Langsung ke konten utama

Muslim Milenial & Toleransi

Sabtu ini teman saya mewawancarai seseorang sebagai informan dalam risetnya. Dia meminta bantuan saya dan satu teman lain untuk menemaninya melakukan wawancara tersebut. Tema besar yang sedang ia teliti berkenaan dengan toleransi dalam beragama. Fokus penelitian ini menurut saya menarik, karena amat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. 

Seperti yang sudah kita ketahui, Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak keragaman suku dan agama. Gesekan sosial yang dilatarbelakangi fanatisme kesukuan, pemahaman yang keliru, dan arogansi antara pemeluk agama yang berbeda sempat menorehkan luka yang cukup mendalam bagi bangsa ini. Dengan adanya media digital, kebencian dan bibit-bibit permusuhan juga merambah dan menyebar secara cepat serta masif di dunia maya. Lalu bagaimana generasi muslim (yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin ) muda zaman sekarang (muslim milenial) bisa mengkonstruk Indonesia yang lebih baik melalui media baru (internet)?

Kurang lebih seperti itu rumusan masalah yang coba dijawab oleh teman saya. Penasaran bagaimana hasil utuhnya? Tunggu saja risetnya kelar jadi paper ilmiah hehe. Nah, hal yang ingin saya bagikan di sini lebih pada insight yang saya dapatkan setelah mengobrol dengan informan penelitian.  

Adalah kak DF, salah satu penggerak dari digital social movement bernama milenial islam. Mohon maaf untuk sementara nama informan saya sebut dengan inisial. Beliau bercerita bahwa gerakan ini muncul karena adanya keresahan atas kondisi masyarakat Indonesia yang sering bergesekan. Utamanya disebabkan oleh faktor ras dan agama yang kemudian berujung dengan radikalisme, terorisme, dan konflik sosial. 

Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Sebagai upaya untuk menjawab pertanyaan ini, Kak DF dan tim melakukan sebuah studi. Mereka bertanya kepada anak-anak muda muslim dan meminta anak-anak tersebut menuliskan apa saja yang ada di benak mereka ketika diberi sebuah foto dengan identitas ras dan agama yang berbeda dengan mereka. Ternyata… hasilnya sangat mengerikan. Mayoritas jawaban yang ada berisi hal-hal buruk. Mungkin kalau itu ditujukan pada kita yang muslim, kita juga akan merasa sedih dengan asumsi & tuduhan tersebut.

Apakah jawaban yang dituliskan tersebut sifatnya fakta? No… sebagian besar adalah prasangka buruk sebab mereka tidak tahu atau tidak memiliki pengalaman yang cukup untuk menilai sesuatu yang berbeda secara lebih objektif. Ketidaktahuan dan kurangnya pengalaman bisa terjadi entah karena latar belakang keluarga yang tertutup, entah edukasi yang kurang, entah karena rasa ingin tahu yang mengendap tapi tidak menemukan jawaban sehingga hanya bisa menebak-nebak dan tebakannya mengkristal menjadi stereotip negatif, ketidakmampuan untuk berpikir kritis atau karena kecenderungan seseorang akan kepastian. Semakin tinggi kecenderungan seseorang terhadap sebuah kepastian, maka orang tersebut akan semakin intoleran. Pada akhirnya semua itu membuat kita sulit untuk berlaku toleran terhadap perbedaan.

Kecenderungan terhadap kepastian ini menarik untuk dibahas. Orang yang kecenderungannya tinggi menjadi sangat dikotomis, baginya hanya ada dua pilihan. Kalau tidak A, pasti B. Jika bukan putih, berarti hitam. Jika benar, maka yang lainnya salah. Padahal kalau kita memandang kepastian seperti sebuah garis linier, selain dua buah titik ekstrem yang saling bertolak belakang; kita akan menemui daerah pertengahan. Ibarat warna, kita bisa menyebut daerah itu sebagai abu-abu. Wilayah yang penuh dengan hal-hal kontroversial.

Dengan adanya gerakan ini, kak DF dan tim mencoba mempertemukan muslim muda dengan kalangan non muslim agar bisa berinteraksi, saling berdialong, dan mengenal lebih jauh. Dampaknya, kegiatan ini mampu menjembatani dan meluruskan prasangka-prasangka buruk yang ada sebelumnya baik dalam benar orang-orang muslim maupun cara pandang non muslim terhadap muslim melalui pengalaman mereka sendiri. 

Ada sesuatu yang membuat saya ingin tahu lebih dalam dari penjelasan kak DF tadi. Saya menanyakan apakah saat kita menjadi toleran terhadap mereka yang memiliki latar belakang budaya dan keyakinan agama yang berbeda dengan kita, maka semuanya kita benarkan dan terima meskipun hal itu berkaitan dengan prinsip dasar kita?

Beliau menjawab tidak juga. Gerakan ini punya kata kunci: meyakini, menghargai. Sebagai muslim, kita wajib yakin seyakin-yakinnya bahwa agama ini yang akan membawa kita pada keselamatan dunia dan akhirat. Dalam konteks kehidupan di dunia di mana kita berinteraksi dengan orang lain yang punya keyakinan berbeda dalam suatu masyarakat, kita juga perlu menghargai mereka agar tercipta masyarakat yang damai. Islam sendiri mengajarkan bahwa tidak ada paksaan dalam agama ini, tiap-tiap pilihan keyakinan ada konsekuensinya masing-masing.

Selepas perbincangan ini, saya mendapat oleh-oleh berupa tanda tanya. Bagaimana dengan kita sebagai muslim? Apakah kita sudah menjadi duta yang baik bagi agama kita sendiri baik terhadap saudara seiman maupun yang berbeda keyakinan? Wah! Ini sih sejenis pertanyaan yang jawabannya perlu digali seumur hidup.

Let’s spread goodness wherever we are.
---------------------------------
Tulisan ini merupakan bagian dari #sabtulis. Apa itu sabtulis? Sabtulis adalah gerakan menulis di hari Sabtu bagi sobat yang ingin menjadikan malam minggunya lebih produktif, melatih kemampuan menyampaikan gagasan atau mengekspresikan diri melalui tulisan, serta membentuk kebiasaan baik dalam menulis. Mari ikutan!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi

Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Happiness Is

Psikologi positif pada awalnya dicetuskan oleh Martin Seligman. Psikologi positif memandang pada dasarnya manusia itu mencari kebahagiaan ( happiness ).  Psikologi positif memusatkan diri kepada keutamaan-keutamaan manusia, hidup dengan moralitas, tahu yang baik dan yang buruk. Karena itu secara keseluruhan mengandalkan akal budi dan nurani. Kalaupun emosi, maka emosi yang dipakai adalah emosi positif. Dalam psikologi positif, seluruh tubuh (jiwa & raga) adalah sumber kekuatan, keutamaan, dan nilai-nilai yang menggerakkan manusia. What is happiness? Happiness atau kebahagiaan itu bukan senang melihat orang menderita dan sengsara ketika melihat orang lain senang. Bahagia adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram, bebas dari segala hal yang menyusahkan. Authentic happiness adalah tujuan akhir keberadaan manusia, thrive/flourish adalah tanda dari authentic happiness. Where does happiness come from, Nature or Nurture? Ada dua pendapat dalam membahas kebahag