Langsung ke konten utama

First time (#Pelangi Jilbab)

I am what I am today because of the choices I made yesterday.

Senin! Hari MOPD (Masa Orientasi Peserta Didik) SMA pertamaku, sekaligus hari pertama aku menggunakan jilbab. “Ma, nanti di sekolah baru aku mau pakai kedurung ya!” Sehari sebelumnya kuutarakan keinginanku pada Ibu, wajahnya terlihat sumringah. Beliau pasti berpikir : Alhamdulillah, akhirnya anakku berubah juga. Awalnya aku tak tahu mengapa aku memutuskan untuk berjilbab, aku hanya merasa mereka yang mengenakan jilbab terlihat unik dan berbeda, ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang aku belum tahu.

Ternyata di sekolah ini, ada juga teman-temanku yang berasal dari SMP bahkan dari SD yang sama. Lucu juga ketika aku harus menjawab satu demi satu rasa penasaran mereka, yang inti pertanyaannya sama : kok kamu sekarang berkerudung? Yang bahkan terkadang kujawab sekenanya. Kata orang berjilbab itu panas, gerah, tapi setelah kucoba ternyata tidak juga. Ini mengasyikkan, dan membawaku kepada hal-hal baru.

Hari itu aku bertemu Dwi, teman laki-laki se-SMP yang dulunya selalu jadi saingan (dalam hal pelajaran) dan selalu ngajak ribut, dan jadi teman SMA-ku lagi. Tapi siang ini, di angkot yang sama dia berbeda, menurutku ‘lebih sopan’ dari yang dulu. Dia bertanya hal yang sama. Ku jawab, “mungkin sekarang saatnya berubah wi, kita bukan anak kecil lagi. Buatku, berkerudung adalah suatu kewajiban. Ehh.. bukan ding, sebuah kebutuhan sekaligus pembuktian. Pembuktian bahwa aku seorang muslim.”

Sekolah ini menakjubkan, sekolahku adalah sekolah umum namun bernuansa islami. Banyak kakak kelas perempuanku yang mengenakan jilbab. Tak jarang jilbab yang mereka gunakan panjang-panjang. Sedangkan aku yang masih hijau ini, masih menggunakan seadanya. Adakalanya saat itu terasa berat menggunakan jilbab yang syar’i, karena aku merasa kepribadianku bertolak belakang tidak seperti akhwat seharusnya.

Rohis SMA adalah keluarga baruku. Mushola adalah tempat favoritku selain perpustakaan. Berjam-jam waktu kami dihabiskan disini. Sssssttt… tapi aku punya sebuah rahasia. Selain Rohis, ekskul lain yang ku  ikuti adalah Pecinta Alam. Rohis vs Pecinta alam : bagaikan langit dan bumi. Setiap syuro (rapat) Rohis selalu ada hijab, sedangkan Pecinta Alam semuanya terbuka. Di Rohis, setiap lisan dijaga dan cenderung berlemah lembut dalam ukhuwah. Berbeda dengan Pecinta Alam, keras, perempuan dan laki-laki tak ada bedanya, dan solidaritas terbentuk karena saling berbagi diantara keterbatasan. Tak jarang akhwat yang lain sering mengernyitkan keningnya ketika kuberitahu rahasiaku yang satu ini. Di pecinta alam pun, mahluk sepertiku juga di anggap limited edition.
------------------------------------------------

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selaman...

Sebuah Nasihat yang (Tidak) Perlu Dimasukkan ke Hati

Jarang-jarang temanku berpendapat sebegini panjangnya. "Ning, selama berhubungan dengan manusia; ketulusan itu utopis banget. Apalagi zaman sekarang. Naif namanya kamu percaya dengan hal itu. Nih ya, mungkin kamu engga sadar; sebenernya orang-orang yang memberi kebaikan mereka ke kamu diam-diam mereka sedang menganggapmu seperti celengan. Suatu saat mereka pasti akan meminta kembali kebaikan itu darimu dalam bentuk yang lain. Lalu ketika kamu tidak bisa atau memilih untuk tidak ingin mengembalikan itu; mereka mulai mengungkit-ungkit aset apa yang sudah ditanamkannya  kepadamu. Kemudian dengan bias, kamu dianggap tidak sadar diri, tidak tahu balas budi, tidak tahu caranya bersyukur pada mereka. See??? Waspada saja kalau banyak orang baik yang terlalu baik disekitarmu, ingat ya; di dunia ini tuh gak ada yang mananya gratisan. Jangan percaya, bohong! Mungkin mulanya kamu sulit melihat ujungnya, tapi pasti ada yang tersembunyi dibalik itu. Terserah sih ma...

Happiness Is

Psikologi positif pada awalnya dicetuskan oleh Martin Seligman. Psikologi positif memandang pada dasarnya manusia itu mencari kebahagiaan ( happiness ).  Psikologi positif memusatkan diri kepada keutamaan-keutamaan manusia, hidup dengan moralitas, tahu yang baik dan yang buruk. Karena itu secara keseluruhan mengandalkan akal budi dan nurani. Kalaupun emosi, maka emosi yang dipakai adalah emosi positif. Dalam psikologi positif, seluruh tubuh (jiwa & raga) adalah sumber kekuatan, keutamaan, dan nilai-nilai yang menggerakkan manusia. What is happiness? Happiness atau kebahagiaan itu bukan senang melihat orang menderita dan sengsara ketika melihat orang lain senang. Bahagia adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram, bebas dari segala hal yang menyusahkan. Authentic happiness adalah tujuan akhir keberadaan manusia, thrive/flourish adalah tanda dari authentic happiness. Where does happiness come from, Nature or Nurture? Ada dua pendapat dalam membahas keb...