“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia
akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”
-Pramodya Ananta Toer-
Menulis. Bagi sebagian orang, menulis adalah jiwanya. Ia bisa
menumpahkan semuanya dalam tulisan. Bagi sebagian yang lain, menulis itu
menyulitkan. Tapi bukan berarti tidak bisa. Bingung harus mengawali sebuah
tulisan dari kata apa. Bingung apakah nanti tulisannya akan jadi tulisan yang
bagus atau tidak. Takut, tentang bagaimana tulisannya tidak diapresiasi oleh
orang lain. Sibuk, tak ada ide untuk menulis. Dan banyak lagi alasan yang bisa
aja dibuat untuk tidak menulis.
Hehe, aku juga suka begitu sih. Well, baiklah kita tak membahas soal
itu.
Kali ini aku mau bercerita tentang temanku, namanya Raffa. Itu nama
penanya. Pertama kali kenal dia via sosial media facebook. Dia itu temannya temanku. Sepertinya orangnya supel, jadi
aku add aja. Singkat cerita dia
bilang blogku bagus. Dan itu pertama kalinya aku ngerasa ada yang menghargai
tulisanku, padahal isi tulisanku itu aneh-aneh. Terkesima, dan mulai saat itu
jadi pede untuk menulis. Saat itu aku juga sadar, mungkin saja ada orang yang
terbantu karena tulisan-tulisanmu. Sangat dimungkinkan juga ada orang lain di
dunia lain yang kebetulan singgah di blogmu, dan mungkin saja blogmu menjadi
tempat yang nyaman untuk disinggahi. Who knows?
Bukan hanya itu, dia juga memotivasi aku untuk ikut writing competition yang tenggat
waktunya tinggal seminggu lagi. Coba bayangin, aku yang masih amatiran, yang
tulisannya nyeleneh, diksinya berantakan, harus berani berkompetisi sama
penulis-penulis se-Indonesia. Ohhh man ! okelah modal nekat saja, akhirnya
terkirim juga itu tulisan. Dan sampai sekarang isi blogku meningkat pesat daripada
tahun-tahun sebelumnya. Semuanya tak akan bermula tanpa kata-kata ajaib Raffa.
Tapi sekarang orang ini sedang pusing diamanah barunya. Yaa begitulah
prioritas, memang harus ada yang dikorbankan. Tapi sayang sekali kalau Raffa
harus berhenti menulis, padahal tulisan-tulisannya cukup bagus. Mungkin menulis
tentang amanah barunya bisa sedikit menurunkan tingkat puyengnya, yaa sebagai
alternatif solusi. Dengan begitu tidak harus berhenti menulis juga kan?
#Sok tahunya mulai deh ni :3
Oh iya, waktu aku ikut workshop, seorang fotografer ditanya oleh
audiennya : Apa yang membedakan seorang itu profesional atau tidak dalam
pekerjaannya? Jawabannya simpel. Targetannya, profesional melakukan
pekerjaannya karena dia suka, karena itu passion-nya.
Tapi seorang amatir, dia melakukan pekerjaannya untuk komersil. Jadi kalau dia
tidak mendapatkan untung secara fisik, dia patah semangat lalu berhenti.
Ayo semangat !! Ganbatte.. jangan jadikan amanah sebagai alasan yang
menghambat karyamu, tapi jadikan amanah sebagai ide-ide yang membuat karyamu
semakin produktif J
Komentar
Posting Komentar