Langsung ke konten utama

Menulis Untuk Sabtulis

Dear Readers!
Pertama-tama, terima kasih sudah mampir ke blog saya. Yeay, kamu beruntung karena ada persembahan khusus di minggu ini. Sebuah tulisan tentang menulis. Lho bukannya sudah pernah menulis tentang menulis, Ning? Nope, kali ini berbeda. Saya akan sedikit bercerita tentang Sabtulis, sebuah gerakan untuk bersama-sama produktif menulis. Selamat datang dan selamat menengok dapur kecil kami melalui tulisan singkat ini. Supaya asyik, saya akan ditemani oleh seorang interviewer berinisial M. Ya, pokoknya sebut saja dia M (Misteri?).

M    : Apa yang menjadi ide awal memulai Sabtulis dan dengan siapa kamu memulainya?
Y    : Berawal dari percakapan dengan seorang sahabat nan jauh di Timur Jawa berinisial B tentang blog. Mr. B ini bekerja dibidang media dan jurnalistik. Kebetulan Mr. B cukup aktif menulis blog dan memang pekerjaan sehari-harinya berkaitan dengan tulisan. Berbanding terbalik dengan saya yang blognya sudah dipenuhi sarang laba-laba. Terakhir aktif menulis waktu masih menjadi mahasiswa S1, tahun 2014. Setelah itu saya vakum menulis di blog (wah jangan-jangan dulu blognya hanya dipakai buat tugas kuliah saja ya? Mahasiswa kan biasanya begitu dan sempat pindah ke platform lain juga sih dengan alasan tertentu). 

Kemudian percakapan mengalir begitu saja, hingga sebuah pertanyaan iseng dari saya menjadi pemantik kelahiran Sabtulis: “pernah ngajak orang untuk konsisten nulis? Hasilnya bagaimana? Banyak yang termotivasi kah atau menjadi habit tertentu gitu?”. Dia bilang bahwa kendalanya (habit menulis) memang disiplinnya harus (datang) dari orangnya sendiri. Lalu saya pastikan lagi, kira-kira mau kah untuk membuat sesuatu yang berkaitan dengan blog dan tulis-menulis?. 3 huruf yang menjadi jawaban untuk mengawali semuanya: yuk. Sesingkat itu jawabnya.

Lumayanlah ya obrolan berfaedah harus jadi sesuatu. Selanjutnya kami bermusyawarah mengenai konsep sabtulis, persiapan, dan pembagian peran kerja. Oiya, perkenalkan juga kepala koki di dapur Sabtulis adalah Mr. B. Segala sesuatu yang berkaitan dengan sabtulis, mulai dari hal abstrak sampai konkret, kami lakukan via daring. Ini cukup membuktikan kecanggihan era digital bahwa teknologi mampu melewati batasan jarak dalam berkomunikasi.

M    : Mengapa namanya Sabtulis?
Y    : Sabtulis itu gabungan dari  Sabtu dan menulis. Kalau menyebut sabtu menulis itu terlalu panjang dan kurang unik, jadi kami singkat dengan sabtulis. Lebih simple dan praktis. Sesuai namanya, kita sama-sama meluangkan waktu di hari Sabtu untuk menulis dan mencoba konsisten dengannya.

M    : Kapan terbentuknya?
Y    : Sabtulis lahir pada 20 Desember 2017 dengan pilot project berjalan selama dua minggu. Kemudian di awal tahun 2018 dibuka resmi untuk teman-teman lain yang mau bergabung.

M    : Di mana kita bisa mengakses Sabtulis?
Y    : Tulisan teman-teman yang masuk dan terpilih serta informasi lainnya bisa diakses melalui instagram @sabtulis, web di sabtulis.wordpress.com, facebook page Sabtulis, dan line @atw6365o. Juru masak di sabtulis ramah kok, kalian bisa bertanya apa saja tentang sabtulis.

M    : Apa harapan awal tentang Sabtulis? 
Y    : Kami berharap semoga sabtulis bisa menjadi alternatif konten yang baik bagi anak-anak muda. Faktanya saat ini kita selalu mengkonsumsi konten yang biasa diakses dari ponsel genggam. Bahkan tak jarang kita  melahap semuanya tanpa ada filter tertentu. Kita menjadi terlalu pasif. Kita menjadi lupa bahwa kita pun bisa memproduksi konten-konten sendiri, konten yang baik tentunya. Maka sabtulis lahir dengan harapan menjadi gerakan bersama yang mengajak para pemuda untuk bisa ikut memproduksi konten baik agar bisa mengekspresikan diri, menemukan jati diri, dan menjadi lebih percaya diri melalui tulisan. Siapa tahu tulisan-tulisan ini menjadi sebuah tulisan yang bisa bermanfaat dan menginspirasi orang lain.

