Suatu hari aku ingin membangun sebuah rumah, tak
perlu besar, megah dan mewah, cukup rumah yang sederhana. Sebuah rumah
sederhana dengan banyak jendela, agar angin sejuk bisa masuk ke dalamnya.
Arsitekturnya didominasi dengan kayu. Disamping rumah akan ada sebuah kebun
kecil yang diisi dengan koleksi kaktus mini (gampang ngerawatnya, bentuknya
juga unik) dan bunga daisy, crysantium, juga tanaman obat. Dibagian belakang
rumah ada halaman yang luasnya seukuran lapangan bola (hahaha kaga mungkin,
bener-bener mimpi dah) untuk memelihara kuda poni dan bisa untuk camping
(hahahaha, camping di dekat rumah sendiri). Di bagian depan ada beranda dengan
kolam ikan. Dilantai 2 akan ada atap yang bentuknya setengah bola seperti di
planetarium dan bisa di buka. Aku ingin rumah itu menjadi rumah yang hangat
dengan kasih sayang dan penuh tawa. Tapi lebih dari itu, aku berharap dapat
membangun rumah di surga bersama orang-orang sholeh, tak perlu megah, sederhana
saja. Selagi masih mimpi, mimpi aja sengaco-ngaconya....ahahahahaha...
Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia
Komentar
Posting Komentar