Langsung ke konten utama

Teman yang baik

Saat saya diminta untuk mendefinisikan tentang teman terbaik, jujur agak sulit untuk menyebutkan satu nama. Karena pasti nanti banyak teman lain yang cemburu, haha. Tapi kalau diminta untuk menyebutkan teman-teman baik, selalu ada beberapa nama yang menemati ruang-ruang tertentu di hati saya. Saat ditanya apa definisi teman yang baik, saya jadi ingat tentang sebuah pesan kurang lebih begini isinya:

“Teman baik adalah saudara yang tulus mendoakan dan mengingatkan kepada Allah, yang senantiasa menjalin hubungan, memberi ketenangan saat bersamanya. Ada inspirasi amal shalih saat melihatnya. Dalam diamnya, ia mendoakan. Dalam senyumnya, ia menenangkan. Dalam tawanya, ia tumbuhkan keceriaan. Dalam nasihatnya, ia bangkitkan semangat dan kerinduan. Hadiah terbaik dari seorang teman adalah ketulusan dan kepercayaan.”

Bagi saya pesan itu sangat dalam dan menyentuh. Semacam cermin yang membuat saya berkaca diri apa saya sudah menjadi teman yang baik bagi orang disekitar. Yah meskipun masih jauh dari kategori ideal tersebut, paling tidak sedang berusaha untuk menuju ke arah sana.

People come and go. But the special memories about them are still. Ada juga nasihat bijak yang bilang bahwa berkawan itu bersabar. Setuju sekali, karena kita berkawan dengan manusia yang pasti ada lebih dan kurangnya. Yang luar biasanya semakin erat hubungan saya dengan teman baik itu, entah mengapa dalam keheningan pun kami bisa merasa nyaman satu sama lain, seakan mengerti apa-apa yang tak terkatakan. Bukan diam-diam awkward ya. Oiya, hakikat manusia saat berinteraksi itu saling menzalimi. Akan bahaya saat kita tak ridho dengannya, bisa jadi justru penyakit hati yang timbul. Kalau kita tidak ridho, tak akan bisa ikhlas. Kalau tidak ikhlas, tidak akan bisa berlaku adil pada teman kita.

Pernah ada suatu masa di mana saya kecewa dengan salah satu sahabat saya. Saya merasa kecewa dengan bagaimana cara ia merespon masalah saya, saya pikir seharusnya dialah  orang yang paling mengerti saya. Ada yang bagian yang sakit tapi tak berdarah. Padahal mah bisa jadi saat itu memang sayanya saja yang sedang terlalu sensitif. Ekspektasi ingin dimengerti yang berlebihan. Berbulan-bulan saya menarik diri untuk tidak berinteraksi dengannya. Pesan-pesan yang dikirimnya tidak saya balas, benar-benar saya acuhkan, tidak peduli. Komunikasi kami mentok. Well, ya meskipun komunikasi itu penting tapi ada juga saat-saat dimana komunikasi tidak bisa menjadi obat mujarab untuk permasalahan hubungan sosial manusia. Kemudian, ada teman saya yang lain tiba-tiba memberi saya buku karangan ust. Salim A. Fillah. Setelahnya saya sadar dan merasa amat tertohok. Ternyata sudah berlaku tidak adil pada teman saya tersebut. Akhirnya minta maaf dan silaturahim berjalan lagi. Kira-kira begitulah dinamika pertemanan. Tidak selalu mulus.

Teman yang baik itu adalah harta yang tak ternilai. Mereka adalah aset penting, bukan sekedar aset dunia tapi juga aset akhirat. Siapa tahu kan ya dengan berteman dengan teman-teman yang baik, membuat kita juga termotivasi untuk jadi baik. Atau kalaupun envy, envynya dalam kebaikan gitu; semacam envynya Umar pada Abu Bakr.

#sabtulis

Komentar

Postingan populer dari blog ini

takut ._____.

Akhir-akhir ini merasa aneh... Diperlakukan seperti perempuan (normal) Jadi agak kikuk, juga takut. Perempuan yang biasanya diminta untuk melindungi, Menjaga yang lainnya. Sekarang justru kebalikannya, dilindungi, dijaga. Apa-apa biasanya sendiri. Sekarang-sekarang dibantu, ditemani. Mereka baik...sungguh Takut...berada dalam zona nyaman Takut...merasa aman Takut...melemah Takut...terbiasa

This Is Not My Passion

Disemester ini, semester enam, rasanya seperti kehilangan semangat. Lost my passion. Malas banget. Kuliah rasanya gak nyaman. Dateng sih dateng. Raganya ada, tapi pikirannya gak tahu kemana. Parah banget ya. Gak cuma kuliah, organisasi pun juga lagi malas. Minggu-minggu ini cuma jadi pengamat aja. Dan hari ini ada setumpuk agenda, tapi akhirnya kuputuskan dirumah saja. Alias bolos. Gak kuliah, gak datang tahsin, dan gak datang kajian. Yaampun, devil sedang berjaya nih. Kuliah rasanya begitu-gitu doang. Dari semester ke semester dosennya itu-itu lagi, dengan cara mengajar yang gitu lagi gitu lagi. Ada sih dosen yang ajib, kalau beliau ngajar gak sekedar transfer ilmu, tapi transfer emosi juga. Kita diajak diskusi. Diajak mikir beneran mikir. Kalau kami salah, dikasih tahu yang benar. Bukan tipe dosen yang bisanya cuma menghakimi. Walaupun mata kuliah yang beliau ajar termasuk yang sulit dipahami, tapi ngajarnya enak. Aku pribadi enjoy, gak males-malesan masuk ke kelas beliau. Y...

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selaman...