Langsung ke konten utama

Telepon

Senin, 21.00 WIB

Telepon berdering dari nomor asing, tidak dikenal. Teman-teman yang kenal saya, mereka pasti tahu saya lebih sering komunikasi via sms. Menelepon itu hanya pada hal-hal yang dianggap sangat-sangat penting, mendesak, dan perlu jawaban cepat.

“halo?” suara dari seberang.

“iya. Assalamu’alaykum.” 

“ini siapa?” tanyanya. Aneh, pikir saya. Kan dia yang telepon, kenapa justru dia yang tanya?

“lho ini siapa? Ada apa ya?” saya tanya balik, to do point.

“ini (nama cowok), boleh kenalan?” aduuuuhhh please deh! Nama itu... ahh dia lagi. Dia, orang yang sekitar dua minggu lalu juga menelepon, beberapa kali. Sempet saya tanggapi teleponnya, tapi suaranya tidak terdengar jelas. Jadi saya minta dia untuk sms saja.

Isinya : hai. Saya (nama cowok). Boleh kenalan?.
Ada juga sms dari nomor lain, isinya cuma “hy”. Berkali-kali, penuh-penuhin inbox saja.
Ya Tuhan, ini alien dari planet mana yang nyasar menghubungi saya. Saya sama sekali tidak berminat membalas smsnya. Biarkan saja menggantung. Cukuplah waktu SMA, ada sms nyasar minta kenalan, tidak berapa lama waktu berselang dia telepon. Dia bilang : mau gak jadi pacar saya?. Gak waras ini orang -____-“ tahu wujudnya aja engga, ujug-ujug nembak. Saraaappp.

-________-“ malesss banget model tipu-tipu seperti ini mah sudah bisa diduga ujung-ujungnya, gak penting. OK, kembali ke percakapan.

“.....eummn, ada kepentingan apa ya kenalannya?”

“ya kenalan aja, boleh..”

“umn. Kalau gak penting-penting amat, kayaknya gak dulu deh ya. Sekian. Selamat malaaaam.” Tutup telepon.

Jahat? Sombong? Saya? Iya sepertinya begitu. Bodo amat dibilang begitu juga. Dari dulu saya selalu sebal dengan trik minta kenalan macam ini. Apalagi kalau yang minta kenalan cowok, jam segini pula, sudah malam. Tidak punya jam apa di rumahnya?!

Kalau pria baik-baik, punya niat baik, pasti tahu cara yang baik dan waktu yang tepat. Tamat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selaman...

Sebuah Nasihat yang (Tidak) Perlu Dimasukkan ke Hati

Jarang-jarang temanku berpendapat sebegini panjangnya. "Ning, selama berhubungan dengan manusia; ketulusan itu utopis banget. Apalagi zaman sekarang. Naif namanya kamu percaya dengan hal itu. Nih ya, mungkin kamu engga sadar; sebenernya orang-orang yang memberi kebaikan mereka ke kamu diam-diam mereka sedang menganggapmu seperti celengan. Suatu saat mereka pasti akan meminta kembali kebaikan itu darimu dalam bentuk yang lain. Lalu ketika kamu tidak bisa atau memilih untuk tidak ingin mengembalikan itu; mereka mulai mengungkit-ungkit aset apa yang sudah ditanamkannya  kepadamu. Kemudian dengan bias, kamu dianggap tidak sadar diri, tidak tahu balas budi, tidak tahu caranya bersyukur pada mereka. See??? Waspada saja kalau banyak orang baik yang terlalu baik disekitarmu, ingat ya; di dunia ini tuh gak ada yang mananya gratisan. Jangan percaya, bohong! Mungkin mulanya kamu sulit melihat ujungnya, tapi pasti ada yang tersembunyi dibalik itu. Terserah sih ma...

Happiness Is

Psikologi positif pada awalnya dicetuskan oleh Martin Seligman. Psikologi positif memandang pada dasarnya manusia itu mencari kebahagiaan ( happiness ).  Psikologi positif memusatkan diri kepada keutamaan-keutamaan manusia, hidup dengan moralitas, tahu yang baik dan yang buruk. Karena itu secara keseluruhan mengandalkan akal budi dan nurani. Kalaupun emosi, maka emosi yang dipakai adalah emosi positif. Dalam psikologi positif, seluruh tubuh (jiwa & raga) adalah sumber kekuatan, keutamaan, dan nilai-nilai yang menggerakkan manusia. What is happiness? Happiness atau kebahagiaan itu bukan senang melihat orang menderita dan sengsara ketika melihat orang lain senang. Bahagia adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram, bebas dari segala hal yang menyusahkan. Authentic happiness adalah tujuan akhir keberadaan manusia, thrive/flourish adalah tanda dari authentic happiness. Where does happiness come from, Nature or Nurture? Ada dua pendapat dalam membahas keb...