Langsung ke konten utama

Inspirasi Kebaikan dari yang Gratisan

Siapa sih yang tak senang kalau dapat promo? Apalagi gratisan, termasuk soal makanan. Ya itulah yang saya rasakan setelah dua kali mendapat promo makan gratis di salah satu restoran Korea yang tersertifikasi halal. 

What? Waittttt…. Iya halal sih, tapi gimana ceritanya muslimah yang kerudungnya lebar makan di restoran korea dengan setelan lagu ala budaya pop korea yang hype abis? girls bandnya saja pakaiannya kurang bahan, kan bertolak belakang sekali dengan nilai-nilai Islam. Jangan-jangan makan di sana karena ngefans sama artis koreanya? Tak malu apa sama kerudung?

Mungkin ada yang bertanya-tanya seperti itu. Buat saya pribadi, saya tidak merumitkan  itu. Dibilang ngefans tidak juga. Murni karena promonya menarik, makanannya halal dan rasanya enak. Saya berpikir positif, barangkali dengan semakin banyaknya muslim/ah yang datang ke restoran itu budaya popnya bisa sedikit bergeser ke arah yang lebih ramah dengan nilai Islam. Atau setidaknya customer muslim punya pengaruh terhadap kebijakan di restoran. Tidak menutup kemungkinan kalau suatu hari nanti saya yang datang lagunya berganti nasyid dalam bahasa korea, atau isi lagu dan pengemasannya semakin baik. Yang saya yakini Islam memperbaiki apa yang belum baik dan membuat lebih baik apa yang sudah baik. Mengkhayal dulu boleh dong, siapa tahu nanti jadi kenyataan, ya kan? . Okay, kembali ke pembahasan utama.

Awalnya tak percaya bisa dapat voucher gratis hingga berkali-kali. Di satu sisi mungkin ini bisa jadi salah satu strategi marketing yang banyak menarik pengunjung. Di sisi lain sejujurnya strategi ini memantik rasa penasaran saya: apa restoran ini tak rugi ya menebar voucher promo di media sosial dengan jumlah pengguna yang mungkin bisa mencapai ribuan bahkan puluhan ribu orang? Daebak! Bukan lagi potongan harga, tapi gratis 100 persen. 

Perasaan  senang dan bersyukur ini kemudian membuat saya berpikir sesuatu. Dalam kondisi normal tanpa promo, saya yang dalam taraf mampu untuk membeli makanan ini saja rasanya bahagia sekali. Alhamdulillah, hidup saya dua hari disponsori Allah melalui restoran ini. Bagaimana kalau yang bisa makan makanan enak ala restoran adalah saudara-saudara kita yang memang sehari-harinya berjuang keras untuk bisa makan? Mungkin rasa senang dan bersyukurnya berkali-kali lipat lebih kuat daripada yang saya rasakan.

Ada yang bilang bahwa sebuah kebaikan akan membawa pada kebaikan yang lain. Dan orang yang memberi adalah orang yang paling bahagia. Pengalaman makan gratis di restoran membuat saya terinspirasi untuk punya restoran sendiri yang setiap hari jumat bisa mengadakan promo gratis makan untuk kaum fakir miskin dan dhuafa. Membuat orang lain bahagia juga merupakan sebuah kebahagiaan. Masya Allah. Mohon doanya semoga suatu hari nanti bisa terkabul ya. Aamiin

---------------------------------
Tulisan ini merupakan bagian dari #sabtulis. Apa itu sabtulis? Sabtulis adalah gerakan menulis di hari Sabtu bagi sobat yang ingin menjadikan malam minggunya lebih produktif, melatih kemampuan menyampaikan gagasan atau mengekspresikan diri melalui tulisan, serta membentuk kebiasaan baik dalam menulis. Mari ikutan!

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi

Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran (tul