Langsung ke konten utama

Menjelang Sidang


“mbak kemana saja? Kok sudah lama gak kelihatan? Kemarin saya cari, saya tungguin lho di tempat magang, Mangga Dua. Ehh mbaknya gak ada.”
O-oww.. nyess banget. Setelah sekian lama gak nyentuh PI, pertanyaan pertama yang dilontarkan bapaknya seperti itu.. waaa jadi gak enak hati.
“iya pak.. maaf pak, waktu itu lagi fokus mengerjakan tugas UAS multimedia pak, bikin project. Jadi belum sempat bimbingan lagi..”
Dan itu H-11 sebelum sidang, aku masih stagnan di bab 3. Itu juga berarti H-3 daftar sidang. Seharusnya daftar sidang itu hari senin, pas hari seninnya ini Piku juga belum kelar.. masih 70%. Alhamdulillah ketemu ibu Kajur dan tenggat waktu diperpanjang menjadi hari Rabu. Nekat banget aku daftar sidang, padahal nyadar kalau PIku aja belum sempurna.

#Hari Rabu
Bagi yang belum mengumpulkan berkas ditunggu di kosan bonny. Aku kesana.. dan keadaan disana juga sama paniknya.. ternyata yang lain juga belum sepenuhnya kelar. Masing-masing berbagi cerita.
“ya ampun, saking gak sinkronnya otak, masa ya mau bikin kopi pakai piring. Pas mau nuang serbuk kopi, rasanya ada yang aneh.. kok tempatnya lebar banget... ehh ya iyalah itu kan bukan gelas. Hahaha..” ceritaku.
“iya yun.. ini aja ngitung halaman gak bener-bener, masa abis lima, tujuh.. abis itu kacau juga..huhuhu..” si Ray nimpalin.
“gue mau nangis deh, selama ini tuh gue mikir, temen-temen gue udah pada kelar, udah happy-happy. Tinggal gue doang yang duduk di depan komputer masing ngerjain PI..” curhatnya si Leo.
“beeeeeuuuh.. apaan! Kagak lah.. udah tahu orang tipe kayak kita tuh pasti begini.. deadliners!”
“ho’oh.. kemaren aja sholat sampai ngaco, baru dua rakaat udah mau salam. Untung nyadar, yaampun..” ini dari cucu.
“ahaha, eh iya.. si Amir juga pas jadi imam, sholat ashar hampir cuma tiga rakaat masa. Untung gue sama fauji nyadar.. hahaha udah nahan ketawa gue. Kalau gak, batal dah tu sholatnya.”
Si Dina lagi senewen karena sms dan chatnya gak dibalas-balas sama DPnya.
Dari hahaha sampai huhuhu, dari ketawa, nangis, sampai meringis ngerjain PI. Ada saat-saat dimana kita menertawakan masa-masa kelam masing-masing biar gak stress.

#H-1 Sidang
Sore hari di depan perpus masjid.
“Ning, kamu lagi ngapain?” tanya Sugi
“gambar-gambar.” Sambil melanjutkan mencoret-coret kertas PI.
“yaampun! Aku kira dari tadi tuh kamu belajar.”
“engga gi, hehe.. lagi ngedesain baju, nihh..”
Sugi sudah bertampang aneh ngeliatin ulahku.
“gi, kalau ngeprint sama bikin transparansi itu sejam kelar kan ya?”
“iya..” jawabnya.
“Yaudah deh kalau gitu besok pagi aja.” Ngomong gitu sambil berubah posisi dari duduk jadi tidur-tiduran. Malas gerak abis. Mau refreshing otak.
“......................... hahahaha.”
“lha, kenapa gi kok ketawa?”
“iya abis kamu, nanya gitu kirain mau langsung dikerjain.”
“hehehe.. besok pagi aja deh.. lagi gak mood.”

#Detik-detik Menjelang Sidang
Jadwal sidangku di sesi dua, dimulai  pukul 13.00 WIB. Pukul 10.30 WIB ke fotokopian, dan disana ketemu Eka, teman sekelas. Waaa~ sama-sama baru mau nyiapin berkas untuk dosen penguji... hha, setipe dah nih, anak-anak nyelow.
Siangya setelah sholat dzuhur, mampir ke tukang cilok sama ray dan nhana. Pas lagi makan cilok, plastiknya bocor. Sambel kacangnya tumpah ke kerudung sama rokku, yaaa nasib dah. Bodo ah, masih ada nodanya sedikit. Itu posisinya aku belum masuk ruang sidang.
Pas di ruang sidang, entah yang kujelasin itu apa. Aku sendiri merasa penjelasanku gak runut, agak grogi. Bismillah, do the best aja. Alhasil dapat empat point revisi.
Plong rasanya...
Alhamdulillah. Sekarang tinggal mengerjakan revisweetnya.
Hemmph. Kalau pas skripsweet, harus lebih semangat lagi nih. Gak boleh asal-asalan, gak boleh amburadul ngerjainnya, harus diatur lagi time management-nya.
#Belajar dari pengalaman PI



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi

Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran (tul