Langsung ke konten utama

Ngebolang ke Kuningan

(selasa, 13 November 2012)

Semalam ada kejadian tak terduga. Fani (adik kelas) dan astuti kecelakaan di dekat kampus. Kakinya Fani terkilir, dan mungkin bengkak. Alhamdulillah setelah di rontgen tidak terjadi masalah di tulangnya.  Astuti baik-baik saja, tidak ada luka yang serius. Ranna, teman seangkatan fani dan astuti sudah menemani mereka terlebih dahulu di Rumah Sakit Brimob Kelapa Dua (yang melaporkan kejadian via telepon dengan nada panik). Aku, Ditya, dan Anne (teman seangkatan mereka) memutuskan untuk menyusul mereka ke R.S. Brimob dan di tengah perjalanan hujan deras mengguyur kami.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam setengah sepuluh malam. Hujan sudah mulai mereda, setelah diskusi  kami memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Fani yang belum bisa mengendarai motornya, akhirnya menitipkan motornya padaku. Pulang malam naik motor, hujan gerimis, banyak genangan air, gak pakai jaket, dan memakai kedurung putih ! salah kostum banget Ning -_-“ sepanjang jalan musti relain itu baju kecepretan lumpur. Tahu sendiri kan mayoritas pengguna kendaraan di Ibukota dan sekitarnya itu kejam euuy. Bodo amat ada genangan air juga, tancap terus gasnya. Padahal disamping dan belakang mereka ada yang kesel jadi korban kecipratan lumpur (*ngacung, salah satu korbannya). Udara dingin membuat flu makin menjadi. Wahh.. anggap itu obat deh obat, biar kebal :D


Ngomong-ngomong soal pengendara nih, agaknya orang-orang yang berkendara (terutama dengan kendaraan pribadi) berubah oportunis ketika mereka melintas dijalanan. Ada celah sedikit langsung salip. Bahkan kadang menyerobot trotoar yang notabene peruntukannya bagi pejalan kaki. Parah deh. Apalagi yang sudah dikejar waktu, buru-buru, pasti tuh ada lampu merah tetep aja jalan diam-diam. Ya ampun -___- kalau zaman sekarang bisa nemuin pengendara yang sadar diri dan patuh sama rambu lalu lintas, ajib banget deh! (kalau aku patuh, kecuali dua hal : gak punya SIM dan gak ada STNK.. hehe pengakuan dosa :P ya itu kan soal administratif. Mudah-mudahan ada rejeki untuk ngurus SIM. Aamiin)

Singkat cerita, motornya fani sudah diserahkan ke Ibunya di depan toko meubel samping lampu merah pertama setelah terminal Pasar Minggu. Agenda selanjutya pergi ke seminar di salah satu Institut yang ada di Kuningan. Masalahnya adalah saya gak tahu jalan kesana dan gak ada barengannya. Lagi-lagi ngebolang sendirian. Well, it’s OK. Sepanjang jalan kerjaannya nanya-nanya mulu :D yang penting sampai tujuan dengan selamat.

Ternyata dari halte pertanian hanya naik Transjakarta sekali ke arah Dukuh Atas dan turun di halte Karet, Kuningan. Sekedar iseng-iseng mengamati pelayanan petugasnya, rata-rata kalau ditanya singkat-singkat, dan kesannya jadi  gak ramah. Umnn.. mungkin mereka bosan kali yaa dijejali pertanyaan yang sama setiap harinya, walaupun yang nanya bisa jadi orang yang berbeda. Mungkin mereka juga lelah setiap hari harus berdiri di bis.

Saat di seminar aku bertemu dengan Ibu Lina (nama disamarkan), yang ternyata beliau adalah business manager dari perusahaan yang menjadi sponsor utama dalam acara tersebut. Beliau ramah, mudah membaur, dan biasanya menyapa duluan. Mungkin sikap seperti ini yang diperlukan untuk membuka pertemanan dan mendapatkan link yang lebih luas. Perkenalan sedikit, lalu saling bertukar kontak, barangkali suatu hari akan ada kesempatan yang lebih. Yahh kira-kira seperti itu analisis singkat saya sebagai mahasiswi ilmu komunikasi (yang pengetahuannya masih terbatas, gak bisa disetarakan sama yang bertitle Dr. atau Prof.)

Saat sedang melihat-lihat modul isi seminar, gak sengaja brosur perusahaan beliau jatuh ke lantai di bawah kursi di depan tempat beliau duduk. Aku coba mengambilnya, tapi ternyata kakiku kurang panjang untuk meraih kertas brosur itu. Mau minta tolong beliau pasti gak enak, karena beliau juga sedang berbincang dengan orang di belakang barisan tempat duduk kami. Dan parahnya brosur itu gak sengaja terinjak pula oleh orang yang duduk di bangku depan. Hha.. pupus sudah harapan. Tadinya aku pikir setelah selesai  acara brosur itu bisa kuminta lagi di bagian registrasi. Baru saja merasa lega sejenak, Ibu Lina sudah membungkuk mengambil brosur tersebut sambil bertanya apakah itu brosurnya punyaku atau bukan. Aaaa bingung -___- pada akhirnya aku bilang brosur itu gak sengaja jatuh, memang gak sengaja jatuh sih. Brosur bekas cap sepatu orang itu beliau pegang erat, dibuka, dan dijelaskan lagi isinya kepadaku (padahal sebelumnya udah beliau jelasin -___-) nada bicaranya sedikit berubah. Sumpah gak enak hati banget banget, ngerasa image rusak seketika. Aku ngerti kok perasaan beliau ketika ada salah satu instrumen pemasarannya terbuang dan terinjak tepat di depan matanya, padahal itulah yang tiap hari dia perjuangkan. Mungkin beliau orang yang cukup berpengalaman dan sudah terbiasa mengendalikan emosinya terhadap calon pelanggan atau pelanggan tetapnya, jadi masalah kecil seperti ini masih bisa dikondisikan yah. Maaf yaa.. maaf banget-banget Bu ({}). Aku juga gak tahu kenapa sifat cerobohku harus kambuh disaat-saat penting.

Pulangnya naik Transjakarta  yang ke arah Pasar Rebo, tapi harus transit dahulu di Kuningan Timur dan Cawag BNN. Bisa dibilang ini hari pertamaku naik Transjakarta sendirian. Sudah sore, dan belum makan siang membuat perutku keroncongan. Kuambillah roti yang ada di tas. Baru saja kubuka plastiknya, mas-mas petugasnya menunjuk ke salah satu simbol yang tertempel di dinding kaca dan bilang “Mbak, dilarang makan di bis. Makannya nanti saja di halte. Itu ada tandanya.” Waaahhh maluuuuunya -___- untung saja bisnya sedang sepi. Jujur aku gak tahu kalau ada tanda dilarang makan, biasa naik metromini sih. Terlalu.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi

Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran (tul