Kamis ini adalah hari pertamaku mengikuti mata kuliah komunikasi
pembangunan. Sedikit banyak mata kuliah ini juga bersinggungan dengan mata
kuliah ekonomi pembangunan. Tapi bedanya ketika ekonomi pembangunan banyak
bicara soal tanah dan modal, komunikasi pembangunan justru lebih menekankan
pada aspek sumber daya manusianya yang merupakan pelaku dalam pembangunan.
Objek yang disoroti dalam komunikasi pembangunan terutama adalah negara dunia
ketiga, negara-negara berkembang. Well,
yang kita tahu Indonesia adalah salah satunya.
Hal-hal yang dikupas hari ini gak jauh-jauh dari elit politik negeri sebagai pengambil
kebijakan dan yang menjalankan pemerintahan, juga peran media massa. Woww!
ngeri sekali ketika saya tahu ternyata banyak kebobrokan di negeri ini. Ketika
aset-aset kekayaan negara yang harusnya dikelola untuk kesejahteraan rakyat
malah dikuasai asing dengan kontrak investasi yang panjang. Rakyat indonesia
dapat apa? Siapa yang untung? Tentu bukan kita. Atau ketika sebagian besar roda
perekonomian memang dikuasai oleh orang-orang dari negeri kita sendiri,
harusnya bagus bukan ? tapi ironi sekali ketika anak-anak bangsa pemegang
perekonomian terbesar justru berorientasi pada kepentingannya sendiri. Lantas
mereka menjadi konglomerat sejati, ekspansi besar-besaran di segala bidang. Lingkaran
setan kapitalisme. Ngeri yah! Kita hidup miskin di negara yang kaya. Dan memang
benar, kapitalisme semakin memperbesar jurang antara si kaya dan si miskin.
Belum lagi media massa di Indonesia yang masih jawasentris sehingga
penyebaran informasi di pulau-pulau lain di Indonesia menjadi tertinggal.
Orang-orang yang hidup di luar jawa belum bisa memaksimalkan potensi daerah
mereka. Heyy, Indonesia itu bukan cuma jawa mas bro, mbak sist. Fenomena
konglomerasi media di Indonesia juga menjadi suatu hal yang bagiku itu miris
sekali. Tahu gak siapa pemilik-pemilik media tersebut? Oke, saya gak mau nyebut
merek, disensor saja. Nanti kena undang-undang ITE lagi seperti kasusnya Ibu
Prita Mulyasari. Wiiihh, tambah ngeri. Bisa membayangkan gak kalau pemilik
media menguasai atau lebih dominan dalam pengambilan keputusan tentang
informasi apa saja yang boleh diungkap dan tidak diungkapkan ke publik?
Ditambah lagi kalau si pemilik media adalah pengusaha yang memiliki kepentingan
yang kuat? Plus kalau si pemilik media tersebut notabene adalah seorang
politikus? Ulala.. lengkaplah sudah.Jangan salah lho, informasi itu penting.
Menghalang-halangi orang banyak dari kebenaran informasi adalah pembodohan luar
binasa!. Sepertinya media yang netral dan memihak rakyat masih menjadi mimpi
belaka.
Belum lagi birokrasi yang super duper lelet. Dan ngenes ketika setiap
melewati satu pintu ke pintu yang lain, ada permainan uang disana. Masih banyak
lagi deh fenomena-fenomena yang menghambat kemajuan Indonesia, terutama dari
sumber daya manusianya. Isssshhh.. jadi geretan sendiri. Tentunya mengutuki
semua kebobrokan ini tidak akan menghasilkan apa pun. Buat yang perempuan,
jangan kebanyakan nonton sinetron yang hanya menjual mimpi-mimpi kosong. Buat
yang merasa gentleman, jangan kebanyakan
nongkrong-nongkrong atau bikin tawuran yang akhirnya mati konyol.Ayo dong
generasi muda Indonesia, Jangan hanya menerima dan menelan mentah-mentah. Kita
mulai bebenah diri, berpikir kritis dan mandiri.
Komentar
Posting Komentar