Langsung ke konten utama

This Is Not My Passion

Disemester ini, semester enam, rasanya seperti kehilangan semangat. Lost my passion.
Malas banget. Kuliah rasanya gak nyaman. Dateng sih dateng. Raganya ada, tapi pikirannya gak tahu kemana. Parah banget ya. Gak cuma kuliah, organisasi pun juga lagi malas. Minggu-minggu ini cuma jadi pengamat aja.

Dan hari ini ada setumpuk agenda, tapi akhirnya kuputuskan dirumah saja. Alias bolos. Gak kuliah, gak datang tahsin, dan gak datang kajian. Yaampun, devil sedang berjaya nih.
Kuliah rasanya begitu-gitu doang. Dari semester ke semester dosennya itu-itu lagi, dengan cara mengajar yang gitu lagi gitu lagi. Ada sih dosen yang ajib, kalau beliau ngajar gak sekedar transfer ilmu, tapi transfer emosi juga. Kita diajak diskusi. Diajak mikir beneran mikir. Kalau kami salah, dikasih tahu yang benar. Bukan tipe dosen yang bisanya cuma menghakimi. Walaupun mata kuliah yang beliau ajar termasuk yang sulit dipahami, tapi ngajarnya enak. Aku pribadi enjoy, gak males-malesan masuk ke kelas beliau. Yaa walaupun kebiasaan telat mah tetep :P

“entah harus apa lagi, harus gimana lagi.. ”
Kalau kata lagunya group vokal tangga begitu. Harus apa lagi? Biar balikin mood jadi bagus. huweee, sebenarnya sih sadar kalau kejemuan ini adalah siklus. Tapi kalau dibanding semester-semester yang lalu, semester ini paling parah. Perlu mood booster nih. Ngapain ya? Tidur... udahan, tapi gak berhasil balikin mood.

Minta dimarahin sama dewi, yayat, dan ayu a.k.a srintil. Ehhh ternyata si dewi kemarin juga abis bolos gara-gara bete sama dosennya, yaah samaan. Toos deh. Jadi dia gak bisa komen banyak. Hummn, kalau yayat gak dibalas, mungkin sudah tidur atau pulsanya lagi abis. Ini yang paling kocak si srintil. Dia ngajakin main. Nah, semester ini full sampai sabtu, masa iya besok mau bolos lagi -_____-  “jangan bolos laaah, ga semangat kenapa emang? Kalau gue mah pengen banget liburan, tugas udah kayak pakaian kotor nih.” Nah kan lucu banget nih orang, niatnya biar dimarahin sama dia, ehh dianya juga jadi curcol. Iya sih, jadwal kuliah memang lebih padat ayu yang di sarmag. “hahaha.. setiap selasa malah matkul kelas gue horor banget jo, ngalahin hantu kali, :P” tooss deh yu. Sama, aku juga kebagian matkul horor, kalau setiap jadwalnya itu matkul berasa pembantaian massal. Ayu bilang ini sih bukan pencerahan, tapi pesenasiban.

Minta pencerahan juga dari senpai, yang juga sempet ngalamin suasana kuliah yang gak karuan kayak gini. Dan pertanyaannya “liqo masih?” awalnya sih bingung, apa hubungannya sama liqo.. oh ternyata ada :D arigatou senpai nasihatnya.
Hahaha.. yaa feel better lah bicara sama orang-orang ini.
Hummph, semoga siklus ini cepat berganti deh.
Aamiin...


Komentar

  1. Hampir semua manusia, mahasiswa, aktivis, mengalaminya

    you're not alone

    Innallaha ma'anna

    (y)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi

Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran (tul