Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2013

Tulisan Abadi

Diri ini hanya seorang penulis, bukan penyair apalagi sastrawan. Mungkin itu yang membedakan. Diri ini hanya seorang penulis amatir yang mencoba meletakkan pemikiran dan mengekspresikan perasaan dalam kata sebagai catatan. Bahkan terkadang tak pandai memilih diksi. Tulisan ini mungkin masih jauh... jauh sekali dari kategori “bagus” atau semacamnya. Mungkin tulisan ini pun belum mampu menggetarkan jantung, atau menggerakkan hati-hati pembacanya. Hanya tulisan sederhana, iseng, polos dan nyeleneh. Tulisan ini menjadi sebagian rangkaian catatan perjalanan hidup penulisnya. Di sisi lain, tulisan ini adalah sebuah perenungan. Memang, bisa jadi perenungan yang dangkal dan terkesan sepihak. Acapkali terasa, diri ini menulis bukan untuk bercerita pada yang lainnya, tapi untuk berbincang dengan pikiran dan mendengarkan nurani sendiri. Dan ada semburat asa menyenangkan apabila tulisan-tulisan sederhana dapat bermanfaat untuk orang lain. Karena.... tulisan abadi, sedang l

Tentang Perempuan

Jika berpikir sejenak tentang perempuan, memori ini selalu muncul ke permukaan. “teman-teman tahu? Perempuan itu racun dunia!...” kata-kata seorang adik kelas tingkat 2 SMA yang begitu menggelegar dan bergelora dalam mushola. Adik kelas yang secara tingkatan berada di bawahku, kendati secara fakta umurnya dia yang lebih tua. Mungkin dia sedang diskusi atau memberi arahan pada adik-adik tingkat 1 yang juga laki-laki. Kata-kata itu begitu nyaring dan menggebu-gebu, hingga mampu menembus dinding-dinding mushola. Pun tidak sengaja nyangkut di telingaku dan Yat yang kebetulan lewat di depan mushola. Yat dan aku saling pandang, hening beberapa saat dan meneruskan perjalanan menuju kelas 3 IPA. Sepulangnya dari kelas IPA, kata-kata itu masih terngiang. Sedikit nyelekit di hati. “yat, emang kita itu racun dunia ya?” tanyaku penasaran. Sebegitu rendahnyakah martabat perempuan di dunia? “gak tahu Jo.. mungkin dia KETU, kecil-kecil tua. Pemikirannya itu...” “hahahaha....” kami berdua

Apa Maksud 'Lapar'?

Apa maksud ‘lapar?’ Apakah lapar yang dimaksud orang-orang sama dengan pengertian lapar dalam slogan-slogan puasa Ramadhan: marilah kita berpuasa untuk dapat merasakan penderitaan lapar dan dahaga saudara duafa kita? Apakah lapar sama dengan data statistik yang mengatakan bahwa angka penderita gizi buruk meningkat? Apakah lapar adalah identifikasi dari beras miskin, keluarga miskin, jaring pengaman sosial, antrian minyak tanah, laporan-laporan di media massa dan elektronika? Lapar adalah ketika sepekan berturut tak ada makanan layak yang masuk ke perut. Lapar adalah ketika sedikit uang untuk membeli beras, terpaksa bergilir memakannya. Lapar adalah ketika lauk tempe, tahu, kecap, sayur kangkung, tak bisa beriringan. Jika siang memakan tahu dan sayur taoge, jangan harap malam bisa makan lagi. Lapar adalah tumpukan utang di warung keliling. Lapar adalah rasa malu, hina, dan harga diri. Lapar adalah rasa melilit, mata berair menyaksikan orang-orang di televisi masih

