Iman adalah
meyakini di dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dalam
perbuatan. Maka sudah selayaknya setiap muslim meyakini bahwa iman akan terasa
kelezatannya apabila secara aktual dimanifestasikan dalam bentuk amal shaleh
yaitu sebuah bukti wujud aktivitas kerja kreatif yang ditempa oleh semangat dan
motivasi tauhid untuk mewujudkan identitas dan cita-citaaanya yang luhur
sebagai umat yang terbaik.
Islam
bukanlah sekedar agama dengan seperangkat konsep ideal, tetapi sekaligus agama
yang membumi. Itulah sebabnya, penghargaan islam terhadap budaya kerja bukan
sekedar pajangan alegoris, penghias retorika, pemanis bahan pidato, indah dalam
pernyataan tetapi kosong dalam kenyataan. Bekerja adalah fitrah dan salah satu
identitas manusia. Bekerja yang didasarkan pada iman tauhid bukan hanya
menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi juga meninggikan martabat dirinya
sebagai hamba Allah yang mengelola seluruh alam sebagai bentuk mensyukuri
kenikmatan dari Allah SWT.
Cara pandang
dengan kacamata Ilahiyah menunjukkan bahwa manusia bukan hanya sekedar “ada,
wujud, exist atau being” tetapi sejauh mana manusia itu mampu “mengada” untuk
secara aktif dan bertanggungjawab melakukan perbaikan-perbaikan menuju derajat
yang lebih tinggi baik secara batin (ruhaniyah) maupun secara lahir, sehingga
setiap muslim selalu akan mengambil peran dan bermakna serta membuktikan
kebenaran misi kehidupannya sebagai rahmatan
lil ‘alamin (rahmat untuk seluruh alam).
Cara pandang
seorang musllim dalam melaksanakan suatu pekerjaan didasarkan pada tiga dimensi
kesadaran, yaitu :
1.
Aku tahu (ma’rifat, ‘alamat, epistemologi).karena
hanya orang yang mampu menerjemahkan tanda-tanda alam yang akan mampu tampil
sebagai inovator melalui berbagai hipotesis keilmuannya.
2.
Aku berharap (hakikat, ‘ilmu, religionitas)
3.
Aku berbuat (syari’at, amal, etis)
Dengan demikian, bekerja dan
kesadaran bekerja memiliki dua dimensi yang berbeda menurut takaran seorang
muslim, yaitu bahwa makna dan hakekat “bekerja” adalah fitrah manusia yang
secara niscaya sudah seharusnya demikian. Manusia hanya bisa memanusiakan
dirinya lewat bekerja. Sedangkan kesadaran bekerja akan melahirkan suatu
peningkatan untuk meraih nilai yang lebih bermakna.
Seorang muslim selayaknya
menyadari bahwa dirinya hanya berharga apabila dia berkarya, mencipta, dan
mampu memberikan arti bagi lingkungannya. Sabda Rasulullah mengatakan :
“bahwa mukmin yang kuat itu lebih baik dan
lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah”.
Hanya pribadi-pribadi yang
menghargai nilai kerja yang kelak akan mampu menjadikan masyarakatnya sebagai
masyarakat yang tangguh. Bekerja dalam takaran agama Islam adalah ekuivalen
(seimbang) dengan pernyataan syukur kepada Sang pencipta, bahkan setara dengan
berjuang fisabilillah. Konsekuensi
logisnya adalah siapa pun yang tidak bekerja, hidupnya tidak produktif dan
tidak punya arti (mau hidupnya gak punya arti? Nahh makanya sekarang mulai
kerja yang berarti, hehe).
Bekerja juga jangan diartikan
sebagai penerima upah belaka. Bekerja adalah segala aktivitas dinamis dan
mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan di dalam mencapai
tujuannya dia mengerahkan totalitasnya untuk mewujudkan prestasi yang optimal
sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT.
Islam adalah aktual yang
memberikan pelita hidup manusia bukan semata-mata hidup untuk hidup, tetapi
Islam memberikan jalan praktis untuk menjadikan setiap muslim memiliki martabat
Ilahiyah yang mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai subjek yang harus keluar
sebagai pemenang dalam setiap gejolak kehidupan. Pokoknya yang harus tertanam
dalam keyakinan kita bahwa bekerja adalah amanah Allah, sehingga ada sikap
mental yang tegas pada diri pribadi seorang muslim bahwa :
1.
Karena bekerja adalah amanah, maka dia akan
bekerja dengan kerinduan dan bertujuan agar pekerjaannya menghasilkan performa
yang seoptimal mungkin.
2.
Ada kebahagiaan dalam melaksanakan pekerjaan,
karena dengan bekerja berarti dia telah menyelesaikan amanah Allah.
3.
Tumbuh kreativitas untuk mengembangkan,
memperkaya, dan memperluas kegiatan dan memunculkan tantangan baru, yang
berarti menunjukkan bertambahnya amanah Allah kepada dirinya.
4.
Ada rasa malu di hati apabila tidak
melaksanakan pekerjaannya dengan baik, karena hal ini berarti pengkhianatan
terhadap amanah Allah.
Dengan cara pandang yang seperti
ini, maka setiap muslim adalah tipikal manusia yang terus berpikir keras untuk
secara dinamis mencari terobosan serta aktivitas yang penuh arti dalam bentuk
dinamika kreativitas yang terus mengalir tak kenal lelah. Berhati-hatilah bila
kita yang mengaku muslim namun tidak bekerja secara maksimal, karena manusia
tanpa kesibukan akan menjadi santapan setan.
_dirangkum
dari : Etos Kerja Pribadi Muslim Bab 1, oleh Drs. H. Toto Tasmara_
So guys, masih mau malas-malasan
bekerja dan dianggap tidak ada artinya hidup di dunia? Makanya bekerja. jangan pula
terperangkap pada pemikiran sesat bahwa tolok ukur paten sebuah pekerjaan
adalah uang. Tenang saja, bekerja dengan Allah ganjarannya pasti lebih baik,
bila kita belum mendapatkannya di dunia, insya Allah akan diterima di akhirat
kelak. Alangkah baiknya melakukan pekerjaan juga jangan yang penting jadi, iya
kalau jadinya utuh, kalau setengah-setengah? Emangnya mau dapat hasil yang
setengah juga??. Apa pun pekerjaannya, minumnya the botol s****o! (ups, ini
bukan ajang promosi hehe) ralat : Apa pun pekerjaannya, niatkan ikhlas untuk
mendapat ridho Allah SWT.
Komentar
Posting Komentar