Langsung ke konten utama

Jejaring Pertemanan: SAP

Pada edisi sabtulis pekan ini, aku hendak menuliskan tentang satu sosok teman yang berarti bagiku. Namanya Sri Ayu Pajarwati. Seharusnya Fajarwati, tapi karena salah cetak di ijazah dan kalau ganti jadi ribet urusannya maka dipakailah huruf P. Sabar ya yu, senasib kok sama aku yang harusnya Rahmawati jadi Rohmawati.

Aku bertemu Ayu saat kami SMA. Kami satu kelas. Saat kelas dua SMA, kelas berubah sesuai dengan penjurusan. Ternyata takdir mempertemukan kami kembali di kelas yang sama. Saat kelas tiga, susunan kelas kembali diubah. Mungkin kami jodoh, karena tiga tahun sekelas bareng. Yup, She's my adorable deskmate.

How do I describe her?
Hemmnn...
- She's pretty, her smile like a sweet candy
- tidak terlalu tinggi, well aku senang sekali saingan tinggi badan sama Ayu. Kita selalu tidak sepakat tentang siapa yang lebih tinggi badannya diantara kita. Haha
- Hatinya baik
- Cerdas
- Seorang introvert, yang kadang sulit mengungkapkan ketidaknyamanannya di lingkungan tertentu.
- Sering ngelawak
- Sering bawa bekal makanan. Murah hati, dia selalu berbagi bekal makanannya. 
- Pikirannya terbuka. Aku senang kalau diskusi dengan Ayu.
- Ayu selalu lebih rajin dariku
- Punya bakat menulis
- hobi terselubungnya Ayu: menyanyi
- supportif, Ayu seseorang yang loyal dan siap mendukung apapun yang baik untuk orang-orang disekitarnya
- inspiratif

Aku senang kalau jahilin Ayu. Dia sering kesal, marah, tapi tidak lama kami akan berbaikan lagi. Kalau tidak salah ingat, dulu kami juga pernah merencakan sebuah konspirasi, eh kolaborasi ding, untuk bolos kelas renang bareng dengan berbagai alasan. Duh aib sekali ini ya, haha bandel.  

Bagian yang penuh kejutan adalah saat Ayu memutuskan untuk berjilbab. Sebagai teman seagama, sebangsa, dan setanah air aku terharu banget sama Ayu. Waktu mendekati kelulusan, kami sama-sama punya niat jadi perempuan kalem. Soalnya dulu petakilan banget.

Setelah lulus SMA, kami melanjutkan ke kampus yang sama. Alhamdulillah Ayu mendapat program fast track sarjana magister teknik sipil. Diantara banyaknya kemungkinan dalam satu kampus, lucunya adalah kami pernah belajar di satu gedung dan satu lantai yang sama. Beda ruangan pun tak sampai sepuluh meter. Dunia terasa selebar daun kelor.

Selepas lulus kuliah, secara fisik interaksi kami memang jauh lebih berkurang. Tiap perjumpaan kembali menjadi momen-momen yang amat berkualitas.

11 tahun berlalu tak bosan sama ayu lagi ayu lagi? Tidak... Justru karena dia lagi dia lagi yang ada di semua momen, dia jadi begitu spesial. Seseorang yang tulus menemaniku bertumbuh dan saling menyemangati. Real friend. Sesuatu yang perlu aku syukuri dan aku rawat. Di mana lagi aku bisa punya teman seperti Ayu. Everyone is unique, dan Ayu cuma ada satu di dunia. So deep in my heart, I pray Allah gather us on Jannah together. Aamiiin.

N.b: Sebagai penghormatan, aku kasih Ayu predikat sebagai fans aku no.1 hihi

---------------------------------
Tulisan ini merupakan bagian dari #sabtulis. Apa itu sabtulis? Sabtulis adalah gerakan menulis di hari Sabtu bagi sobat yang ingin menjadikan malam minggunya lebih produktif, melatih kemampuan menyampaikan gagasan atau mengekspresikan diri melalui tulisan, serta membentuk kebiasaan baik dalam menulis. Mari ikutan!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi

Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran (tul