Langsung ke konten utama

Maaf, Terima Kasih, dan Tetap Semangat !

Selasa sore ini aku,Sugi, dan teman-teman lainnya janjian mau menjenguk habibi, adiknya ditya yang terserang tipes. Seperti biasa aku berdiri di dekat jendela sekret Masjid, menjaga agar sinyal handphone tetap ada. Mendadak Sugi terburu-buru memasuki sekret. Kuperhatikan ada yang sedikit berbeda dengannya. Tak lama kemudian teman-teman yang ada di sekret bilang “Sugi iteman ya!” Ah iya itu dia bedanya. Mendengar kata-kata itu dia bilang, “iya ini abis ngedanus kemaren, panas banget.” Dia juga bilang kalau yang soal iteman sudah ada dua orang yang sebelumnya juga berkata seperti itu. Wajahnya memelas lagi.

“Ning, jum’at ini aku mau nemenin Ajeng jualan di setu babakan. Aku kasihan sama Ajeng, dia yang rumahnya jauh-jauh di Bojong jualan malam-malam.”
“Ning, kemaren waktu pulangnya kan jauh ya dari pesona kayangan sampe ke depan. Ajeng sama aku cerita-cerita deh....”
Begitu Sugi bercerita, berkali-kali, mengingatkanku. Hari-hari sebelumnya juga aku sempat bertanya ke Miftah yang sedang jadi penanggungjawab danus tentang bagaimana ngedanus minggu ini. Miftah bilang : Melelahkan. Wajah dan cerita Sugi sore ini menguatkan jawaban Miftah sebelumnya, bahwa memang melelahkan.

“Wuih, Ning, Ajeng rajin yah ! hehehe” komentar Ricky sambil tertawa disela diskusi singkat kami tentang Faris.
Ajeng, koordinator Sponsorship kegiatan seminar kemuslimahan ini memang orang yang ulet. Aku tahu, sebenarnya dia tak boleh pulang malam oleh Ibunya. Tapi demi ini kadang-kadang dia absen untuk tidak pulang malam. Allah Maha Tahu, dan rencana-Nya selalu ada di atas segala rencana mahluk-Nya. Aku merasa Ajeng adalah kuda hitam yang dititipkan Allah dalam pasukan kami kali ini. Dan teman-teman di dalamnya adalah pion-pion tangguh yang harus saling bahu-membahu. Sponsorship dan danus bukanlah tanggungjawab yang mudah. Tentu kita semua tahu itu. Orang-orang di dalamnya harus siap berlelah-lelah dan pantang menyerah. Orang-orang yang harus tahan banting dan pandai bernegosiasi dengan calon sponsor juga donatur. Kalau pun ada yang belum mampu, aku percaya, dengan proses Allah akan memampukan orang-orang yang dipilih-Nya.
Seperti pengusaha, seorang pengusaha tugasnya hanya berusaha semaksimal mungkin apa yang bisa ia usahakan. Karunia Allah berlimpah bagi yang siap berlelah. Semoga letih di waktu-waktu ini menjadi saksi atas amal kebaikan kita.
“Dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan melainkan Kami menjadi saksi atasmu diwaktu kamu melakukannya.” (QS. Yunus : 61)

Untuk Ajeng, teman-teman sie. Sponsorship, dan teman-teman panitia dari sie. lainnya mohon maaf apabila amanah ini memberatkan kalian, semoga ikhlas. Terimakasih untuk bantuan, kerjasama, dan kontribusinya. Tetap semangat ! kita masih punya waktu empat minggu lagi. Empat minggu lagi, bertahan ya sampai empat minggu ke depan. 

Komentar

  1. yuniiiing kamu so sweet sekali :"""""""""""""""") terharu iiiih
    makasih ya hehe semangat! kita semua bisa karena kita saling memiliki
    terima kasih untuk semuanyaaaa, dukungannya bantuannya, apalaaaaah aku tanpa kalian semua

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi

Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran (tul