M    : Siapa saja yang bisa gabung & bagaimana caranya?
Y    : Siapapun dengan domisili di manapun bisa bergabung dengan sabtulis. Cara bergabung sabtulis sangat mudah. Pertama, bulatkan tekad untuk menulis. Kemudian mulai menulis. Setakan hastag #sabtulis di akhir tulisan. Unggah tulisanmu ke blog masing-masing. Kirim link tulisanmu ke bit.ly/kumpulsabtulis. Selesai, you did it. Great job!

Tidak ada kata terlambat untuk bergabung dengan Sabtulis. Sabtulis selalu terbuka bagi siapapun yang mau bergabung tiap pekannya.

M    : Apakah ada hukuman jika tidak konsisten menulis tiap pekan?
Y    : Tidak ada hukuman (kecuali mahasiswa saya yang diwajibkan menulis ya), karena memang ini adalah wadah pembelajaran dan pengembangan diri. Bukan wadah kompetisi. Tapi kalau memang mau benar-benar berlatih, tentu hasilnya akan kembali pada diri masing-masing. Cheers!

M    : Saat ini, ada siapa saja juru masak di Sabtulis?
Y    : Selain Pak Ketu Mr. B dan saya, ada satu juru masak baru. Namanya Ms. N. Alhamdulillah kehadirannya sangat membantu sekali mengingat tulisan yang masuk kian minggu kian banyak. Semoga betah ya Bu. Bersyukur ada kalian.

M    : Kegiatan berikutnya kira-kira apa?
Y    : Maunya sih kopdar, tapi ini masih ide. Ada yang mau bantu wujudkan atau punya ide lain yang seru? Boleh langsung kontak di IG @sabtulis.

M    : Apa sih hal menarik yang kamu temukan dari sabtulis?
Y    : Wah banyak! Menemukan tulisan yang menarik di Sabtulis itu seperti menemukan sebuah harta karun. Senang rasanya bisa menemukan sesuatu yang berharga tiap pekan. Selain itu dengan sering membaca karya tulisan dari teman-teman yang konsisten menulis, rasanya seperti bisa sedikit lebih mengenal mereka. Semacam menjadi teman dalam perjalanan proses berkembangnya tulisan dan karakter mereka.

M    : Terakhir, apa pesan kamu untuk teman-teman di Sabtulis?
Y    : Sampai detik ini saya berterima kasih untuk teman-teman yang mau bersama-sama mengembangkan potensi diri dengan menulis bersama Sabtulis. Semoga selalu semangat menulis dan jangan berhenti menulis, meski yang bisa dituliskan hanya hal-hal sederhana. 

Sekian dulu cerita singkat tentang sabtulis, yang punya pertanyaan lebih lanjut bisa DM saya di instagram @yuningikar. Sampai bertemu melalui tulisan di hari Sabtu!

#Sabtulis

Komentar

Postingan populer dari blog ini

This Is Not My Passion

Disemester ini, semester enam, rasanya seperti kehilangan semangat. Lost my passion. Malas banget. Kuliah rasanya gak nyaman. Dateng sih dateng. Raganya ada, tapi pikirannya gak tahu kemana. Parah banget ya. Gak cuma kuliah, organisasi pun juga lagi malas. Minggu-minggu ini cuma jadi pengamat aja. Dan hari ini ada setumpuk agenda, tapi akhirnya kuputuskan dirumah saja. Alias bolos. Gak kuliah, gak datang tahsin, dan gak datang kajian. Yaampun, devil sedang berjaya nih. Kuliah rasanya begitu-gitu doang. Dari semester ke semester dosennya itu-itu lagi, dengan cara mengajar yang gitu lagi gitu lagi. Ada sih dosen yang ajib, kalau beliau ngajar gak sekedar transfer ilmu, tapi transfer emosi juga. Kita diajak diskusi. Diajak mikir beneran mikir. Kalau kami salah, dikasih tahu yang benar. Bukan tipe dosen yang bisanya cuma menghakimi. Walaupun mata kuliah yang beliau ajar termasuk yang sulit dipahami, tapi ngajarnya enak. Aku pribadi enjoy, gak males-malesan masuk ke kelas beliau. Y

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran (tul