Siang itu di stasiun, selepas kuliah seorang teman bicara padaku. “Ning,
coba perhatiin kuliahnya deh. Kayaknya akhir-akhir ini agak keteteran. Yahh,
gue tahu lah lu sibuk di organisasi. Tapiii.. kasian lunya juga. Kasian
teman-teman yang sekelompok sama lu. Lunya kecapean, jadi gampang sakit. Nah,
lu jadi gak masuk beberapa kali kan? Gue tahu dakwah itu penting. Ahh.. tapi
entar-entarannya mah paling orang-orang kayak lu jawabnya Insya Allah. Insya
Allahnya t**i. Hehehe.. maaf ya. Yah, gue tahu sih kalau udah nyaman mah susah.”
Jleeeb ! rasanya kayak digaplok.
Ya Allah, jadi tanpa sadar ada yang terzalimi olehku. Senyum, Cuma bisa
senyum-senyum mendengar unek-uneknya.
“Ooooh.. jadi yang kemarin-kemarin itu kamu marah ya? Emang siapa lagi
yang merasa kaya gitu?”
“ya, lu tanyalah sama teman sekelompok lu. Teman sekelompok lu emang
siapa lagi? Dia-dia doang.”
“ Ohh.. maaf yaaa, sekarang juga ada amanah yang lebih berat. Gak bisa
ditinggalin juga.” Campur aduk rasanya, bingung harus menjelaskan apa dan
bagaimana. Lagi-lagi Cuma bisa senyum saja.
“aaaahh, Yuning mah senyum-senyum doang!”
“Bu Yuning itu gak punya jawaban lain. Makanya dia senyum-senyum aja.”
Temanku yang lain ikut berkomentar. Poin seratus untuknya yang tepat
menggambarkan kondisiku saat itu. Walau percakapan kami siang itu sambil
nyeleneh, ketawa-ketiwi, tapi tak bisa lepas dari pikiranku.
Emang iya ya? Kupikir lagi. Skala prioritas sudah coba kuterapkan.
Memang begitu adanya, tak ada prioritas tanpa mengorbankan yang lainnya. Bukan
maksud hati menyepelekan yang lain atau menganggapnya tidak penting. Pendidikan
itu utama, orang tua terutama, dakwah coba diutamakan, teman-teman yang
pertama, lalu apalagi? Semuanya meminta untuk diperhatikan.Sulit kawan berada
diantara titik pilihan yang semuanya menuntut untuk meminta waktumu.
Andai punya kantong ajaib doraemon atau jurus seribu bayang naruto, aku
juga ingin bersama semuanya. Well,
tapi itu hal yang mustahil. Banyak kewajiban yang harus kita kerjakan daripada
waktu yang kita punya. Kita bahkan tak pernah tahu kapan waktu kita akan
berakhir di dunia. 50 puluh tahun, dua tahun, bulan depan, atau mungkin besok.
Aku tak bisa meninggalkan salah satunya, hanya bisa berbagi waktu. Dan maaf
kalau akhir-akhir ini terlalu singkat waktu yang ada untuk kalian. Sekali lagi,
bukan maksud hati.
Adalah hal yang mustahil juga untuk meninggalkan dakwah.
Memang seperti itulah dakwah.
Dakwah adalah cinta.
Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu.
Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu.
Berjalan, duduk, dan tidurmu.
Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang
dakwah.
Dan jujur ketika kau bilang itu melelahkan, memang melelahkan.
Dakwah bukannya tidak melelahkan.
Bukannya tidak membosankan.
Dakwah bukannya tidakmenyakitkan.
Bahkan juga para pejuang risalahNya bukannya sepi
dari godaan kefuturan.
Tidak ! justru kelelahan.
Meninggalkan salah satu dari itu semua, sama rasanya seperti duduk di
bangku penonton saat kalian bermain futsal sore itu. Aku hanya bisa ikut
senang, geretan, dan bersemangat melihat kalian bermain tanpa bisa merasakan
sendiri bagaimana serunya dilapangan. Aku tak tahu bagaimana sakitnya kaki
terinjak oleh lawan. Aku tak tahu rasanya harus sikut-sikutan untuk
mempertahankan bola. Aku tak tahu bagaimana lelahnya lari kesana-kemari
mengejar si bulat hingga berkeringat. Dan bahkan rasa senangku tak akan bisa
menandingin bagaimana puasnya kalian ketika bola bersarang di gawang lawan.
Kau tahu, ketika kita mendapat kesempatan untuk ke Jepang tempo lalu
aku senang sekali. Mimpi besar temanku akan jadi nyata. Dilemanya masa-masa itu
juga aku harus mengurus Seminar Nasional.
Lalu keberangkatanmu kesana pun batal. Sebenarnya menyesal, pasti salah
satunya ada andilku yang menyebabkan kalian gagal terbang ke negeri sakura. Aku
belum bisa mensupport kalian dengan maksimal. Sebisaku mendukung kalian untuk
pergi ke Thailand, kesempatan kedua. Kalaupun belum bisa lagi, mungkin memang belum
saatnya. Tetap semangat kawan! Mengerjakan film, membuat tugas, main bareng,
kalau punya lebih banyak waktu akupun mau.
Berbincang denganmu siang itu, aku juga jadi tahu sesuatu. Ada kecewa
disana. Tapi lebih dari itu, aku tahu ada perhatian darimu. Doakan ya, doakan
temanmu ini. Semoga bisa lebih adil berbagi waktu. Semoga semuanya bisa
tercukupi.
Komentar
Posting Komentar