Langsung ke konten utama

Happiness Is


Psikologi positif pada awalnya dicetuskan oleh Martin Seligman. Psikologi positif memandang pada dasarnya manusia itu mencari kebahagiaan (happiness).  Psikologi positif memusatkan diri kepada keutamaan-keutamaan manusia, hidup dengan moralitas, tahu yang baik dan yang buruk. Karena itu secara keseluruhan mengandalkan akal budi dan nurani. Kalaupun emosi, maka emosi yang dipakai adalah emosi positif. Dalam psikologi positif, seluruh tubuh (jiwa & raga) adalah sumber kekuatan, keutamaan, dan nilai-nilai yang menggerakkan manusia.

What is happiness?
Happiness atau kebahagiaan itu bukan senang melihat orang menderita dan sengsara ketika melihat orang lain senang. Bahagia adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram, bebas dari segala hal yang menyusahkan. Authentic happiness adalah tujuan akhir keberadaan manusia, thrive/flourish adalah tanda dari authentic happiness.

Where does happiness come from, Nature or Nurture?
Ada dua pendapat dalam membahas kebahagiaan. Sudut pandang pertama melihat bahwa kebahagiaan merupakan produk dari struktur fisik otak kita, secara alami ada (nature). Keadaan biologis seseorang memiliki peranan dalam memunculkan kebahagiaan orang tersebut. Sudut pandang kedua berpendapat bahwa kebahagiaan merupakan sebuah variabel yang terpengaruh dari pilihan-pilihan yang kita buat dalam hidup kita, dan pengaruh dari lingkungan. Keduanya seperti dua sisi dalam satu keping koin.  

Konsep kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Mencari kebahagiaan tidak selalu lurus, tapi penuh tantangan dan penuh godaan. Jangan sampai terlalu fokus mencari kebahagiaan di dunia tapi lupa pada akhirat.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kebahagiaan ada tiga, yaitu: Set Range, Circumstances, dan Voluntary activities. Rumusnya adalah sebagai berikut:
H= S + C + V
H= Happiness/kebahagiaan
S= Set Range, yakni batasan tingkat kebahagiaan seseorang yang ditentukan oleh faktor genetik
C= Circumstances, yaitu berbagai situasi kehidupan yang berubah-ubah dari waktu ke waktu
V= Voluntary activities, merupakan hal-hal yang ditentukan oleh pilihan-pilihan pribadi yang bersangkutan, ada di bawah kendali dirinya sendiri.

Dalam set range terdapat hal-hal berikut:
Mental attitude: jujur, sopan, dsb.
Knowledge: berilmu, invention, kreativitas, innovasi.
Skill: keahlian tertentu.

Pribadi positif juga didukung oleh adanya lingkungan positif (positif circumstances). Kebahagiaan itu dinamis. Banyak situasi kehidupan yang tidak dapat kita antisipasi dan prediksi dengan akurat. Maka selain faktor set range, dan circumstances, psikologi positif menganjurkan untuk memusatkan perhatian pada voluntary activities. Kita memilih sesuatu yang positif dan tidak terpaksa, serta bertanggung jawab dengan konsekuensinya. Pilihan kita ada dalam kendali diri kita sendiri, berada pada internal locus of control. Pilihan-pilihan yang kita buat juga bisa berdampak pada lingkungan (circumstances).

Banyak orang kelihatannya memilih, tapi sebenarnya terpaksa dengan pilihannya. Dan kesombongan membuat orang lain menderita.

Menurut Martin Seligman, faktor V terdiri atas: 
V= P + E + R+ M + A
P= Positive emotion/ emosi positif
E= Engagement/komitmen
R= (positive) Relationship/hubungan yang positif
M= Meaning of life/ arti hidup
A= Accomplishment/pencapaian atau prestasi 

Emosi positif.
Orang yang berada dalam emosi positif artinya hidupnya sejahtera (well-being), fungsi-fungsi kehidupannya berjalan dengan baik. Emosi positif seperti rasa senang, gembira, damai, suka cita.

Emosi positif itu broadening (membuka diri). Hidupnya menjadi terasa lega, leluasa: tekanan apapun yang datang hidupnya tetap bisa dijalani dengan ketenangan. Orang yang emosinya positif, memiliki atensi/perhatian yang lebih luas dan seimbang. Hati dan pikiran jadi terbuka pada berbagai realitas dan potensi kreatif, bersikap terbuka dan peka terhadap orang lain. Emosi positif itu building (membangun). Apa yang dibangun? Hubungan, kebiasaan baik, suasana menyenangkan, respon yang tidak mudah marah, perhatian, peluang, dan pengetahuan.

Jenis emosi positif berdasarkan rentang waktu:

Masa lalu.
1) gratitude (rasa syukur). 
2) forgiveness (memaafkan)
Orang yang tidak bisa bersyukur dan memaafkan hidupnya tidak akan bahagia. Orang yang bersyukur menjadi lebih bersemangat, tekanan darah lebih rendah, tidurnya lebih nyenyak. Adapun manfaat sosial dari memaafkan adalah menjadi lebih ramah, dan tidak merasa kesepian.

Fungsi moral dari syukur:
>Sebagai moral barometer: semacam lonceng yang menyadarkan kita bahwa kita telah diberi atau mendapat suatu kebaikan.
>Sebagai moral motivator: kita ingin “membalas” kebaikan itu bukan karena merasa utang budi, melainkan sebagai luapan rasa terima kasih yang tulus. Kalau seseorang mengaku bersyukur tapi tidak tergerak untuk melakukan kebaikan, bisa jadi rasa syukurnya semu atau dangkal.
>Sebagai moral reinforcer: emosi positif yang terimbas dalam diri seseorang akan menjadi penguatan bagi orang itu untuk melakukan kebaikan lagi.

Masa kini
1) Flow (mengalir/alami saja); suatu kenikmatan luar biasa ketika seseorang bergumul dengan persoalan yang sulit dan bisa mengerahkan segala sumber daya, upaya dan keterampilan yang dimiliki hingga pada batasnya.
2. Mindfullness (kesadaran yang utuh), kesadaran yang bangkit dari perhatian yang disengaja, secara terbuka, baik, dan bisa membedakan. 

Masa depan
1) Hope (harapan). Akan selalu ada titik kecewa jika kita hanya berharap pada makhluk. Selayaknya setinggi-tinggi harapan itu ditujukan hanya pada Allah saja sebagai mana tersebut dalam firman-Nya, "Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap." (QS. Asy-Syarḥ : 8)
2) Optimisme


#catatan kuliah 10 Desember 2016, @Salemba.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi

Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran (tul