Waktu kamu sendirian pasti kamu cuma percaya sama dirimu, kamu hanya butuh untuk mengontrol dan mengendalikan dirimu sendiri, tapi lain ceritanya kalau kamu ternyata gak sendirian. Dalam ilmu-ilmu pengetahuan semisal sosiologi, ekonomi, geografi, sejarah, atau yang lainnya pasti disebutkan kalo manusia itu mahluk sosial, pasti membutuhkan orang lain. Yeah, itu betul sekali.
Yang namanya mahluk sosial pasti berinteraksi, dari interaksi tersebut pasti menimbulkan sebuah perasaan yang pada akhirnya menimbulkan adanya ingroup dan outgroup (istilah dalam sosiologi). Ingroup terjadi saat beberapa orang mengidentifikasikan dirinya dalam sebuah kelompok, aku rasa itu semacam pengekslusifan diri. Orang-orang dalam kelompok itu akan membuat pencirian khusus untuk anggotanya, entah dalam bentuk symbol, gaya bicara, fashion, jadwal kegiatan yang akan dilakukan atau hal-hal lainnya yang bisa menunjukkan eksistensi mereka. Orang yang tidak tergabung dalam kelompok tersebut akan menjadi outgroupnya. Dalam kelompok tersebut pasti diikat dengan suatu hubungan, entah itu hubungan kerjasama, hubungan perasaan seperti simpati, empati, atau yang lebih tinggi biasanya diikat oleh rasa solidaritas untuk mencapai tujuan dari kelompok itu. Dalam hal ekonomi mungkin solidaritas itu akan bertahan selama masih menguntungkan anggota-anggota dalam kelompok tersebut.
Tulisan ini sebenernya cuma ingin berbagi apa yang aku rasakan tentang sesuatu yang disebut “solidaritas” berdasarkan pengalaman dan pengetahuanku (masih 18 tahun, jadi maklum saja kalau ala kadarnya). Walau gak pernah mengikrarkan diri sebagai sebuah group(geng), aku dan 3 temanku sudah memiliki sebuah ikatan. Kita biasa mengerjakan pr, bermain, jalan-jalan, dan melakukan kegiatan bersama-sama, dan akhirnya kita memiliki sebuah perasaan bersama sebagai sahabat (kita sekelas bareng waktu SMA di jurusan IPA). Karena terbiasa melakukan sesuatu bersama-sama pasti gak enak kan kalau gak ikut, nanti disangka udah gak punya rasa solidaritas lagi. Dan memang pada umumnya hal yang bisa membubarkan sebuah kelompok karena jarang ngumpul dan keterbatasan waktu, akhirnya rasa memiliki dalam kelompok itu jadi pudar.
Aku menabung untuk membeli buku, tapi berhubung ketiga temanku “memaksa” untuk ikut ngumpul bareng, tempatnya jauh dan masuknya bayar pula dan masalahnya uang yang ku punya bulan ini sungguh pas-pasan, akhirnya uang itu gak jadi buat beli buku. Rasanya dilema banget harus memilih antara ikut temen demi “solidaritas” atau membeli buku yang sudah lama ingin aku beli. Tapi apa mau dikata ini semua demi solidaritas. Dalam hati cuma bisa bersabar dan berdoa dilapangkan rejekinya agar bisa beli itu buku lain waktu(mudah-mudahan stoknya masih ada). Ini contoh dari solidaritas yang memakan materi.
Saat sibuk-sibuknya sekolah atau kuliah, tugas numpuk bikin penat, dan liburan menjadi hal yang sangat dinanti-nanti, tiba-tiba waktu libur harus terpakai dengan kegiatan organisasi. Itu hal yang menyebalkan memang, dan selalu diusahakan untuk datang. Sekali lagi, ini semua demi yang namanya solidaritas. Solidaritas yang begini yang memakan waktu, padahal waktu gak bisa dibeli.
Biasanya yang berhubungan dengan cinta menjadi hal yang sensitif dalam sebuah kelompok. Kalau cintanya antara 2 orang sih mending, tapi kalo cinta segitiga, segiempat, segilima, sampai-sampai jadi lingkaran pasti urusannya ribet. Apalagi kalau sudah timbul rasa cemburu diantara anggota kelompok itu. Ini juga hal yang sulit : memilih agar kelompok tetap eksis atau harus membunuh rasa cinta itu sendiri ? Pilihan yang berat. Lagi-lagi karena solidaritas biasanya memilih untuk memusnahkan cinta itu. Cuma bisa berharap, berdoa, dan bersabar agar menemukan cinta lain yang lebih cocok. Katanya kan kalau jodoh gak kemana (buat menghibur diri aja tuh). Ini solidaritas yang menguras hal-hal immateri.
Intinya “solidaritas” memaksa untuk menomor duakan hal lain, meskipun hal itu adalah hal yang sangat diinginkan. Ini hanya contoh yang dianalogikan dalam sebuah kelompok kecil tapi bisa juga berlaku dalam kelompok-kelompok yang lebih besar yang bisa menguras energi, waktu, materi, sampai hal abstrak yang gak bisa dibeli dengan uang. Solidaritas dalam kelompok adalah hal yang dipaksa untuk diutamakan. Solidaritas itu ternyata mahal…
*ini asumsiku, tiap orang bisa punya pendapat..
kalo setuju, bagus (hehe), kalo gak setuju pun saya gak memaksa anda untuk setuju...
:D
Komentar
Posting Komentar