Langsung ke konten utama

Dari malu-malu sampai marah-marah

Kalau dipikir-pikir lucu juga sih, gaya komunikasi dengan makhluk yang satu ini. Mungkin karena beda jenis, beda pula cara berkomunikasinya. Karena mungkin faktor penjagaan juga kali ya jadi kadang-kadang agak sulit untuk mengungkapkan ide, emosi, atau gagasan. Yep, makhluk itu adalah ikhwan. Menurut pandanganku pribadi, laki-laki bertitel ikhwan itu tingkatan ruhiyahnya, tsaqofah islamiyah, atau militansinya lebih daripada laki-laki kebanyakan.
Kalau ikhwannya yang tipe ekstrovert, terbuka (open minded), dan nyambung diajakan diskusi atau dialog, waaah alhamdulillah sekali, lebih mudah untuk menyamakan persepsi atau mencari solusi. But makhluk yang seperti itu is very rare, sangat jarang. Jadi teringat kata-kata seorang senior, “kalian itu yang awalnya malu-malu mengungkapkan pendapat, malu-malu berkomunikasi, sampai yang sekarang malah bawaannya marah-marah mulu kalau berkomunikasi dengan mereka.”
Astagfirullah, iya benar juga kata-kata seniorku ini. Mulai dari yang mulanya malu-malu, takut salah berucap, hingga yang marah-marah karena seringnya berselisih paham, geregetan, dan dibuat kesal oleh mereka. Padahal ya kalau dipikir lagi mereka itu kan biar bagaimanapun adalah seorang imam, qiyadah, pemimpin kami, perempuan.

#astagfirullah
#banyak.banyak.istigfar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

takut ._____.

Akhir-akhir ini merasa aneh... Diperlakukan seperti perempuan (normal) Jadi agak kikuk, juga takut. Perempuan yang biasanya diminta untuk melindungi, Menjaga yang lainnya. Sekarang justru kebalikannya, dilindungi, dijaga. Apa-apa biasanya sendiri. Sekarang-sekarang dibantu, ditemani. Mereka baik...sungguh Takut...berada dalam zona nyaman Takut...merasa aman Takut...melemah Takut...terbiasa

This Is Not My Passion

Disemester ini, semester enam, rasanya seperti kehilangan semangat. Lost my passion. Malas banget. Kuliah rasanya gak nyaman. Dateng sih dateng. Raganya ada, tapi pikirannya gak tahu kemana. Parah banget ya. Gak cuma kuliah, organisasi pun juga lagi malas. Minggu-minggu ini cuma jadi pengamat aja. Dan hari ini ada setumpuk agenda, tapi akhirnya kuputuskan dirumah saja. Alias bolos. Gak kuliah, gak datang tahsin, dan gak datang kajian. Yaampun, devil sedang berjaya nih. Kuliah rasanya begitu-gitu doang. Dari semester ke semester dosennya itu-itu lagi, dengan cara mengajar yang gitu lagi gitu lagi. Ada sih dosen yang ajib, kalau beliau ngajar gak sekedar transfer ilmu, tapi transfer emosi juga. Kita diajak diskusi. Diajak mikir beneran mikir. Kalau kami salah, dikasih tahu yang benar. Bukan tipe dosen yang bisanya cuma menghakimi. Walaupun mata kuliah yang beliau ajar termasuk yang sulit dipahami, tapi ngajarnya enak. Aku pribadi enjoy, gak males-malesan masuk ke kelas beliau. Y...

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selaman...