Langsung ke konten utama

Epilog

“Suatu hari saya bermaksud membuat sebuah biografi diri saya sendiri sebagai kado untuk calon istri saya nantinya. Karena saya tahu, untuk sekian lama waktu kebelakang saya baginya adalah orang asing. Niatnya saya ingin agar dia tahu, dia kenal saya. Tapi begitu saya menulisnya, biografi itu tak pernah selesai. Rasanya kata-kata yang saya tulis tidak cukup untuk menggambarkan kehidupan saya selama ini. Tentang keluarga saya, ayah saya, ibu, adik, dan orang-orang lain disekitar saya.”

Pria itu diam sejenak, “Dulu ayah saya tidak mendukung hobi saya sebagai animator, dia menganggap hobi ini tak bisa memenuhi kebutuhan finansial saya. Dia berharap anaknya bisa jadi pegawai negeri atau bekerja di kantor kecamatan. Maklum saya hidup dipedesaan. Tapi saya suka animasi, lalu pelan-pelan saya buktikan pada ayah saya. Sampai tetangga saya yang cerita  sendiri pada ayah saya. Wah pak, anakmu hebat lho! Karyanya dapat penghargaan. Ayah saya mulai luluh, dan perlahan menerima prinsip saya. Dan itu hanya sebagian kecil cerita dalam hidup saya. Jadi buat kalian, yang masih muda masih banyak waktu luang, cobalah menulis, minimal nge-blog. Nge-blog itu lebih ringan daripada membuat sebuah biografi. Mirip catatan harian terbuka.”

“Yaa, siapa tahu, nanti ketika bertahun-tahun kemudian, ada anak/cucumu atau keturunanmu yang melihat blogmu. Dan dia bilang : wahh ini cerita ibu/nenek saya, dan ohhh ohhh ohhh yang lain. Kan siapa yang tahu?”

Begitu cerita seorang tutor animasi pada kami, memotivasi untuk terus konsisten menulis, dan mengikuti impian-impian yang kami punya. Sebuah epilog singkat di akhir pelatihan animasi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi

Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran (tul