Langsung ke konten utama

Keterbukaan Tanpa Beban

“Pada topeng, kita paling tidak belajar satu hal, ada wajah kita yang sejati, diri kita yang asli tersembunyi di sana. Untuk menemukan itu kembali, kita hanya perlu melepas topeng, sesederhana itu…”
-Muhammad Akhyar

Relasi yang baik, dibentuk dengan komunikasi yang baik pula. Semakin kita terbuka dengan orang lain, kepercayaan semakin terbangun. Semakin meningkatnya kepercayaan dalam sebuah relasi, semakin terasa nyaman pula kita untuk membuka siapa sejatinya diri kita. Tentu orang yang berharap menjalin relasi yang baik tidak dibangun dengan jalan kepura-puraan dan saling mencurigai. Hambatan terbesar sebenarnya bukan terletak pada bagaimana kita mengungkap dan coba memahami sosok asli di balik topeng lawan bicara kita. Tapi di awali dari sejauh mana kita berani untuk melepas topeng kita sendiri. Sejauh mana kita berusaha untuk terbuka dan merasa nyaman menjadi diri kita sendiri.

Memang bukan hal yang ringan ketika kita mencoba melepas topeng. Kita sering malu bersikap, menyampaikan pendapat, juga malu bersikap jujur pada apa yang kita pikirkan, kita rasakan, dan kita lihat sehingga pertimbangan ini itu yang kelamaan justru membuat kita tak kunjung bersikap dan bertindak. Kekokohan relasi bukannya hanya dengan komunikasi satu arah, tapi dua arah. Agar keduanya merasa adil, agar keduanya bisa saling jujur dan terbuka. Walaupun terkadang hal itu menyangkut hal-hal yang tidak mengenakkan sekalipun. Pada akhirnya kita akan belajar dan menemukan hal-hal baru dari tiap-tiap topeng yang kita lepas. Tanpa beban.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi

Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran (tul