Keterbukaan Tanpa Beban

“Pada topeng, kita paling tidak belajar satu hal, ada wajah kita yang sejati, diri kita yang asli tersembunyi di sana. Untuk menemukan itu kembali, kita hanya perlu melepas topeng, sesederhana itu…” -Muhammad Akhyar Relasi yang baik, dibentuk dengan komunikasi yang baik pula. Semakin kita terbuka dengan orang lain, kepercayaan semakin terbangun. Semakin meningkatnya kepercayaan dalam sebuah relasi, semakin terasa nyaman pula kita untuk membuka siapa sejatinya diri kita. Tentu orang yang berharap menjalin relasi yang baik tidak dibangun dengan jalan kepura-puraan dan saling mencurigai. Hambatan terbesar sebenarnya bukan terletak pada bagaimana kita mengungkap dan coba memahami sosok asli di balik topeng lawan bicara kita. Tapi di awali dari sejauh mana kita berani untuk melepas topeng kita sendiri. Sejauh mana kita berusaha untuk terbuka dan merasa nyaman menjadi diri kita sendiri. Memang bukan hal yang ringan ketika kita mencoba melepas topeng. Kita sering malu bersikap, men

Meresahkan

Mungkin ia tengah berpikir lebih dari dua kali, Atau mungkin puluhan kali, ratusan, atau juga ribuan kali Sehingga pertanyaanku yang sederhana itu membutuhkan waktu lama untuk dijawab. Atau mungkin akunya yang tidak sadar, Bahwa kepolosan pertanyaanku itu bisa menyeretnya ke dasar neraka. Umn, tapi seingatku, aku tidak bertanya tentang halal, haram, atau syubhat di antara keduanya. Keterdiamannya itu meresahkan.

Pion Kecil

Kadang ia merasa ia lebih mirip pion kecil dalam bidak percaturan Pion kecil yang tak punya banyak pilihan Pion kecil yang langkahnya harus selalu maju, maju, maju satu langkah Pion kecil yang berada dalam barisan terdepan Ia bertanya-tanya, pertanyaan yang memburu Siapa sih yang menempatkan dirinya diposisi ini? Dan mengapa ia harus menjadi pion yang hanya punya pilihan untuk melangkah maju? Bukannya tidak ngeri Bukannya jantung tidak bergetar hebat Apabila berhadapan dengan benteng, kuda, ster, ratu, dan raja pihak lawan Mereka... petinggi yang lebih fleksibel langkahnya Mereka... lebih powerful Pion kecil ini bisa saja mendapat serangan dari arah yang tak terduga Pion ini rentan luka, dan bisa tewas kapan saja Sesekali nyali pion ini mengerdil Tapi apakah pantas mereka yang lebih powerful di dunia percaturan lebih ia takuti dari pada Tuhannya? Bila ketakutan menjalar meremas hati Pion kecil ini hanya bisa menutup mata dan tetap berjalan Kemampuan

Masakan Nyokap

Suka makan di tempat mahal? Resto bermerek? Atau cafe bergengsi? Kalau saya sih bukan tipe orang yang sering dan suka makan di tempat itu. Hahaha, uang jajan satu bulan langsung jebol kalau sering-sering pergi ke tempat seperti itu. Apabila diminta memilih menghabiskan waktu antara belanja baju, aksessoris, sepatu, atau hang out di resto? Saya mendingan ke toko buku, kalau belum ada buku yang ingin dibeli, setidaknya bisa baca-baca. Mengenyangkan pikiran itu lebih tahan lama daripada mengenyangkan perut. Tapi sesekali iseng nyobain makan di salah satu resto pinggir jalan Margonda bareng teman. Foto makanan yang terpampang besar di dinding resto kelihatannya menarik. Pas lihat daftar harganya lumayan.  Akhirnya memilih order nasi goreng karena kelihatan difotonya yummy banget. Jeng jeng... pas mbak waitress -nya meletakkan nasi goreng itu ke meja, saya terenyuh. Kok tidak seperti yang difotonya? Ini porsinya lebih sedikit dan tampilannya sederhana sekali. Pas dicobain, yaaahh in

