Langsung ke konten utama

SEPEDA MINI



Hari ini kamis, 11 nopember 2010 saya pergi ke sebuah seminar yang berjudul SEPEDA MINI (Seminar Perempuan dalam Cerminan Islam) yang dilaksanakan di Auditorium gedung M lantai 4 FISIP UI. Tema dari acara ini cukup mengesankan yaitu “ No Limit to be Great” menyingkapi prestasi dibalik keterbatasan fisik.
Seminar ini diisi oleh 3 orang pembicara yaitu Ir. Rachmita Maun Harahap (seorang dosen penyandang tuna rungu), Sri Barwati Hanifa, S. Pd. (seorang tuna netra yang bekerja di perusahaan asing), dan yang satu lagi saya lupa namanya karena saya datangnya terlambat (hehe…).
Jadi inti yang saya dapat dari seminar ini yaitu keterbatasan fisik tidak menghalangi seseorang untuk menjadi sukses. Kendala yang biasanya didapat dari penderita keterbatasan fisik yaitu sikap tidak dihargai di lingkungan sosial dan biasa mendapat cemoohan dari orang sekitar. Hal tersebut biasa terjadi karena kecenderungan masyarakat yang tidak tahu terhadap pribadi seseorang yang menderita keterbatasan fisik, dan paradigma itulah yang selama ini kebanyakan berkembang dilingkungan masyarakat kita. Untuk merubah paradigma itu maka seharusnya masyarakat sadar agar tidak mendiskriminatifkan orang yang memiliki keterbatasan fisik.
Agar bisa diterima di dalam masyarakat, maka terlebih dahulu harus bersahabat dengan diri sendiri, yakni menyesuaikan diri dengan segala kekurangan dan kelebihan yang kita miliki, harus percaya diri dan tetap semangat. Karena semangat adalah bara kita untuk tetap bisa bertahan dalam suatu keadaan. Kita sebagai manusia pasti tidak lepas dari rasa ketidakpuasan, dan itu adalah hal yang wajar. Namun alangkah baiknya apabila setiap nikmat yang ada pada diri kita, sekecil apapun itu layak untuk disyukuri.
Semoga ini bisa memotivasi kita untuk mengoptimalkan waktu yang kita miliki dengan segala kekurangan dan kelebihan kita…. Semangat semangat semangat !!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi

Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran (tul