mengalami penurunan. Namun bukan berarti penurunan jumlah sel otak ini membuat otak manusia menjadi stagnan. Mayoritas orang meyakini bahwa seiring dengan usia yang menua maka otak manusia tak lagi bisa berkembang. Padahal otak manusia masih bisa berkembang selama nutrisi otak tercukupi meski jumlahnya memang menurun. Ternyata otak manusia berkembang optimal pada umur 20 sampai 40 tahunan. Menurut pengamatan spesialis otak dari Jepang, Toshinori Kato M.D., P. hD., otak manusia mulai mengalami perkembangan fungsi setelah manusia hidup aktif di masyarakat dibanding semasa sekolah. Pada saat sekolah, manusia hanya menggunakan bagian otak tertentu yang sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan di sekolah. Sehin

Peternakan Bintang di Langit-Langit Kamar

Kamu tahu, langit-langit kamarku sepi dan gelap. Ada saatnya bintang lahir. Tiap aku punya impian yang ingin aku wujudkan, maka saat itu pula satu bintang di langit-langit kamar lahir. Bintang yang kemudian menempel di ketinggian langit-langit kamar. Awalnya hanya satu bintang. Tapi semakin banyak orang yang hadir di hidupku, lama-lama banyak juga impian yang ingin aku lakukan untuk mereka. Dan langit-langit kamarku menjadi peternakan bintang. Akan ada saatnya satu persatu bintang di langit-langit kamar berjatuhan. Itu adalah saat di mana satu persatu impian jadi nyata. #sabtulis

Reborn

I hate my self. Aku benci diriku yang terlalu banyak gagal karena kelemahan dan kekurangan diri sendiri. Aku benci diriku yang  yang sudah banyak berusaha, tapi semua terasa sia-sia. Aku benci pada diriku, yang hanya bisa diperdaya oleh orang lain. Aku juga benci pada lingkunganku yang kejam dan oportunis.  Semuanya membuatku stuck dan tak berkembang.  Aku sendirian dan kesepian. Lama-lama aku marah dan iri melihat orang lain.  Tiap hari aku tersiksa, tapi mengapa orang lain bisa sukses dan bahagia. Apa yang salah? Adakah yang membenci diri sendiri seperti itu? Jangan-jangan perasaan marah, iri, dendam, dan sakit itu hanya ada pada diri kita sendiri yang sedang memelihara perasaan dan pikiran negatif. Segala rentetan kegagalan, kesialan, dan kerugian yang dialami dikarenakan perasaan dan pikiran negatif yang terkunci di dalam hati. Hati kita tidak ikhlas, sulit menerima, lalu menjadi sesak dan dunia kita terasa sempit karenanya. Bagaimana caranya agar bisa

Sesuatu Bernama Syukur

Sesuatu yang sudah ada dan mudah untuk didapatkan seringkali adalah hal-hal yang luput untuk disyukuri. Kita menganggap itu sesuatu yang semestinya ada, selayaknya kita dapatkan dan diterima begitu saja. Realitas terberi yang sering alpa untuk dimaknai. Waktu SMA dulu aku seseorang yang suka sekali mengendarai motor kebut-kebutan. Maklum waktu itu masih baru-barunya naik motor. Tapi seiring waktu berlalu dan keseringan naik motor mulai terasa bosan dan lelah juga mengendarai motor sendiri. Apalagi beberapa kali melihat kecelakaan di depan mata, membuatku berpikir lagi tentang apa gunanya kebut-kebutan kalau sampai dengan selamat di tujuan lebih menentramkan. Ada wajah-wajah yang menginginkan aku pulang dengan utuh tanpa lecet. Pun kalau bukan karena akhirnya mengalami sendiri kecelakaan, mungkin aku tak akan tahu seberapa berharganya nikmat kelengkapan anggota badan yang aku punya. Sebulan hanya bisa terbaring di tempat tidur, lumpuh. Sulit untuk berjalan dan melakukan aktivitas s

Pengalaman Mengajar

“Kalau Ibu mengajar di sini karena pengabdian, berarti Ibu terpaksa dong?” Pertanyaan yang cukup berkesan saat obrolan santai dari salah satu mahasiswa selepas kuliah. Pikiran saya langsung terlempar pada beberapa tahun sebelumnya. Dulu, ketika mendapat tugas untuk mengabdi sebagai pengajar memang cukup mengejutkan bagi saya. Sebuah takdir hidup yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Tak pernah tertulis dalam daftar impian saya. Beberapa bulan sebelum saya dinyatakan lulus, saya banyak berpikir dan merenung. Menjalani tanggung jawab sebesar ini, saya harus menjalaninya dengan penuh kesadaran; bukan keterpaksaan. Bayangkan kalau 6 tahun pengabdian harus menjalani hidup dengan terpaksa? Betapa tersiksanya itu. Bukan hanya menyiksa diri sendiri, tapi juga bisa menyiksa orang lain. Kalau dijalani dengan keterpaksaan nanti ilmunya bisa tidak sampai, tidak berkah. Saya sidang S1 pada Desember 2014, sedangkan untuk wisuda sendiri baru dapat jadwal di bulan April tahun depan.