Langsung ke konten utama

Tahun Baru

Malam pergantian tahun baru.

Tahun baru Masehi, mereka menyambutmu begitu histeria. Hingar bingar kemeriahan hampir memenuhi semesta bumi. Tahun baru Masehi, sepertinya dirimu memang telah menjadi ritual sakral yang ditunggu-tunggu penduduk bumi.

Di kota kecilku pun begitu menyambutmu.Cafe-cafe sepanjang jalan Raya seolah tak mau ketinggalan momen pentingmu. Masing-masing seolah berlomba, menampilkan musik-musik dan artis yang menghibur. Lampu-lampu pijar memendarkan cahaya kelap-kelip sebagai penghiasnya. Sebagian orang-orang mulai disibukkan dengan berbagai rencana menghabiskan malam terakhirnya di tahun ini.

Sebelum pulang ke rumah, aku memutuskan mampir ke salah satu toko buku. Setelah membeli buku yang kuanggap menarik, aku kembali ke tempat penitipan barang untuk mengambil tas.
“Terima kasih.”
“Selamat malam tahun baru mbak.” Ucap ramah mas-mas penjaga penitipan barang.
Kujawab dengan mengembangkan senyum. Melangkah pergi.

Melihatku yang hanya membalas dengan senyum, teman si mas-mas penjaga toko di depan pintu bertanya hal yang sama.
“Gak tahun baruan mbak?”
“Engga..” jawabku singkat sambil senyum dan ngeloyor pergi. Kurasa mereka masih bertanya-tanya, bahkan mungkin menganggapku satu diantara seribu pengunjung toko yang aneh.

Pergantian tahun ya? Apa bedanya dengan pergantian hari? Siang menjadi malam, malam menjadi siang. Bukankah sama saja? Setiap hari selalu begitu. Dengan segala kemeriahan dan kemewahan yang digelar pada malam ini, coba tebak apa yang disisakan untuk esok?

Resolusi... resolusi... setiap tahun orang-orang visioner mencoba membuatnya. Sederet daftar mimpi yang akan diraih di tahun baru. Namun tak jarang juga dipertengahan jalan, mimpi-mimpi tersebut menguap. Raib entah kemana.

Evaluasi... evaluasi... bagi mereka yang memang ingin mengadakan perbaikan ke depannya. Tak selalu malam tahun baru dihabiskan dengan sia-sia. Ada juga orang-orang yang memilih melakukan hal-hal yang bermanfaat, ikut menggelar tabligh akbar misalnya. Setidaknya, menurutku yang bukan siapa-siapa ini, hal itu lebih bermanfaat.

Malam pergantian tahun baru, penduduk bumi banyak yang keluar dari rumah-rumah mereka. Memadati jalan. Ada yang menuju pusat ibukota negara di utara, ataupun ke arah Puncak di selatan. Dua lajur yang sama-sama sibuk.

1 Januari

Laporan berita pagi hari salah satu stasiun TV nasional.
“Pemirsa, saat ini seperti yang Anda lihat di belakang saya, dinas kebersihan telah menyiapkan truk-truk pengangkut sampah. Tahun ini ada penambahan jumlah kendaraan pengangkut sampah. Truk ini akan beroperasi di sekitar Monas, Bundaran HI, dan tempat-tempat strategis perhelatan tahun baru. Dikabarkan bahwa volume sampah pada pagi ini meningkat daripada volume sampah perayaan tahun baru pada tahun sebelumnya. Mayoritas sampah-sampah ini adalah sampah kertas, kardus, bekas makanan minuman, dan sampah bekas kembang api.....”

Sebuah ironi yang lain. Mengenang tahun lalu, tak lama selepas perayaan besar-besaran tahun baru Daerah Khusus Ibukota dilanda hujan lebat. Banjir dimana-mana. Bahkan banjir rata menggenangi tempat-tempat bekas perayaan tahun baru.

Tahun baru, hari selalu hujan. Ssstt... Adakah kita belajar? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi

Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran (tul