Langsung ke konten utama

Magang Mangga Dua

Magang kali ini berasa berbeda abis. Squad magangers yang turun lapangan ada Amir, Leo, Manto, Diah, Nhana, Winda, Refa. Sedangkan aku dan Yusuf adalah squad tambahan yang gabung ke kloter ini, karena kami berhalangan ikut di kloter sebelumnya. Jadinya kloter magang yang sekarang rame, banyak orangnya. Magang yang sekarang jadi kru syuting film serial Asmara Dewi yang akan ditayangin di TV Plus setelah lebaran.

Bicara soal suasana yang berbeda, pastinya karena bulan ini bulan puasa, bulan spesial. Berusaha tetap konsisten sama targetan ibadah yaumiah dalam jam magang yang bisa dibilang cukup sibuk. Agak susah sih, diusahakan curi-curi waktu. Hari pertama magang tanggal 14 Juli 2013, hari minggu, jam magang dimulai sekitar pukul 11.00 WIB dan berarkhir pas maghrib. Bersyukurnya magang kali ini di apartemen, gak kebayang kalau magangnya di kampus, panas-panasan pas puasa~ berat tuh. Hari-hari selanjutnya magang dimulai dari pukul 10.00-18.00 WIB trus dilanjut lagi dari pukul 21.00-03.00 WIB, sisanya waktu untuk istirahat. Weeeeww beneran merubah waktu tidur ini, yang biasanya tidur malam jadi tidur pagi. Berubah jadi manusia nokturnal ini, aktifnya malam hari.

Magang selama seminggu banyak pegalaman yang berkesan, hahaha termasuk wangi melati yang tiba-tiba semriwinggg di waktu subuh; juga si Amir, Yusuf, Winda, dan Diah yang denger ada suara meja digeret-geret di waktu yang sama padahal gak ada yang mindahin meja, agak bikin merinding sih. Hahaha tapi yaudahlah, dibawa nyantai aja :D

Selama disini dapat banyak kenalan baru dari kru-kru juga artisnya. Ada Om Herman, sutradara yang seneng cerita apapun tentang pengalamannya. Dan yang bikin surprise itu tangannya si Om bisa ditarik, jadi kelihatan seperti copot tapi nanti bisa nyambung lagi. Ini serius beneran! Ada kak Dennis, anaknya Om Herman yang merangkap jadi Astrada sekaligus artisnya. Pendiam tapi kadang suka kocak sih. Ada Om Jimmy, kameramen supel, handal, usil, dan suka ganti-ganti nama orang. Dan kita gak bisa syuting nih kalau ga ada Om Jimmy. Ada kak Ipeh; agak bingung sih mendeskripsikan kerjaannya apa, serabutan mungkin ya, semuanya dibantu-bantu sama kak Ipeh. Beeuuhh orang ini narsis abis, hehe. Ada Pak Tjutju, dosenku, juga Bu Tjuju istrinya pak Tjuju. Ada Pak Udin, pimpinan produksi film ini. Ada Ana, bagian tata rias yang juga jadi pemain. Pemain lainnya ada Bi Inah, Pak Wito (Pria keturunan Cina yang ramah dan suka masak), Catherine (anaknya Pak Wito yang jadi Mahadewi), Tata (Pemeran Asmara Dewi), Kak Ihsan, Bu Shinta, Mbah Kakung (yang suka improve panjang kalau syuting, hehe) Kak Indah (kakak ramah yang kalau ketawa suaranya badai banget). Oh iya ada juga trio OB mas Taufik, pak Solihin, dan Bapak yang satu lagi lupa namanya; yang hobi beres-beres apartemen setelah kita berantakin, yang juga nyediain makanan buat sahur dan buka puasa :D.

“Ning, kamu kurusan selama disini,” kata Pak Tjutju sih begitu. Tapi aku ngerasanya kok kayak kebalikannya ya? Hehe abis tiap makan nasinya porsi cowok, buanyyyak. Kadang-kadang ini perutnya udah kenyang duluan baru liat nasi, dan orang yang paling sering terima transfusi nasi dari anak-anak ceweknya tuh si Amir. Hahaha sampai dia juga bosen terima porsi nasi berlebih.

Orang yang paling rajin beberes kamar itu si Nhana, semuanya dirapihin. Pokoknya Nhana jempol banget deh rajinnya :D.
Kalau aku paling bisa curi-curi waktu buat tidur. Hahaha dan ini juga menular ke Refa dan Amir.
Diah sama aku orang yang langganan kalau makan gak abis.
Kalau soal foto-foto, si Winda nih hobi banyak majang di kamera :)
Kalau Refa, sebenernya anaknya supel, gampang bergaul, suka nge-cengin dan jadi korban cengan juga..rame deh si Refa, apalagi kalau udah jam 1 malam ke atas.. udah pada error-error nih semuanya.
Nih kalimatnya si Amir yang bikin ngakak pas nonton channel animal, “Saya mah kalau punya peliharaan pengennya ikan aja, gampang ngerawatnya. Gak bau. Kalau udah mati bisa digoreng.”
Hagggssss -_______-“ kejam banget makan binatang peliharaan sendiri. Pas ngomongin tentang kucing peliharaannya refa, “ihh kucingnya lucu banget, pengen saya tampol!” hhhaa sadis, kasian banget kucingnya. Ini orang lagi kenapa deh?!
Tanggal 17 miladnya si Yusuf, alias Ucup. Anak-anak bikin kado kecil-kecilan nih buat si Ucup. Hha, tapi ni orang tampangnya datar-datar aja -___-“
Karena jarang keluar dari apartemen si Winda sampai bilang, “dan bahkan kita gak tahu kalau di luar hujan.” Iya juga sih, berasa lama gak menghirup udara di permukaan dan juga merasai hujan. Dari sini, lantai ke 27, hujannya gak terlalu berasa. Tapi pemandangan malamnya lumayan, bisa melihat jauh dari ketinggian.

Paling bikin dilema notice dari Om Herman, “kalian udah 20 tahun lebih kan? Udah harus bisa menentukan sikap. Kalian mau kemana nantinya, passion kalian apa? Ya itu yang kalian tekuni. Jangan karena merasa kewajiban aja.”
Jadi mikir-mikir, apa yaaa... hidup sekedar lahir, sekolah, kerja, menikah, punya anak, trus meninggal. Duh kalau kayak gitu alurnya flat banget -..- gamauu yang biasa-biasa kayak begitu. Harus ada sesuatu yang bermanfaat pokoknya.





Eummnn.. sebenernya lebih enak begini sih suasananya daripada di kelas. Jadi lebih paham karakter anak-anak lainnya.
Kalau di kelas agak susah, gak tahu kenapa. Atau  karena di kelas kebanyakan orangnya? Jadi susah nyatu gitu? Hemmn.. semoga bisa makin kompak (#Doa), Komunikasi 2010 tinggal 1 tahun lagi nih. Ganbatte minna!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi

Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran (tul