Apa yang dimaksud dengan etos?
Etos berasal dari bahasa Yunani, yang
berari sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap, serta persepsi
terhadap nilai kerja. Dari kata ini terlahirlah yang disebut “ethic”
atau etika yaitu pedoman, moral dan perilaku, atau dikenal pula
etiket yang artinya cara bersopan santun. Karena etika berkaitan
dengan nilai kejiwaan seseorang, maka hendaknya setiap pribadi muslim
mengisi etika tersebut dengan keislamannya dalam arti yang aktual.
Jadi etos adalah norma, serta cara dirinya mempersepsi, memandang,
dan meyakini sesuatu.
Apa yang dimaksud dengan “kerja”?
Makna kerja bagi seorang muslim adalah
suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh asset,
fikir, dan dzikirnya untuk mengaktualisasi atau menampakkan dirinya
sebagai hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan menempatkan
dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khoiro
ummah).
Etos kerja muslim itu dapat
didefinisikan sebagai cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa
bekerja itu bukan hanya untuk memuliakan dirinya, menampakkan
kemanusiaannya, tetapi juga sebagai sebuah manifestasi dari amal
sholeh dan oleh karenanya memiliki nilai ibadah yang sangat luhur.
- Memiliki jiwa kepemimpinan (leadership)
Memimpin berarti
mengambil peran secara aktif untuk mempengaruhi orang lain, agar
orang tersebut berbuat sesuai dengan keinginannya karena orang
tersebut ingin melakukannya bukan karena terpaksa. Kepemimpinan
berarti kemampuan mengambil posisi dan memainkan peran sehingga
kehadiran dirinya memberikan pengaruh pada lingkungannya. Seorang
pemimpin selayaknya berpikir kritis anallitis karena dia sadar bahwa
seluruh hidupnya akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah.
“Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya
itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Q.S Al Israa’ :
36).
- Selalu berhitung
Umar bin Khattab
pernah berkata : maka hendaklah kamu menghitung dirimu sendiri,
sebelum datang hari dimana engkau yang akan diperhitungkan. Hal ini
juga ditegaskan dalam firman Allah : “Hendaklah kamu menghitung
diri hari ini untuk mempersiapkan hari esok….” (Q.S Al Hasyr :
18).
Di dalam bekerja
dan berusaha, akan tampaklah jejak muslim yang selalu teguh
pendirian, tepat janji dan berhitung dengan waktu – The most
important thing in doing business is trying keeping promises and be
in time.
- Menghargai waktu
Bagi seorang
muslim, waktu adalah rahmat yang tiada terhitung nilainya, pengertian
terhadap makna waktu merupakan tanggung jawab yang sangat besar.
Sehingga konsekuensi logisnya, dia menjadikan waktu sebagai wadah
produktivitas. Baginya, waktu adalah sehelai kertas kehidupan yang
harus ditulis dengan deretan kalimat kerja dan prestasi. Baginya,
waktu adalah asset Illahiyah yang merupakan ladang subur yang
membutuhkan ilmu dan amal untuk diolah dan dipetik hasilnya pada
waktu yang lain.
Bekerjalah dengan
rencana, dan kerjakanlah rencanamu (plan your work, work your
plan). Setiap muslim adalah manusia yang senang menyusun jadwal
harian, mampu merencanakan pekerjaan dan programnya sehingga dia
sarat dengan berbagai catatan yang menunjukkan kesadaran terhadap
waktu. Apa yang diraih pada waktu yang akan datang ditentukan oleh
caranya mengada pada hari ini (what we are going tomorrow we are
becoming today).
- Tidak pernah merasa puas berbuat kebaikan
Karena merasa
puas berbuat kebaikan adalah tanda-tanda matinya kreativitas.
