Tengah malam itu, kami berdua ditugaskan untuk menjaga pos satu dalam
jelajah “jihadul lail”. Ini pertama kalinya kami berdua saja, berbincang
mengisi kekosongan waktu. Tentang gelap, cahaya, garis, arah, hingga alasan.
Alasan mengapa kami disini.
“kamu kenapa gabung disini?” tanyaku penasaran.
“kalau kamu ning? Kamu kan lebih dulu disini.”
“umnn, aku mau tahu alasan kamu dulu.”
“emn... kamu tahu kan ning. Dulu aku belum berjilbab. Trus adikku yang
berjilbab duluan. Suka ditanyain sama guru-guru sih, adiknya berjilbab kok
kakaknya engga. Hidupku hedonis, mikirnya masih tentang dunia aja. Zaman
jahiliyyah dulu mah. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk berjilbab. Pas
awal-awal aku nyari informasi, browsing-browsing tentang jilbab dan islam.
Dikelas ada beberapa teman yang berjilbab, tapi lingkungannya yaa... masih gitu
deh. Akhirnya aku mentoring.”
“pas mentoring emang diajakin gabung di organisasi ini?”
“engga. Bahkan kakak mentoringku gak pernah ngajak-ngajak ikutan
organisasi ini. Kita mentoring ya mentoring aja.”
“ohhh...”
“aku gabung disini emang karena aku pengen tahu lingkungan yang baik,
kayak di surat Al-Asr. Yang saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan
kesabaran.”
Terhenyak. Saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran,
kata-kata itu seperti baru pertama kali ku dengar (lagi). Padahal anak kecil
pun hafal surat Al-Asr. Mendengar
alasannya, meninggalkan tanda tanya besar bagi diriku sendiri. Tentang
alasanku di sini. Tidak, bahkan lebih dari itu. Untuk apa ada di sini, sudahkah
melakukannya dengan optimal? Dan alasan-alasan untuk bertahan dari setiap
keluhan.
Jadi, Kenapa kamu disini ning?
Komentar
Posting Komentar