“Ma, Ning minta uang ya buat fotokopi buku. Ya ya ya... nanti Ning
ganti deh. Uang Ning lagi abis soalnya.” Pagi-pagi sudah memelas. Tadinya
bilang sama bapak, tapi dilempar ke mama. Ya, lagi-lagi mama. Hampir setiap
kesulitan pasti datangnya ke mama. Bilangnya juga dadakan, kalau tidak
benar-benar darurat, aku jarang bilang kesulitanku.
“Berapa?” sambil merapikan bumbu dapur untuk memasak sarapan pagi ini.
“Empat puluh ribu. Insya Allah nanti Ning ganti, lagi penting soalnya.”
“haha.. kamu ini, buat ongkos aja nanti gak ada.” Ledek mama sambil
mengeluarkan uang. Hampir-hampir memupuskan harapanku satu-satunya.
“ini buat beli susu si mbah, ini buat ongkos kamu, ini buat beli
sayur...” sambil membagi-bagi, suaranya menggantung, menghitung sisa uang yang
ia punya hari ini. “Nih, adanya tiga puluh lima ribu. Gimana?”
“iya Ma, gak apa-apa.” Mudah-mudahan bisa tertutupi dari sisa uang
jajanku yang kemarin, batinku.
“Ma, Ning berangkat dulu. Assalamu’alaykum.” Pamitan sama mama, dan juga
minta antar bapak ke depan jalan raya. Pasca runtuhnya jembatan di jalan pintas
itu, tiap pagi jadi minta antar bapak. Kalau jalan kaki lumayan jauh, apalagi
saat terburu-buru. Jalan ke depan itu membuat ngos-ngosan.
***
Malamnya, aku yang sedang asik guling-gulingan di kasur dikejutkan
dengan uang lima ribu yang diberikan mama. “Itu dari mbah, hari ini mbah pulang
ke kampung.”
“Ohhh.. nah. Ini buat nyicil yang tadi ya ma.” Uang itu kuberikan balik
kepadanya. “Gak usah. Disimpan aja.” Mama beranjak ke dapur. Kuikuti langkahnya
ke dapur “Yah, Ma... Yaudah ini buat beli sayur besok?”
“Gak, itu buat kamu saja. Kamu kumpulin. Mama ngasih sesuatu gak pernah
minta diganti kok. Semuanya buat anak. Besok juga ada lagi rejeki dari Allah.”
Sambil merapihkan cucian piring ke dalam rak.
Aku diam. Terenyuh, dan terharu. Kejadian kecil ini membuatku memahami
sesuatu. Cinta itu berarti memberi tanpa pamrih. Sederhana namun penuh makna.
Sederet ingatan kembali berputar di otakku layaknya memainkan film jadul. Tentang waktu yang lalu, tentang
kebaikan mama. Tidak sekalipun, tidak! Mama tidak pernah meminta balasan atas
semua yang telah dia berikan untukku, anaknya. Walaupun aku anak yang tengil,
jahil, malas, cuek, dan suka membuat ulah, selalu ada maaf dan sayang untukku.
Dulu saat masa kritis, pernah kutanya pada mama, “kalau Mama sama Bapak
dulu gak saling suka, kenapa menikah?” “Kalau kami gak menikah, gak akan pernah
ada kamu.”
Sekarang usia mama sekitar 46 tahun, 20 tahun aku bersamanya. Begitu
banyak waktu berlalu, tapi seperti sekejap mata kalau mengingat semuanya. Allah
Maha Penyayang, dia turunkan banyak malaikat di bumi. Kau tahu, salah satu
malaikat di dunia itu bernama Ibu.
Untuk mama :
~Selamat Hari Ibu~
Komentar
Posting Komentar