- Hidup berhemat dan efisien
Orang yang
berhemat adalah orang yang memiliki pandangan jauh ke depan. Berhemat
bukanlah dikarenakan ingin menumpuk harta kekayaan yang melahirkan
sifat kikir, tetapi berhemat dikarenakan tidak selamanya waktu
berjalan secara mulus. Berhemat adalah mengestimasikan apa yang akan
terjadi di masa yang akan datang.
- Memiliki jiwa wiraswasta (enterpreneurship)
Innalloha
yuhibul mukminal muhtarif (sesungguhnya Allah sangat cinta kepada
seorang mukmin yang berpenghasilan).
- Memiliki insting untuk bertanding dan bersaing
Semangat
bertanding merupakan sisi lain dari citra seorang muslim yang
memiliki semangat jihad. Lebih baik megetahui dan mengakui kelemahan
diri sendiri sebagai persiapan untuk bangkit daripada bertarung tanpa
mengetahui potensi diri, karena hal itu sama saja dengan seorang yang
bertindak nekad.
Seorang muslim
hendaknya sadar bahwa sejak dini, kita adalah mahluk unggul,
pemenang, dan sejak dini sudah tertanam insting bertanding. Sehingga
mengapa kita buang asset alamiah yang positif ini? Mengapa masih saja
ada orang malas, lemah, dan kehilanngan daya tanding? (semoga itu
bukan kamu, atau pun aku)
Dunia ini kejam,
mas bro and mbak sist! Dia tidak mengenal kasian kepada orang-orang
yang gagal. Kalau kita gagal, apakah serta merta dunia lantas
serempak mengulurkan tangan kepada kita? Dunia, paling banter hanya
berteriak : “ aduh, kasihan. Dia gagal yah.”
Masih mending
apabila dunia mau menaruh kasihan (walau hanya sebuah kata-kata)
tetapi yang lebih menyakitkan lagi, dunia itu malah mencerca
orang-orang yang gagal. Oleh sebab itu, setiap muslim harus mampu
mengaktualisasikan dorongan semangatnya untuk menjadi seorang
petarung yang unggul.
The best
fortune that come to a men is that he corrects his defects and make
up his failings. Seorang mujahid dan ciri pribadi muslim yang
mempunyai etos kerja Islami tidak pernah menyerah pada kegagalan.
Kalau ia tersungkur maka segeralah dia bangkit untuk melawan lebih
tangguh dan keluar sebagai pemenang.
- Keinginan untuk mandiri
Seorang muslim
yang berkeyakinan pada nilai tauhidnya memiliki semangat jihad dan
jiwa yang merdeka sehingga tidak lemah dan menggantungkan
kehidupannya pada orang lain.
- Haus untuk memiliki sifat keilmuan
Seorang yang
memiliki wawasan keilmuan tidak pernah cepat menerima sesuatu sebagai
taken for granted. Dia adalah pribadi yang kritis dan sadar
bahwa dirinya tidak boleh ikut-ikutan tanpa pengetahuan, karena
seluruh potensinya suatu saat akan diminta pertanggung jawaban dari
Allah. Rasulullah juga mewajibkan bagi muslimin dan muslimah untuk
mencari ilmu mulai dari buaian hingga liang lahat walaupun harus
menempuh tempat yang jauh.
Lagi pula Allah
mempertanyakan kepada diri kita tentang kualitas dan kemuliaan
manusia yang berilmu dan yang tidak berilmu tidak akan pernah sama.
”(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang
yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang
ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang
berakal-lah yang dapat menerima pelajaran.” (Q.S. Az Zumar : 9).
“…niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al Mujaadilah : 11)
- Berwawasan universal
- Memperhatikan kesehatan dan gizi
- Ulet dan pantang menyerah
- Berorientasi pada produktivitas
- Memperkaya jaringan silaturrahmi
Iman, akal dan ikhtiarlah yang
membedakan satu dengan lainnya dan kemulian manusia akhirnya diukur
oleh derajat taqwa, yaitu mereka yang mampu menggubah alam untuk
meraih mardhatillah.
Komentar
Posting Komentar