Sepele Sih

Sepele sih. ini menyangkut kehidupan sehari-hari. Tapi setiap kali berurusan dengan hal-hal ini, hati saya tidak nyaman, pikiran saya selalu bilang: seharusnya tidak begini, dan akhirnya kesal sendiri. Yeah, walaupun itu belum menghasilkan apa-apa secara realistis. 1. Orang yang merokok ditempat umum, apalagi di depan anak kecil. Tahu kan bahaya rokok itu apa? Well , kita juga tahu kan anak kecil itu belajar dengan cara meniru? Dan biasanya ingatan masa kecil itu lebih lekat terekam. Nah perilaku gini nih yang tanpa sadar ditularkan orang dewasa ke anak kecil. Dan satu lagi yang saya tidak suka, rokok itu bau! 2. Yang ini masalah klasik banget, melempar sampah sembarangan. Contoh kecilnya, sering banget lihat orang buang sampah di dalam angkot (duuuh, emang ini angkot tempat sampah ya? Dan itu berarti sepangjang perjalanan ditemani oleh sampah) yang membuat saya sangat tidak nyaman. Dan lagi-lagi, seringnya yang melakukan hal ini adalah orang dewasa. Pengen banget tereeeaak :

Janji

Nasihat Luqman

(Lukman berkata), ”Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Maha Halus, Mahateliti. Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu perkara yang penting. Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu, Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Luqman: 16-19) Inilah nasihat Luqman kepada anaknya yang diceritakan dalam Al Qur’an. Dan ini nasihat yang saya tunggu dari ayah. Sekali saja... saya ingin dengar, dari ayah.

Telepon

Senin, 21.00 WIB Telepon berdering dari nomor asing, tidak dikenal. Teman-teman yang kenal saya, mereka pasti tahu saya lebih sering komunikasi via sms. Menelepon itu hanya pada hal-hal yang dianggap sangat-sangat penting, mendesak, dan perlu jawaban cepat. “halo?” suara dari seberang. “iya. Assalamu’alaykum.”   “ini siapa?” tanyanya. Aneh, pikir saya. Kan dia yang telepon, kenapa justru dia yang tanya? “lho ini siapa? Ada apa ya?” saya tanya balik, to do point . “ini (nama cowok), boleh kenalan?” aduuuuhhh please deh! Nama itu... ahh dia lagi. Dia, orang yang sekitar dua minggu lalu juga menelepon, beberapa kali. Sempet saya tanggapi teleponnya, tapi suaranya tidak terdengar jelas. Jadi saya minta dia untuk sms saja. Isinya : hai. Saya (nama cowok). Boleh kenalan?. Ada juga sms dari nomor lain, isinya cuma “hy”. Berkali-kali, penuh-penuhin inbox saja. Ya Tuhan, ini alien dari planet mana yang nyasar menghubungi saya. Saya sama sekali tidak berminat

kata cinta Umar

Ekstrem, tapi sungguh eksotis. lima kata cinta Umar bin Khattab, ”Ya Rasulullah, izinkan kupenggal lehernya” Inilah kata cinta Umar, pria yang dikenal dengan karakternya yang keras Menghunuskan pedang ke leher musuh-musuh Allah Membutuhkan lebih dari sekedar keberanian, Tapi juga keimanan kuat yang menghujam ke dada, mengiringinya Dan niat yang benar-benar bersih dari hawa nafsu dan amarah Ia tidak sekali-kali membiarkan cintanya menjadi liar tanpa ridha Allah, ridha Rasulullah

Eksis

“he doesn’t even know I exist” Eksistensi, keberadaan, pengen banget dianggap? Ahh masih saja kita berharap orang lain sadar akan itu. Sadar akan usaha-usaha yang kita lakukan. Kadang merasa jijik dengan diri ini, yang masih saja diam-diam terselip harapan seperti itu : agar dia (manusia) tahu. Astagfirullah... Padahal sesungguhnya ada Dia yang lain, yang pasti tahu apa yang diri ini kerjakan, rasakan, bahkan juga teriakan-teriakan dalam dada yang tidak pernah orang lain dengar. “Dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan melainkan kami menjadi saksi atasmu diwaktu kamu melakukannya.” (QS. Yunus: 61)