Langsung ke konten utama

I not stupid 2

            Aku jerry. Usiaku 8 tahun. Aku tidak bodoh. Aku mendapat nilai tinggi untuk semua pelajaran, tapi papa dan mama jarang memujiku. Sebaliknya, mereka memarahiku karena tidak mendapat nilai lebih tinggi.
            ini kakakku tom, dia blogger hebat. Tapi lihat mama, dia jelas tidak menghargai bakat kakak. “blogger hebat ? Menulis omong kosong itu ‘hebat’ ? Kenapa tidak membuatku terkesan dengan nilai-nilaimu ?”.
            “kakak dapat nilai 65 untuk esai bahasa cina”.
            “apa 65 nilai yang bagus ? Aku selalu dapat nilai 85. Berapa banyak puisi tang yang sudah kau baca ? Aku ini editor majalah, tapi bahasa cinamu jelek sekali. Memalukan.”
            semua orang dewasa sama saja. Mereka tidak suka yang kami suka. Mereka suka yang kami tidak suka. Kadang kami benar-benar kesal. Orang dewasa mengira dengan mengomeli kami, mereka berkomunikasi. Sebenarnya, mereka cuma bicara sendiri. Kami pura-pura mendengarkan. Tapi omongan mereka, langsung menguap begitu saja. Mereka tidak peduli kami mendengarkan atau tidak, asalkan mereka bisa bicara panjang lebar. Aku ragu mereka sadar kalau omelan mereka bisa membunuh kami. Orang dewasa terlalu banyak bicara. Apa mereka tidak mengerti dengan yang disebut ‘kelebihan muatan’ ? Kadang-kadang kami juga ingin didengar. Tapi ketika kami bicara mereka akan mengatakan “ kau berani menjawab ? Mau sok pintar ? Apa lagi maumu? Ini demi kebaikanmu. Kami melakukan ini supaya kau jauh dari masalah. Ingat kata-kataku. Kau mengerti ? Kenapa diam saja ? Apa kau bisu ?”.
            kami sama sekali tidak boleh membantah, kami hanya bisa menjawab ‘hmmm’, ‘ahh’, oh !’. Akhirnya, kami mengerti lebih baik diam saja. Ketika kami memerlukan mereka, kami mencoba menghubungi mereka dan yang terjadi adalah suara dari mesin penjawab telepon. “maaf, aku sedang sibuk. Tinggalkan pesan setelah bunyi ‘bip’. Akan kubalas teleponmu segera”. Meski kedua orang tuaku masih hidup, rasanya aku tak beda dengan anak yatim piatu, jadi aku harus mengerjakan semuanya sendiri. Beginilah cara kami berkomunikasi dengan orang tua, dengan menempelkan pesan di dinding kulkas. Tapi mereka terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing, pesan kami diabaikan begitu saja.
            Hal bodoh yang dipercayai oleh anak kecil sepertiku karena biasa menonton tv adalah aku percaya yang ada di tv pasti benar, dan yang ditunjukkan di tv sudah pasti benar. Aku hanya bisa belajar dari tv, sedangkan orang tuaku ??? Entahlah. Jika orang tua tidak bisa terlalu diandalkan, maka masih ada teman. Tapi setidaknya carilah teman yang benar-benar baik dan bukannya menjadi parasit untukmu.
            orang dewasa kadang terlalu egois dan gengsi. Papa tidak suka mengalah, mustahil membuatnya minta maaf, mama sama saja. Katanya kalau orang dewasa perang dingin, yang minta maaf duluan dialah yang kalah perang. Aku tak mengerti. Mereka mengajari kami untuk minta maaf tapi mereka sendiri tidak bisa melakukannya.
            Orang tua tidak punya waktu untuk mengajar anak-anaknya, jadi mereka mengandalkan para guru. Tapi sikap orang tua dan guru sama saja, hanya sedikit sekali dari mereka yang bisa menjadi orang tua dan guru yang baik bagi anak dan muridnya. Kakakku dan temannya terlibat masalah dengan gurunya. Berita tentang guru memukul murid menjadi perdebatan diseluruh negeri, semua orang membicarakannya.
            “ hukuman fisik cuma masalah kecil, yang jadi perhatian adalah tempramen para guru yang sangat memprihatinkan”.
            “asalkan murid tidak dipukul sampai mati, guru cuma menjalankan tugasnya. Kenapa guru harus disalahkan ? “.
            “anak-anak banyak menghabiskan waktu di sekolah. Kalau kekerasan diperbolehkan disekolah, apa bedanya dengan dijalanan ? ”. Dan banyak lagi komentar yang masyarakat yang diungkap media tentang hal itu.
            Walaupun begitu, setiap orang bisa berubah. Saat masih kecil, ada banyak dukungan dan pujian untuk membantu kita melewati rintangan. Kita tidak sadar betapa beruntunganya kita saati itu. Tapi seiring waktu berlalu, dukungan dan pujian itu berubah seiring kita beranjak dewasa. Semua jadi berbeda.
            Kapan terakhir kali kau memuji seseorang ? Kapan terakhir kali orang lain memujimu ? Sudah lama bukan ? Lihatlah sisi baik seseorang, berikanlah ia pujian. Apa itu sulit ? Semua orang butuh perhatian. Tapi kenapa kita sering ragu untuk sekedar memberi pujian ?. Ada juga orang tua yang sangat menyayangi anaknya, hanya saja dia tidak tahu bagaimana cara menunjukkannya. Pengakuan terhadap seseorang adalah sumber kekuatan yang bisa menghasilkan kejaiban. Dalam diri setiap anak ada sisi gelap dan terang. Carilah sisi terang itu dan semua yang baik akan muncul.

dari film : I not stupid 2.

~ terima kasih buat fany yang udah ngasih film ini, terima kasih juga buat orang-orang yang udah bikin film ini. filmya amazing, keren banget ! sangat direkomendasikan untuk ditonton ^_^  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi

Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran (tul