Langsung ke konten utama

Harusnya Kamu Tahu

Sudah berapa lama kamu kenal dia?
Sudah berapa waktu yang kamu lalui bersamanya? cukup lama kan?
Bukankah atas nama Tuhan, kamu pun pernah bilang kamu mencintainya?
Bukankah pula kamu jelas-jelas mengikrarkan diri sebagai temannya?
Bahkan saudaranya?
Harusnya kamu tahu, dia itu sebenarnya orangnya pemalu dan gak enak hatian.
Malu untuk menceritakan kesulitan, keresahan, kesedihannya
Gak enak hatian kalau mau meminta bantuanmu justru ia takut akan menyulitkanmu
Itu sebabnya dia selalu saja, seperti yang kamu bilang, menyelesaikan semuanya sendirian.
Kamu bilang dia itu orangnya kuat, tegar, kokoh.
Aaah, kamu bergurau!
Dia itu sama sepertimu, mudah rapuh.
Kamu gak pernah memperhatikannya ya?
Atau kamu yang gak pernah benar-benar mencoba mendengarkannya?
Hei kamu, dia itu pernah kecewa dengan mahluk sepertimu, manusia
Kapok dengan keegoisan.
Kamu tahu, setiap ia ingin mengatakannya kepadamu
Semuanya terhenti ditenggorokan, ditelan, dipaksanya masuk kembali.
Maka kalau semuanya terasa begitu berat baginya,
Sama seperti yang kamu lakukan, dia menangis.
Ah tapi memang kamu tahu kapan ia menangis? Dimana?
Yang jelas bukan dihadapanmu, bukan dibahumu.
Kamu tahu, karena kecewa itu,
Dia akan sangat malu apabila yang pertama didatanginya bukanlah Tuhannya.
Tapi kamu pasti tahu ini, dia selalu mencoba menjadi saudara yang baik bagimu.

#DevilTalk
#coba lebih peka lagi ya Ning, jangan egois.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi

Untuk memahami apa yang terjadi dalam sebuah percakapan, Barnett Pearce dan Vernon Cronen membentuk teori Manajemen Makna Terkoordinasi ( Coordinated Management of Meaning -CMM). Bagi Pearce dan Cronen, orang berkomunikasi berdasar aturan. Mereka berpendapat bahwa aturan tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, melainkan juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita. Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Cronen, Pearce, dan Haris menyebutkan : “Teori CMM menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai.” Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia

Kutipan Menarik dari Buku Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi

Buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karangan Boy Candra ini saya beli beberapa hari yang lalu. Kalau ada yang bilang jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin saya adalah bagian dari sebuah anomali. Nyatanya, keputusan saya untuk membeli novel ini sebagian besar ditentukan oleh apa yang ditampilkan pada bagian sampulnya. Saya tertarik membeli sebab sampul bukunya yang sederhana dengan ilustrasi dua orang yang berada di bawah hujan ditambah beberapa kalimat narasi di sampul belakang buku.  Ini pertama kalinya saya membaca karya dari Boy Candra. Sebuah novel yang cukup renyah untuk dicerna. Hanya perlu waktu setengah hari untuk menyelesaikan buku setebal 284 halaman ini. Berlatar belakang dunia perkuliahan, tokoh Kevin, Nara, Juned, dan Tiara dipertemukan. Kevin dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Diam-diam ia memendam perasaan pada Nara. Nara yang tidak tahu bahwa Kevin punya perasaan lebih padanya, pernah meminta Kevin untuk menjadi sahabat selamanya.

Fungsi Koordinator Akhwat (Korwat)

“Akhwatnya yang lain mana nih? Kok gak ada yang bersuara? Yang bicara dia-dia lagi...”   celetuk salah satu ikhwan (laki-laki) di sebuah forum. Ternyata kejadian ini juga bisa disalah pahami oleh beberapa orang. Awalnya saya juga berpikir untuk apa koordinator akhwat (perempuan) a.k.a korwat, kan sudah ada koordinator ikhwan? Bukankah dengan satu komando, sebuah koordinasi akan lebih mudah? Setelah mengamati dengan waktu yang cukup lama, jawabannya adalah karena akhwat/muslimah itu punya kekhasan tersendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat ditangani secara langsung oleh koordinator ikhwan. Karena keunikan itulah dibutuhkan seseorang, tentunya akhwat, yang mampu mengurusi berbagai hal terkait koordinasi internal dengan akhwat-akhwat lainnya dan sebagai perantara komunikasi dengan korwan. Tentu saja kita akan dihadapkan pada pertanyaan, lantas apakah fungsi korwat hanya tampak sebagai “penyampai pesan”? Tidak, bahkan sebenarnya fungsi korwat lebih dari itu. Dari buah pemikiran (tul