Langsung ke konten utama

Semangat !!

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”
-Pramodya Ananta Toer-

Menulis. Bagi sebagian orang, menulis adalah jiwanya. Ia bisa menumpahkan semuanya dalam tulisan. Bagi sebagian yang lain, menulis itu menyulitkan. Tapi bukan berarti tidak bisa. Bingung harus mengawali sebuah tulisan dari kata apa. Bingung apakah nanti tulisannya akan jadi tulisan yang bagus atau tidak. Takut, tentang bagaimana tulisannya tidak diapresiasi oleh orang lain. Sibuk, tak ada ide untuk menulis. Dan banyak lagi alasan yang bisa aja dibuat untuk tidak menulis.

Hehe, aku juga suka begitu sih. Well, baiklah kita tak membahas soal itu.
Kali ini aku mau bercerita tentang temanku, namanya Raffa. Itu nama penanya. Pertama kali kenal dia via sosial media facebook. Dia itu temannya temanku. Sepertinya orangnya supel, jadi aku add aja. Singkat cerita dia bilang blogku bagus. Dan itu pertama kalinya aku ngerasa ada yang menghargai tulisanku, padahal isi tulisanku itu aneh-aneh. Terkesima, dan mulai saat itu jadi pede untuk menulis. Saat itu aku juga sadar, mungkin saja ada orang yang terbantu karena tulisan-tulisanmu. Sangat dimungkinkan juga ada orang lain di dunia lain yang kebetulan singgah di blogmu, dan mungkin saja blogmu menjadi tempat yang nyaman untuk disinggahi. Who knows?

Bukan hanya itu, dia juga memotivasi aku untuk ikut writing competition yang tenggat waktunya tinggal seminggu lagi. Coba bayangin, aku yang masih amatiran, yang tulisannya nyeleneh, diksinya berantakan, harus berani berkompetisi sama penulis-penulis se-Indonesia. Ohhh man ! okelah modal nekat saja, akhirnya terkirim juga itu tulisan. Dan sampai sekarang isi blogku meningkat pesat daripada tahun-tahun sebelumnya. Semuanya tak akan bermula tanpa kata-kata ajaib Raffa.

Tapi sekarang orang ini sedang pusing diamanah barunya. Yaa begitulah prioritas, memang harus ada yang dikorbankan. Tapi sayang sekali kalau Raffa harus berhenti menulis, padahal tulisan-tulisannya cukup bagus. Mungkin menulis tentang amanah barunya bisa sedikit menurunkan tingkat puyengnya, yaa sebagai alternatif solusi. Dengan begitu tidak harus berhenti menulis juga kan?
#Sok tahunya mulai deh ni :3

Oh iya, waktu aku ikut workshop, seorang fotografer ditanya oleh audiennya : Apa yang membedakan seorang itu profesional atau tidak dalam pekerjaannya? Jawabannya simpel. Targetannya, profesional melakukan pekerjaannya karena dia suka, karena itu passion-nya. Tapi seorang amatir, dia melakukan pekerjaannya untuk komersil. Jadi kalau dia tidak mendapatkan untung secara fisik, dia patah semangat lalu berhenti.

Ayo semangat !! Ganbatte.. jangan jadikan amanah sebagai alasan yang menghambat karyamu, tapi jadikan amanah sebagai ide-ide yang membuat karyamu semakin produktif J

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi

Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran (tul