Selasa, 26 Juni 2012
Mama
selalu bilang, “hari ini jangan pulang malam ya!” Setiap hari, kata-kata itu
yang menjadi wasiatnya untukku. Kenyataannya aku selalu, ummnn tidak juga,
keseringan pulang malam. Begitu pun hari ini. Selepas rapat organisasi, pukul
17.45 WIB, tadinya mau langsung pulang. Tapi sepertinya nanggung karena toh
sebentar lagi adzan magrib berkumandang.
Paling
tidak dari kampus ke rumahku naik angkot dua kali, ke arah pal dan ke arah
cibinong. Berhubung ada temanku, Ditya yang rumahnya se arah sampai pal, aku
pulang bareng dengannya. Setelah itu melanjutkan naik angkot 41. Biasanya naik
bus yang lebih cepat sampai karena nggak
pakai ngetem dulu, tapi kalau sudah
malam begini pasti penuh sesak.
Angkot
41 yang kutumpangi ini tidak terlalu ramai, dan semuanya aman, damai, tentram terkendali
sambil menikmati angin malam yang sepoi-sepoi. Tapi semuanya berubah ketika di
Simpangan Depok naiklah empat orang penumpang. Penumpang pertama, seorang
laki-laki paruh baya yang tanpa permisi duduk dibelakangku sehingga dengan
berat hati aku harus bergeser agak ke
depan (tempat duduk PeWe soalnya,hehe). Penumpang kedua masuk, setelah itu
diikuti penumpang ketiga yang posisi duduknya berada tepat di depanku.
Penumpang ke empat adalah seorang wanita yang duduk di depanku dengan posisi
badan mengarah ke pintu angkot. Sepertinya mereka saling kenal.
Penumpang
ketiga awalnya sibuk berbicara dengan orang dibalik telepon dengan bahasa yang
tidakku mengerti, mungkin bahasa batak (tidak bermaksud rasial). Pria itu
bermata agak sipit, berkulit putih,
dan potongan rambutnya agak cepak,
kira-kira berusia 25 tahun. Ketika sampai di pabrik Maligi, pria itu menyudahi
teleponnya.
“Mbak,
pulang kerja ya?” sekali lagi pria itu bertanya, yang ternyata pertanyaan itu
ditujukan untukku. Aku tidak terlalu ngeh karena fokus memandangi jalan. Dan
setelah tengok kanan kiri, memang akulah yang ditanya.
Dengan
wajah yang agak terkejut kujawab,
“Ohhh, enggak. Abis pulang kampus.”
“Mbak,
pulang kerja ya?” lagi-lagi dia bertanya. Memang sih waktu menjawab suasana di
dalam angkot sedang bising, barangkali dia tidak dengar. Tapi aku malas
menjawabnya lagi. Aku tidak terbiasa berbicara dengan orang asing di dalam
angkot.
“Rumahnya
dimana? Cibinong?”
“Enggak, sebelum itu.”
“Cilodong?”
“Bukan,
di abott.” Jawabku singkat.
“Masih
cewe?”
“hha?”
sungguh heran dengan maksud pertanyaan itu. otakku loading dulu mencerna maksud
itu orang seperti apa.
“masih
cewe? Tanyanya lagi. Wajahku asem! Mengernyitkan kening, lebih baik diam, dan
membuang pandangan.
“kok gak dijawab? Masih cewe apa sudah punya
suami?”
“……”
diam saja. Bukan jenis pertanyaan yang penting untuk dijawab. Lagi pula dia kan
orang asing, kok nanyanya hal-hal yang menyangkut privasi???!! Helllooo.. ini
orang mahluk dari planet mana ya. Dia benar-benar bikin saya keki.
“Mbak,
saya suka! Saya suka ngeliatnya, cantik, pakai kerudung panjang.”
“Mbak
masih cewe?” sepertinya dia benar-benar mengamatiku. Orang ini ngajakin ribut
banget deh. Tapi aku gak berani
menoleh ke pria itu. bahkan setelah mendengar kata-kata pria itu, mbak-mbak
yang duduk di depanku hingga menoleh ke arahku dan senyum-senyum gak jelas. Harga diriku rasanya seperti
diinjak-injak. Aduuuhh, kalau cari korban penggombalan, cari yang lebih wajar
gitu kek. Bahkan perempuan yang berkerudung sepertiku masih jadi korban ga
jelas, apalagi yang enggak pake
kerudung, aduh kasian. Okelah biasanya digodain sekedar Assalamu’alaykum. Tapi
yang ini sungguh terlalu. Ibaratnya, kue yang sudah dibungkus aja masih diincar
lalat, apalagi kue yang gak ada
bungkusnya. Waduh gawat itu. pokoknya wajib belajar bela diri nih buat
mengantisipasi orang-orang macam ini.
Pantas saja tingkat kriminal terhadap
perempuan di Indonesia itu tinggi, sudah terkena racun degradasi moral.
Kebanyakan orang-orangnya sudah tidak lagi mengindahkan kaidah-kaidah
kesopanan.
Oh my
God! Ya Allah… saya pengen cepet-cepet turun dari angkot ini. Dongkol banget! Gak bisa mengeluarkan emosi. Abang
angkot, cepetan ngebutlah, biar aku cepet sampai rumah ini.
“mbak,
minta nomor HPnya dong?”
“Enggak!” kujawab singkat, padat, dan
jelas plus muka bete.
Eeeeehhhhh…
abis itu dia langsung nyanyi, “kau masih gadis atau sudah jandaaaaaa…”
Ohhh,,
ya ampun. Sabar, sabar, tahan emosi. “Kiri bang!” kuputuskan detik itu juga
turun dari angkot. Pria itu masih bicara ngawur, gak tahu deh dia ngomong apalagi itu.
Huwaaaa..
leganya abis turun dari angkot. Sepertinya untuk beberapa hari ini diusahakan gak pulang malam lagi deh biar setumpuk
apapun agenda. Gak apa-apa deh buat
PR di rumah, yang penting gak ketemu
mahluk aneh macam itu lagi. Semoga juga gak ketemu mahluk yang lebih parah dari
itu… hiiii serem!
“Katakanlah : Aku berlindung kepada Tuhan
yang menguasai subuh, dari kejahatan mahluknya, dan dari kejahatan malam
apabila telah gelap gulita.” (Q.S. Al Falaq : 1-3)
Sepanjang
jalan menuju ke rumah jadi mikir-mikir, kasian juga yah teman-teman perempuan
lain yang pulangnya malam, baik itu naik kendaraan pribadi atau kendaraan umum.
Apalagi kalau dia bertemu orang aneh dan kekuatan fisiknya lemah. Kalau terjadi
sesuatu di jalan, siapa yang bisa menjaga dia? Siapa yang mau tanggungjawab? Teman?
Ortu nan jauh di rumah? Gak mungkin! Mau gak mau teman-teman perempuan yang
biasa pulang malam harus punya perlindungan lebih.
Aduuuh,
apalagi kalau perempuannya cantik dan manis, walaupun dia berkerudung selebar
jalan juga tetap beresiko. Aku yang pas-pasan aja dibilang cantik, padahal jauuuuuh
banget dari kata cantik. Penghinaan tuh! Aku enggak cantik, tapi aku ini
eksotik (#ups, cuma bercanda). Atau nanti pakai cadar aja kali ya, hhe.
Pelajaran
yang sangat berharga sekali hari ini. Ujung-ujungnya sih wasiat ortu itu tokcer
deh, jangan dianggap sepele.
Komentar
Posting Komentar